Melawan Hoax itu Jihad!

Melawan Hoax itu Jihad!

- in Narasi
1047
1
Melawan Hoax itu Jihad!

Saya termasuk orang yang sangat jengah sekali dengan persebaran hoax di negeri ini. Betapa tidak, hampir semua platform media sosial macam Facebook, Twitter, Instagram dan aplikasi pesan seperti Whatsaap, Line, Telegram menjadi tempat tumbuh suburnya hoax.

Hoax yang berlalu lalang di medsos dan aplikasi pesan itu pun beragam. Tapi yang paling banyak soal politik. Ini bukan asal-salan. Hal itu berdasarkan survei yang dilakukan oleh Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (Mastel) tahun 2017 soal Wabah Hoax Nasional. Dalam survei itu, Mastel menemukan fakta bahwa hoax yang paling sering diterima oleh masyarakat adalah soal politik sebesar 91.80%.

Masih dari survei yang sama, Mastel juga menemukan bahwa hoax yang sering beredar di publik adalah dalam bentuk tulisan, lalu disusul gambar (meme) baru video. Tentu saja pembuat dan penyebar hoax tidak asal-asalan memperbanyak hoax dalam bentuk tulisan dibanding dalam bentuk lainnya. Mereka tahu bahwa masyarakat Indonesia memiliki minat baca yang rendah sekali. Ini juga bukan asal-asalan. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Fakta itulah yang membuat para produsen hoax memperbanyak hoax dalam bentuk tulisan dengan judul yang bombastis. Sekali dilempar, tulisan hoax itu akan disebar oleh banyak orang ke medsos dan aplikasi pesan, bahkan orang yang belum membaca isi tulisan itu pun ikut menyebarkan. Miris bukan?

Ancam Persatuan Bangsa

Hoax yang beredar itu tentu saja berdampak negatif bagi masyarakat di negeri ini. Lebih jauh lagi, hoax bisa mengancam persatuan dan kesatuan NKRI. Hoax bisa membuat satu kelompok berseteru dengan kelompok lain, suku satu dengan suku lainnya dan seterusnya. Bayangkan saja, Indonesia ini terdiri atas ratusan suku. Jika terjadi pertikaian di antara mereka, hanya gara-gara hoax, maka bisa rubuhlah sila ketiga dari Pancasila, Persatuan Indonesia.

Baca juga :Hoax Free Day: Menumpas Hoax dengan Gerakan Connect

Tentu saja, saya dan seluruh anak bangsa tidak pernah ingin ada pertikaian apalagi perang saudara terjadi di negeri ini. Karena seperti kata Bung Karno, perang melawan saudara itu jauh lebih berat daripada perang melawan penjajah. Sebelum terlambat, seluruh elemen bangsa ini harus giat berjuag dan bergerak bersama melawan hoax. Semua harus bahu membahu menghadang persebaran hoax yang kian masif.

Saring sebelum Sharing

Pertama yang harus kita lakukan adalah mengedukasi orang-orang terdekat di lingkungan kita. Tanamkan pemahaman saring sebelum sharing. Artinya, ketika mendapatkan informasi apa pun itu, perlu disaring terlebih dahulu. Setiap Informasi yang datang, perlu dicek dulu kebenarannya. Cara mengecek kebenaran sebuah informasi tentu sangat mudah di era digital seperti ini. Jika informasi tersebut benar dan bermanfaat, baru dibagikan. Kalau tidak bermanfaat dan cenderung membawa mudlarat yang besar, maka dihapus saja. Jika dulu ada pepatah mulutmu harimaumu, maka sekarang pepatah itu bisa diganti jempolmu harimaumu!.

Mengecek setiap informasi yang datang juga merupakan perintah al-Aqur’an. Cek Surat Al Hujurat Ayat 6 yang memiliki arti “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. Intinya, ojo kagetan, ojo gumunan (jangan mudah terkejut, jangan mudah heran).

Kedua, menularkan virus membaca kepada masyarakat. Ini penting, karena salah satu faktor beredarnya kabar hoax dengan cepat di masyarakat adalah karena minimnya tingkat baca di masyarakat. Saya rasa, cara kelurahan-kelurahan di Yogyakarta, yang menyediakan koran gratis di dinding baca di setiap kelurahan perlu ditiru. Itu langkah kongkrit untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Selain itu, tentu saja perlu kerja keras. Misalnya dengan membangun Taman Baca Masyarakat dengan aneka ragam jenis buku. Yang terakhir, tentu butuh biaya besar tapi manfaatnya bisa panjang.

Membaca adalah jendela ilmu. Bahkan wahyu pertama yang turun dalam Islam adalah soal perintah membaca. Iqra! Bukan perintah yang lain. Jawabannya tentu saja, karena aktivitas membaca memiliki manfaat yang besar sekali bagi manusia, khususnya bagi umat Islam. Dengan banyak membaca, pikiran akan terbuka dan tidak mudah terprovokasi oleh kabar-kabar hoax yang datang bertubi-tubi.

Ketiga, militan! Ya tanpa militansi yang hebat, dua cara itu tidak akan berjalan. Para produsen hoax itu sangat militan sekali dalam memproduksi dan menyebarkan konten-konten hoax. Lantas, mengapa kita juga tidak militan dalam melawannya? Percayalah bahwa melawan hoax yang bergerak masif mengancam persatuan bangsa itu juga salah satu bentuk dari jihad! karena jika terjadi perang akibat hoax, maka akibat yang ditimbulkan dari perang akan sangat buruk.

Mari kawan, dimanapun kalian berada, darimanapun kalian berasal, jangan diam saja melihat hoax berseliweran di medsos dan aplikasi chating. Seperti kata Gus Mus, sing waras ojo ngalah! NKRI Harga Mati!

Facebook Comments