Membongkar Narasi Jihad Terorisme

Membongkar Narasi Jihad Terorisme

- in Pustaka
3793
0

Judul : Tafsir Jihad, Menyingkap Tabir Fenomena Terorisme Global

Penulis : Zulfi Mubaraq

Penerbit : UIN Maliki Press

Cetakan : 2011

Halaman : 379

ISBN : 978-602-958-351-9

Memahami jihad membutuhkan pemaknaan mendalam dan menyeluruh. Sebab, pemahaman konsep jihad masih menimbulkan berbagai kontroversi. Dewasa ini, jihad sebagai konsep sering diperdebatkan dalam media massa dan literatur akademis, baik di Timur maupun di Barat. Isu yang sangat sensitif saat ini ialah ketika seruan untuk berjihad dikaitkan dengan tindak terorisme. Mulai dari bom bunuh diri, kekerasan atas nama agama. Namun gagasan mengenai jihad dalam tradisi Islam, tidak dapat direduksi menjadi tindakan seperti itu. Hal ini dikarenakan banyak orang muslim yang justru mengutuk tindakan mereka berdasarkan tradisi Islam dan apa yang mereka lakukan tidak ada hubungannya dengan persyaratan jihad yang lebih luas, yaitu perjuangan di jalan Tuhan. (halaman 1-3).

Buku ini hadir mengkaji tentang kontroversi tafsir jihad dalam pandangan pemahaman trio bom Bali I yaitu Amrozi, Ali Gufron dan Imam Samudra. Dalam buku ini penulis buku juga mengulas secara rinci ideologi terorisme, doktrin jihad, serta melakukan reintreptasi ulang terhadap makna jihad.

Seperti pemahaman jihad dalam pandangan Ali Ghufron (salah satu Trio Bom Bali I) sebagai berikut; jihad memiliki dua definisi baik secara etimologi dan terminologi. Secara etimologi jihad berasal dari kata jahada-yujahidu-jihaddan ialah berjuang dengan serius mencurahkan segala kemampuan kekuatan untuk mencapai tujuan yang dicintai dan mengelak sesuatu yang dibenci. Secara terminologi jihad dikaitkan dengan fi sabil Allah, berarti memerangi kaum kafir yang tidak ada ikatan perjanjian dan memerangi umat Islam untuk tujuan menegakkan kalimat Allah. Dalam hal ini Ali Ghufron berkeyakinan bahwa yang dia lakukan adalah bentuk jihad, walaupun dia dan kawannya terlibat bom Bali dan dijuluki teroris, namun dia tetap bangga dengan gelar itu. Kesimpulannya, setiap jihad yang bentuknya mutlak adalah berarti perang. (halaman 12-15).

Makanya penulis buku ini juga melakukan reintrepretasi ulang makna jihad (perang) dengan memperhatikan sisi sosiohistoris dan spirit al-Qur’an. Seperti ayat-ayat al-Qur’an yang sering disalahpahami kelompok radikalisme-terorisme. Yaitu surat al-Baqarah: 190, konteks ayat ini bukan berarti perang secara liar dan membabi buta. Melainkan hanya diperintahkan untuk memerangi kafir yang memang dengan jelas memerangi umat Islam. Sehingga ayat ini tidak bisa digunakan sebagai legitimasi memerangi kafir secara mutlak. Karena jika ditinjau dari asbab nuzulnya jelas ayat ini ialah ketika Nabi melakukan perjalanan haji ke Makkah, lalu orang Quraisy menahannya di tanah Hudaybiyah. Terjadilah perjanjian keduanya, tetapi diingkari juga oleh kafir Quraisy, nah dalam kondisi terancam seperti ini umat Islam diperbolehkan berperang. (halaman 293).

Dalam surat al-Baqarah: 193, konteks asbab nuzulnya ayat ini, penulis buku dengan mengutip pendapat Ibn kathir bahwa orang muslim disuruh memerangi kafir sampai tidak ada fitnah mengenai orang muslim. Wujud nyata fitnah itu adalah perlakuan kejam kafir Makkah terhadap Nabi, dan sampai terjadi pemboikotan yang dilakukan Abu Jahal terhadap Nabi. Sehingga makna perangilah itu tidak mutlak dalam semua kondisi, namun hanya saat umat Islam di bawah ancaman kafir. Jika kondisi aman, maka ini tidak bisa dipakai sebagai legitimasi perang atau menebar teror dengan siapapun (hal 299).

Bahkan menurut Quraisy Shihab, beliau menyatakan makna jihad yang sebenarnya sebagai berikut; pertama, ayat-ayat yang menggunakan kata “jihad” harus dibedakan dengan ayat yang menggunakan kata “qital”. Qital itu perang dengan menggunakan senjata. Uqtulu itu membunuh, namun tidak harus menggunakan senjata. Kedua, ayat yang memerintahkan untuk memerangi itu berbunyi “perangilah orang yang sedang memerangi kamu”, dan “perangilah di manapun mereka kau jumpai”, agar diperhatikan dan tidak boleh dicampur adukkan makna jihad sebagai sebuah upaya yang sungguh-sungguh di berbagai bidang, dengan perintah jihad dengan perang di Jalan Allah. Apalagi dalam al-Qur’an perlu digaris bawahi bahwa tabi’at orang muslim adalah enggan berperang, sesuai dengan surat al-Baqarah ayat 216.

Bahkan Quraisy Shihab menilai pelaku bom Bali, terlalu bersemangat berjihad, namun lemah pengetahuan agamanya, kususnya ilmu tafsir. Hal yang tidak boleh dilupakan adalah prinsip agama adalah kasih sayang seluruh alam dan toleran dengan yang lain. Semangat jihad yang menggebu-gebu, dengan melupakan prinsip-prinsip yang lain, maka orang tersebut gagal dalam berjihad menghadapi nafsunya sendiri, sehingga itu bukan jihad, dan matinya-pun bukan mati jihad di jalan Allah, namun di jalan nafsu. (halaman 345-346). Sehingga jihad yang terbesar bagi kita sekarang ialah memerangi hawa nafsu, dengan begitu kita mampu berjihad untuk serius belajar dan membangun bangsa dengan spirit nasionalisme.

Membaca buku ini kita akan disajikan makna jihad dalam pandangan kelompok radikalisme-terorisme, antara lain trio bom Bali I. Serta disajikan kontra narasi propagandanya dengan sangat ilmiah dan analisis yang menukik. Sehingga narasi jihad kelompok radikalisme-terorisme yang salah satunya dibangun oleh trio bom Bali I, dalam buku ini bisa dipatahkan. Sebab esensi jihad itu bukan dengan pedang, atau bahkan aksi teror yang sangat kejam. Spirit Islam ialah agama rahmat bagi sekalian alam. Sehingga wujud nyata jihad kita sekarang ialah mengisi kemerdekaan, dengan mencerdaskan segenap pemuda Indonesia untuk selalu cinta NKRI. Dengan begitu rasa nasionalisme kita akan kokoh, otomatis embrio radikalisme akan punah.

Facebook Comments