Kita sudah dua bulan lebih berada pada lingkaran pandemi. Segala cara dan strategi sudah dilakukan. PERPU kemudian menjadi undang-undang tentang Covid-19 sudah disahkan. Semua sektor dan lini sudah ikut berpartisipasi. Anggaran besar sudah digelontorkan. Semuanya satu tujuan: agar kita bisa keluar dari pandemi berbahaya ini.
Meskipun demikian, ada satu syarat fundamental yang tak boleh absen, yakni kesadaran bersama. Kesadaran bersama akan melahirkan gerak bersama. Gerak bersama akan melahirkan kolektivitas. Kolektivitas akan melahirkan kekuatan bersama.
Dalam perang melawan Corona, justru kesadaran bersama ini yang susah dijalankan. Seberapa bagus pun peraturannya, seberapa detail pun kebijakannya, seberapa besar pun anggarannya, semua tidak akan bermanfaat kalau tidak berlandaskan pada kesadaran bersama. Kesadaran bersama adalah koentji. Tanpanya semuanya sia-sia.
Di lapangan masih mudah kita temui orang tak mematuhi protokol kesehatan, tidak menjaga jarak, kumpul-kumpul, enggan memakai masker, bahkan tidak sedikit yang harus berkelahi dengan petugas gara-gara masih banyak yang belum taat sama peraturan pemerintah dan tim medis.
Contoh kasus paling menjengkelkan adalah histeria penutupan gerai McDonald’s Sarinah pada Minggu (10/5/2020). Atas nama nostalgia dan mengenang masa lalu, ada sebagian orang yang masih mementingkan egonya, dan tak berempati kepada orang lain yang susah-susah menahan diri demi kemaslahatan bersama.
Singkirkan Ego, Bangun Kebersamaan
Kita perlu merefleksikan diri dan belajar dari sejarah. Bangsa ini bisa merdeka bukan karena jasa suku atau agama tertentu. Negeri ini bisa keluar dari penjajahan bukan karena kekuatan kelompok tertentu. Kita merdeka sebagai negara yang berdaulat berangkat dari kesadaran bersama.
Baca Juga : Spirit Bangkit Melawan Covid
Ego sektoral dihilangkan. Primordialisme ditumbangkan. Kekuatan parsial dan lokal disatukan. Semuanya bersifat nasional dengan semangat kebersamaan. Momentum ini kemudian diabadikan dan kita peringati setiap 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Kita bisa mengais nilai-nilai fundamental apa yang bisa kita ambil dari Hari Kebangkitan Nasional sebagai modal dalam melawan pandemi Corona. Yang dengan nilai itu diharapkan setiap anak bangsa bisa mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kebersamaan adalahnilai fundamental yang pertama. Bangsa Indonesia telah lama diperlakukan semena-mena dan dieksploitasi oleh Belanda. Menjadi budak di tanah sendiri itu sangat menyakitkan. Pengalaman bersama ini yang melahirkan solidaritas dan rasa senasib-sepenanggungan yang melahirkan rasa kebersamaan.
Dijajah itu sangat menyakitkan. Tidak bisa menikmati hasil kekayaan alam negeri yang dengan rakus dan serakah telah dikuras oleh kaum penjajah. Anak bangsa hanya kebagian ampasnya saja. Hal ini membuat para pendahulu bangsa ini sadar bahwa kebersamaan sebagai bangsa senasib dan sepenanggungan dapat digunakan sebagai senjata unggul untuk berjuang menuju kemerdekaan Indonesia.
Pun demikian kondisi hari ini. “Dijajah” oleh virus sangat menyakitkan. Kita tak bisa bebas. Gerak-gerik kita semua dibatasi. Persediaan makanan mulai menipis. Pergaulan dengan sesama ada batas. Perasaan senasib-sepenanggungan harus kita transformasikan menjadi nilai kebersamaan dalam melawan pandemi ini.
Nilai fundamental kedua adalah keberanian. Para pendahulu bangsa ini berani mengorbankan semuanya. Segala upaya dan daya juang dilakukan. Jalur senjata, diplomasi, dan organisasi dilaksanakan. Perjuangan politik mereka yang begitu bernas ditebus dengan nilai-nilai keberanian yang berangkat untuk tujuan bersama demi masyarakat luas Indonesia.
Dalam perang melawan Corona, kita pun wajib meneladani nilai keberanian. Berani berjuang. Berani berdonasi. Berani mematuhi protokol kesehatan. Berani menjaga jaga jarak. Dan paling urgen, berani menahan ego sektoral masing-masing.
Ketiga adalah kesatuan.Nilai kesatuan nampak dari semangat satu komando satu tujuan. Indonesia jika mau merdeka haru satu gerak nafas dengan satu tujuan bersama dan utama, yakni merdeka. Menentukan nasib sendiri, dan tak boleh disetir pihak lain.
Satu komando dan satu tujuan harus kita implementasikan dalam perang melawan Corona. Komando kita adalah pemerintah pusat, bukan partai politik, apalagi kelompok agama tertentu. Kita harus satu suara. Dari atas sama ke bawah harus sinkron.
Keempat adalah ketulusan.Para pendahulu kita melakukan semuanya atas dasar ketulusan. Bukan mengharap pamrih, jabatan, apalagi harta yang banyak. Semua mereka lakukan demi Indonesia bebas dari eksploitasi negara lain.
Nilai ketulusan sangat penting dalam perang melawan virus Corona. Kita sama-sama bergandengan tangan. Bangun kekuatan. Jangan ada yang mengambil keuntungan di tengah kesempitan. Semunya dilakukan untuk tujuan kemaslahatan bersama.
Nilai-nilai fundamental di atas membuahkan hasil pada peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928 serta mencapai masa klimaksnya pada Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Jika para pendahulu kita bisa keluar dari belenggu penjajahan berkat adanya kebangkitan nasional, hal yang sama akan kita raih juga. Dengan syarat kita berpegang kepada nilai kebersamaan, keberanian, kesatuan, dan ketulusan. Inilah Hari Kebangkitan Nasional keluar dari pendemi.