Mencerdaskan Anak Bangsa dengan Gagasan, Bukan Umpatan

Mencerdaskan Anak Bangsa dengan Gagasan, Bukan Umpatan

- in Narasi
502
0
Mencerdaskan Anak Bangsa dengan Gagasan, Bukan Umpatan

Seorang filusuf berkeliling di tengah keramaian. Ia mengajak berdialog, berdiskusi, dan berefleksi agar mendorong masyarakat berpikir secara kritis dan mencapai pemahaman yang lebih dalam. Ia tidak merasa lebih pintar dari yang lain, tetapi ia hanya memerankan diri sebagai bidan yang melahirkan pikiran seseorang dalam dirinya. Ia membantu orang lain melahirkan pikiran dari pemahaman mereka sendiri.

Salah satu kutipan yang menggambarkan pesona kearifan sang filusuf adalah : “satu-satunya pengetahuan yang saya miliki adalah bahwa saya tidak tahu apa-apa”. Kutipan ini sering diatribusikan kepada seorang filusuf bernama Sokrates. Pendekatannya yang rendah hati, kritis dan penuh kearifan menyadari keterbatasan pengetahuannya dan selalu belajar melalui dialog dan refleksi.

Mengajak orang berpikir adalah cara untuk mencerdaskan masyarakat. Mengajak masyarakat untuk tidak berpuas diri dengan pengetahuan yang dimiliki saat ini dan menemukan inkonsistensi pandangan dan argumen untuk memperjelas pemikiran yang jernih. Ia percaya setiap orang akan melahirkan pemikiran yang jernih dengan cara berpikir melampaui pandangan dan pengalamannya.

Mengajak orang berpikir cerdas tetap melandasi diri pada etika, kesantunan dan keterbukaan. Tidak merendahkan orang lain dan menjaga rasa saling menghormati. Seorang yang berakal budi akan menjaga rasa hormat terhadap orang lain. Tentu saja ia menghindari sikap merendahkan apalagi menghina. Fokus utama adalah membangun daya pikir kritis yang mencerdaskan.

Apa yang kemudian lahir adalah berbagai gagasan, pemikiran dan ide, bukan tentang umpatan, hinaan, dan makian. Terkadang butuh kata-kata yang tajam untuk mendobrak pemikiran yang kaku. Tetapi, tajam bukan berarti melukai hati. Tajam merobek selaput pemikiran yang tertutup karena pikiran irasional.

Sekedar Sensasi, Bukan Subtansi

Pertanyaan untuk kita agar menjadi lebih cerdas adalah bagaimana mencerdaskan masyarakat saat ini?

Masyarakat memang harus diajak untuk selalu berpikir kritis. Mengajak mereka pada dialog-dialog terbuka yang reflektif dengan bahasa- bahasa lugas yang berkeadaban. Kita perlu berbicara dengan bahasa mereka, dalam arti kesesuaian pikiran dan kultur yang berlaku.

Dalam konteks inilah, mencerdaskan masyarakat tidak serta menghalalkan segala cara. Bukan berarti memandang orang lain bodoh, dungu dan atribut lainnya yang secara kultural akan memunculkan resistensi di beberapa kelompok. Sekali lagi kearifan dan rendah diri untuk mengajak orang berpikir menjadi penting.

Terkadang kita terlalu menikmati sensasi, bukan subtansi yang sebenarnya. Istilah yang digunakan hanya menggugah reaksi emosi, tetapi bukan refleksi pemikiran yang mengajak berpikir jernih. Terlalu sibuk mengejar popularitas, dari pada kualitas yang disampaikan.

Jika demikian, kita hanya menjadi badut yang ditanggap untuk memainkan kata-kata yang menghibur. Bukan kata-kata yang menembus pikiran orang untuk berpikir jernih dan kritis. Seolah kita diundang untuk menghibur dengan makian dan hinaan yang menyenangkan kelompok tertentu, bukan mencerdaskan masyarakat.

Kembali pada tugas mencerdaskan masyarakat. Ada tanggungjawab sosial dan moral para cendikiawan untuk mengajak masyarakat berpikir kritis, cerdas dan beradab. Bukan melulu tentang popularitas dan sensasi di media. Mencerdaskan anak bangsa harus dimulai dari kearifan akal budi seseorang untuk mengajak masyarakat melahirkan pemikirannya sendiri.

Facebook Comments