Lawan Adu Domba Dengan Aksi Nyata Untuk Rohingya

Lawan Adu Domba Dengan Aksi Nyata Untuk Rohingya

- in Narasi
1031
0

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” (Pembukaan UUD 1945 Alinea I)

Demikian bunyi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea pertama. Isi pembukaan UUD alinea pertama tersebut menunjukkan komitmen dan motivasi yang kuat bangsa Indonesia untuk bisa merdeka dan melawan segala penjajahan yang ada di dunia ini karena bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan nilai keadilan. Pesan konstitusi tersebut secara tidak langsung juga menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa Indonesia melawan keras terjadinya sebuah penjajahan di dunia, semua memiliki hak untuk merdeka dan melaksanakan kehidupan dengan tenang tanpa adanya tekanan dan kekerasan dari pihak manapun.

Dunia sedang digegerkan dengan kembali memanasnya kasus kekerasan yang terjadi pada etnis Rohingya di Myanmar. Hampir seluruh negara mengecam krisis kemanusiaan itu termasuk Indonesia. Gelombang demonstrasi penolakan terkait kekerasan yang terjadi pada etnis Rohingnya pun terjadi dimana-mana. Indonesia akhir-akhir ini juga beredar isu akan digelarnya aksi pengepungan disalah satu situs terbesar peninggalan Buddha di Indonesia yakni Candi Borobudur. Rencana tersebut akan dilakukan oleh beberapa Ormas yang ada di Jawa Tengah dan sekitarnya pada Jum’at 8 September 2017. Dilansir dari www.cnnindonesia.com hal tersebut tidak mendapatkan izin dari pihak Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah.

Kapolda Jawa Tengah Inspektur Jendral Polisi Condro Kirono, mengatakan, Candi Borobudur adalah tempat ibadah dan ritual dari ummat Buddha, sehingga keberadaannya sangat dilindungi oleh Pemerintah, Bangsa dan Negara. Selain itu Candi Borobudur juga merupakan situs yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia UNESCO sehingga menjadi objek vital yang harus dijaga, karena itulah Polda Jawa Tengah melarang massa menggelar aksi Rohingya di Borobudur.

Begitu terasa sentimen yang terjadi pada masyarakat Indonesia apalagi masalah agama yang tentunya sangat sensitif. Tragedi kekerasan yang terjadi di Myanmar seolah menjadi lahan yang empuk bagi pihak-pihak yang ingin mengusik kerukunan antar umat beragama di Indonesia dengan memberikan hasutan dan menebar kebencian terhadap umat Budhha yang ada di Indonesia. KH. Ma’ruf Amin selaku Ketua Umum Majlis Ulama Indonesia (MUI) dan sekaligus Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengatakan bahwa “Jangan benci Umat Buddha di Indonesia dengan Alasan Myanmar”.

Indonesia sangat menghargai keragaman dalam keagamaan dengan saling memberi ruang pada pemeluk agama untuk melaksanakan ibadah maupun ritual keagamaan menurut kepercayaan mereka sendiri. Bisa dibayangkan jika aksi tersebut tetap digelar betapa sakit hatinya masyarakat Budhha di Indonesia tempat suci mereka didemo hanya karena ada segelintir dari kelompok mereka melakukan kekerasan di negara lain.

Aksi-aksi demonstrasi nampaknya sudah menjadi barang yang biasa di Indonesia, mengingat Indonesia sebagai negara demokrasi yang melindungi kebebasan warganya dalam mengemukakan pendapat di muka umum. Sayangnya hal tersebut tidak murni penyampaian aspirasi dari masyarakat namun ada pihak-pihak yang bermain dibelakang aksi tersebut dengan maksud dan tujuan untuk mengadu domba antara satu dengan yang lain.

Ditambah lagi dengan banyak beredarnya foto dan berita palsu menambah catatan panjang sentimen antar umat beragama di dunia termasuk Indonesia. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang tertipu dan terhasut dengan foto dan berita yang kebenarannya masih dipertanyakan. Parahnya lagi hal tersebut langsung dipercaya begitu saja oleh masyarakat tanpa dikonfirmasikan terlebih dahulu kebenarannya.

Solidaritas Kemanusiaan

Aksi nyata perlu dilakukan secara langsung, bukan hanya sekedar aksi nyata untuk terjun di jalan-jalan namun lebih mengedepankan kecerdasan berfikir dan bertindak. Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dalam kasus ini. Dilansir dari situs resmi Kementerian Luar Negri www.kemlu.go.id, Menteri Luar Negri Republik Indonesia, Retno Marsudi bertolak ke Myanmar untuk bertemu dengan State Counsellor Myanmar Aung San Suu Kyi dan beberapa pejabat Myanmar lain. Perjalanan Menlu tersebut membawa amanah masyarakat Indonesia dan dunia, untuk membantu mengakhiri krisis kemanusiaan yang terjadi di Rakhine State Myanmar.

Hal tersebut menunjukkan bahawa pemerintah Indonesia tidak tinggal diam terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar. Upaya-upaya diplomasi dilakukan oleh pemerintah untuk dapat membantu mengakhiri krisisi kemanusiaan tersebut. Langkah pasti semacam itu juga harus ditiru oleh masyarakat Indonesia. Masyarakat harus mengedepankan kecerdasan dalam berfikir dalam menanggapi masalah seperti ini. Agar tidak mudah untuk di hasut dan diadu domba oleh segelintir kelompok yang menyerukan solidaritas namun menyisipkan kebencian didalamnya.

Dukungan moral dan material harus diwujudkan dengan aksi-aksi nyata oleh masyarakat Indonesia dengan memberikan do’a dan mengirim bantuan-bantuan kepada saudara kita yang sedang kesusahan di sana. Melakukan penggalangan dana dan mengumpulkan baju-baju yang masih layak pakai untuk membantu meringankan beban saudara kita di sana sangat dibutuhkan daripada aksi turun jalan yang hanya memberikan penolakan dan malah memupuk kebencian.

Solidaritas yang tulus harus diwujudkan dengan hal-hal yang tulus dari hati oleh masyarakat Indonesia. Menyampingkan kepetingan pribadi demi membantu mewujudkan kepentingan umum merupakan sikap yang telah diwariskan oleh para penjuang kemerdekaan bangsa ini, seperti apa yang pernah ditulis oleh Semaoen 1920 dalam karyanya yang berjudul “Hikayat Kadiroen : Seorang manusia yang membela kepentingan beribu-ribu manusia, seharusnya memang melupakan kepentingan mereka sendiri. Dan siapa yang melupakan kepentingan diri sendiri itu tentu tidak takut apa-apa lagi.” (Semaoen 1920).

Facebook Comments