Membentengi Remaja dari Bahaya Propaganda

Membentengi Remaja dari Bahaya Propaganda

- in Narasi
1616
0

Aksi Lone Wolf kembali terjadi. Kali ini dilakukan seorang remaja berusia 22 tahun di Cikokol Tangerang Banten. Diberitakan, pelaku berinisial SA itu menyerang secara membabi buta menggunakan golok serta melempar sumbu menyerupai bahan peledak ke pos polisi Cikokol pada Kamis (20/10) pagi. Akibat aksi brutal tersebut, tiga polisi terluka di bagian dada dan punggung (tempo.co).

Lagi-lagi kita melihat seorang remaja telah termakan hasutan kelompok radikal sehingga berani melakukan aksi nekat dan membahayakan. Jika diingat, beberapa kejadian terorisme di Indonesia banyak yang dikategorikan Lone Wolf, di mana pelaku melakukan aksi teror seorang diri. Tercatat, di tahun 2016 ini sudah ada tiga teror Lone Wolf yang terjadi. Mulai di Mapolresta Solo jelang Idul Fitri, pada Agustus di Gereja Santo Joseph Medan, dan terakhir kita kembali dikejutkan dengan aksi serupa yang terjadi di Cikokol Tangerang.

Kabarnya, remaja berinisial SA pelaku penyerangan petugas kepolisian tersebut telah dibaiat kelompok radikal ISIS melalui dunia maya. Di sini kita disadarkan pada kuatnya pengaruh dunia maya. Terbukti, kelompok radikal telah berhasil memanfaatkan dunia maya untuk kepentingan mereka. Terlebih, mereka membidik kalangan remaja yang paling banyak menggunakan internet. Konten-konten digital, berupa tulisan, gambar, maupun video, telah dirancang sedemikian rupa untuk menghasut dan mengambil simpati kita agar tertarik dengan gerakan mereka.

Internet juga telah memudahkan kelompok radikal untuk berkoordinasi, membentuk jaringan, dan bahkan melakukan rekrutmen. Di samping itu, mereka gencar menyebarkan berita dan propaganda yang cenderung membenarkan setiap aksi kekerasan yang telah mereka lakukan. Di sini kita melihat ancaman serius yang bisa ditimbulkan kelompok radikal dari dunia maya. Apa yang hendak penulis ungkapkan adalah perihal sikap kita, terutama remaja dalam menyikapi narasi propaganda yang beterbaran di dunia maya usai kejadian teror terjadi.

Menyikapi propaganda dunia maya dari kelompok radikal, kita perlu kewaspadaan ekstra karena pola pergerakan yang masif dan sulit dilacak. Tentu, pemerintah melalui pihak keamanan dan pihak terkait harus terus mengupayakan langkah-langkah nyata yang bisa meredam perkembangan kelompok radikal dari dunia maya. Di samping itu, kita, terutama remaja, dituntut bisa membentengi diri agar terhindar dari pengaruh buruk propaganda tersebut. Menurut penulis ada beberapa hal yang penting diperhatikan para remaja terkait upaya membentengi diri dari pengaruh propaganda radikal tersebut.

Pertama dan paling mendasar, membekali diri dengan pengetahuan agama. Remaja mesti memiliki semangat memperdalam ilmu agama agar tak mudah goyah dengan hasutan kelompok radikal—yang sering menggunakan agama sebagai kendaraan. Kita sepakat, kedalaman ilmu menjadi hal paling mendasar yang menentukan reaksi seseorang ketika dihadapkan pada suatu gagasan tertentu; apakah akan menolaknya atau menerima dan mengikutinya. Ketika orang memiliki kedalaman ilmu agama, ia akan semakin hati-hati dan tak mudah terpengaruh. Sebaliknya, semakin dangkal pemahaman agama, ia akan semakin mudah terpengaruh dengan hasutan, sugesti, dan berbagai bentuk indoktrinasi.

Kedua, adalah pentingnya kemampuan mengidentifikasi setiap isu, berita, dan berbagai konten di internet. Propaganda terorisme di dunia maya memiliki pola-pola khusus. Sebagaimana diungkapkan dalam editorial jalandamai (24/10), salah satu pola propaganda media radikal adalah apabila satu aksi berhasil menciptakan kekacauan atau menelan korban, propaganda akan mengarah pada sanjungan dan dukungan, dan penuh nuansa kesyahidan yang didengungkan. Tapi bila aksi gagal, yang muncul adalah penyangkalan dengan dalih fitnah atau pengalihan isu.

Melihat pola tersebut, kita kemudian bisa mulai mengidentifikasi media atau situs mana saja yang patut diwaspadai. Dengan bekal pemahaman ini, kita bisa mulai mencermati berbagai framing (pembingkaian) suatu kejadian dalam berita yang dilakukan media-media online. Dari sana, diharapkan remaja bisa membedakan mana media yang layak dipercaya dan mana media yang sebaiknya diabaikan. Terkait dengan identifikasi ini, menjadi penting bagi para remaja untuk memahami kriteria berita yang benar. Tujuannya, bekal pemahaman tersebut membuat kita lebih kritis dalam mengkonsumsi setiap berita maupun berbagai konten di dunia maya—yang bisa jadi merupakan bagian dari propaganda kelompok terorisme.

Kita tahu, ciri berita yang baik adalah adanya obyektifitas (tidak mencampuradukkan realitas dengan opini penulis sendiri), keakuratan, aktual, dll. Berbagai karakter berita yang baik tersebut bisa dijadikan pedoman untuk menganalisis setiap konten, baik yang bersifat berita, maupun yang bersifat opini atau gagasan di dunia maya. Misalnya, salah satu ciri berita yang baik adalah berimbang (balance), tak condong pada pihak tertentu. Selain itu, berita yang baik tak menghasut dan memojokkan pihak tertentu. Maka, ketika mendapati suatu berita atau artikel yang cenderung mengarah pada hal tersebut, kita mesti mewaspadai dengan melakukan pencarian informasi lebih jauh agar mendapatkan informasi yang lebih komprehensif dan kita memiliki gambaran yang lebih luas dalam memandang suatu kejadian.

Ketiga, yang penting dilakukan agar terhindar dari pengaruh propaganda radikal di dunia maya adalah dengan aktif mengunjungi situs-situs yang menyuarakan toleransi, keberagaman, dan perdamaian. Dari sana kita akan mendapat asupan pemikiran yang jernih yang membuat kita berpengetahuan luas, toleran, memiliki kedewasaan berpikir dan lebih jauh dalam beragama. Dengan begitu, seseorang tak akan mudah terpengaruh dengan hasutan dan propaganda yang disebarkan kelompok radikal.

Facebook Comments