Prinsip Dar’ul Mafasid Muqaddamun ‘ala Jalbil Masalih, yang secara sederhana berarti “menghindari kerusakan lebih didahulukan daripada meraih manfaat,” bukan hanya sekadar kaidah dalam fiqh Islam, tetapi juga sebuah pedoman hidup yang dapat diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam kebijakan negara dan hubungan internasional. Dalam konteks Indonesia, prinsip ini dapat menjaga stabilitas nasional dan berperan dalam usaha menciptakan perdamaian dunia, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), terutama pada alinea ke-4 Pembukaan yang menegaskan komitmen Indonesia untuk menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Ketika Indonesia berbicara mengenai perdamaian dunia, kita berbicara bukan hanya tentang menjaga kedamaian di dalam negeri, tetapi juga tentang bagaimana Indonesia berperan aktif dalam membangun stabilitas dan solidaritas global. Tentu, dalam perjalanan menuju tujuan tersebut, Indonesia harus menjaga kestabilan dalam negeri agar mampu berkontribusi secara positif di arena internasional. Prinsip Dar’ul Mafasid Muqaddamun ‘ala Jalbil Masalih memberikan panduan dalam mengelola kepentingan nasional dan internasional dengan menghindari kerusakan yang lebih besar daripada sekadar mengejar manfaat jangka pendek.
Sebagai negara yang telah merdeka dan berdaulat, Indonesia memiliki komitmen yang tegas untuk menciptakan perdamaian dunia. Hal ini tercermin dengan jelas dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, yang menyatakan tujuan negara Indonesia untuk ikut serta dalam menciptakan perdamaian abadi dan keadilan sosial di dunia. Negara ini memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk memastikan bahwa dunia dapat hidup dalam harmoni, bebas dari konflik yang disebabkan oleh ketidakadilan dan ketimpangan.
Dalam realisasinya, Indonesia menjalankan prinsip ini melalui kebijakan luar negeri yang bebas dan aktif, di mana negara ini tidak terikat pada kekuatan atau blok mana pun, tetapi lebih memilih untuk berkontribusi pada stabilitas global dengan cara yang konstruktif. Melalui keanggotaan Indonesia di PBB dan ASEAN, serta misi perdamaian yang dijalankan, Indonesia tidak hanya menjaga kepentingan nasional, tetapi juga aktif dalam menciptakan dunia yang lebih adil dan damai. Ini bukan sekadar retorika, melainkan bagian dari komitmen nyata untuk menanggulangi permasalahan dunia yang bisa berimbas pada keamanan internasional.
Namun, dalam menjalankan misi ini, tantangan terbesar adalah munculnya paham-paham destruktif yang mengancam perdamaian dan stabilitas global. Intoleransi, ekstremisme, dan terorisme adalah beberapa contoh dari ancaman yang dapat menggoyahkan landasan perdamaian yang sudah dibangun. Jika paham-paham tersebut dibiarkan tumbuh dan berkembang, maka tujuan Indonesia untuk mewujudkan perdamaian dunia yang abadi akan sangat sulit tercapai.
Prinsip Dar’ul Mafasid Muqaddamun ‘ala Jalbil Masalih dalam konteks hubungan internasional, mengajarkan kita untuk menghindari kerusakan yang lebih besar, bahkan jika itu berarti mengorbankan beberapa manfaat jangka pendek. Sebagai contoh, dalam menghadapi potensi konflik internasional, Indonesia harus berhati-hati dalam setiap keputusan diplomatiknya, memastikan bahwa keputusan tersebut tidak menyebabkan kerusakan lebih lanjut, baik bagi Indonesia maupun negara-negara lain. Negara harus menilai dengan cermat apakah keputusan tersebut dapat memperburuk ketegangan atau justru dapat meredakan konflik.
Kebijakan luar negeri yang bebas-aktif Indonesia menuntut pemahaman bahwa tidak semua manfaat bisa diperoleh tanpa dampak buruk yang lebih besar. Kadang, untuk mencapai tujuan tertentu, negara harus menunda atau mengubah arah kebijakannya untuk menghindari kerusakan yang lebih besar di masa depan. Inilah yang menjadi alasan mengapa Indonesia selalu berusaha untuk menjaga netralitas dalam beberapa konflik internasional dan lebih memilih jalur diplomasi untuk menyelesaikan permasalahan. Dengan demikian, prinsip Dar’ul Mafasid Muqaddamun ‘ala Jalbil Masalih mengingatkan Indonesia untuk selalu berpikir jangka panjang dalam menjalankan diplomasi dan menjaga perdamaian dunia.
Paham intoleransi dan ekstremisme merupakan ancaman nyata terhadap perdamaian dunia. Kedua paham ini tidak hanya merusak hubungan antar negara, tetapi juga menghancurkan tatanan sosial dan kemanusiaan. Di Indonesia, yang merupakan negara dengan keberagaman agama, budaya, dan suku, paham-paham destruktif ini dapat sangat mengganggu persatuan bangsa. Oleh karena itu, upaya untuk melawan intoleransi dan ekstremisme harus menjadi bagian dari komitmen nasional Indonesia untuk mewujudkan perdamaian dunia.
Prinsip Dar’ul Mafasid Muqaddamun ‘ala Jalbil Masalih mengajarkan bahwa untuk mencapai manfaat yang lebih besar dalam perdamaian dan keadilan sosial kerusakan yang lebih besar seperti intoleransi dan ekstremisme harus segera diatasi. Keberagaman di Indonesia bukanlah sumber konflik, melainkan kekayaan yang harus dilindungi. Implementasi nilai-nilai Pancasila, khususnya sila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” serta “Persatuan Indonesia,” menjadi instrumen utama dalam membentengi masyarakat Indonesia dari paham-paham yang dapat merusak tatanan sosial. Dalam hal ini, negara bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap warganya dapat hidup dengan aman dan damai, terlepas dari perbedaan yang ada.
Sebagai dasar negara, Pancasila memiliki peran penting dalam membentuk karakter bangsa yang kuat dan menjaga keharmonisan sosial. Sila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” menegaskan pentingnya penghormatan terhadap hak asasi manusia, sedangkan sila “Persatuan Indonesia” menekankan pentingnya menjaga kesatuan dan persatuan bangsa. Dengan mewujudkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari, Indonesia dapat memperkokoh pondasi perdamaian dan menanggulangi ancaman yang dapat merusak keharmonisan sosial.
Namun, tantangan terbesar Indonesia dalam konteks global adalah bagaimana menghadapi paham-paham yang ingin memecah belah dunia, baik itu dalam bentuk terorisme, radikalisasi, maupun intoleransi. Untuk itu, Indonesia harus terus menguatkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan, kebijakan publik, dan kehidupan sosial. Hanya dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan persatuan, kita dapat membentengi negara ini dari paham-paham destruktif dan menjaga kedamaian dunia.
Prinsip Dar’ul Mafasid Muqaddamun ‘ala Jalbil Masalih relevan dalam konteks Indonesia, terutama ketika kita berbicara mengenai perdamaian dunia dan peran aktif Indonesia dalam menjaga stabilitas global. Dengan menjadikan prinsip ini sebagai pedoman, Indonesia dapat memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil, baik dalam kebijakan luar negeri maupun kebijakan domestik, tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek, tetapi juga menjaga agar kerusakan yang lebih besar dapat dihindari. Mewujudkan perdamaian dunia bukan hanya soal mengatasi konflik, tetapi juga melawan paham-paham destruktif yang dapat mengancam keharmonisan dan kestabilan. Dalam hal ini, Indonesia harus terus menjaga dan memperkuat nilai-nilai Pancasila sebagai benteng perdamaian dunia yang abadi.