Mengambil Spirit Harkitnas Dan Perang Badar Untuk Bangkit Melawan Pandemi

Mengambil Spirit Harkitnas Dan Perang Badar Untuk Bangkit Melawan Pandemi

- in Narasi
1946
0
Mengambil Spirit Harkitnas Dan Perang Badar Untuk Bangkit Melawan Pandemi

Harkitnas Dan Perang Badar

Hari Kebangkitan Nasional atau yang disingkat dengan HARKITNAS yang jatuh pada tanggal 20 Mei setiap tahunnya kali ini bertepatan dengan ibadah Ramadhan 1441 H. HARKITNAS pertama kali diperingati pada era pemerintahan Presiden Soekarno di Yogyakarta pada tahun 1948. Dalam pidatonya saat itu, Presiden Soekarno mengajak seluruh rakyat Indonesia yang telah terpecah belah oleh kepentingan politik agar bersatu untuk melawan penjajahan Belanda. Peristiwa HARKITNAS ini sangat penting dalam sejarah Indonesia. Sejarah telah mencatat bahwa kemerdekaan Indonesia salah satunya dapat diraih dengan bersatu. Hingga kemudian memuculkan istilah “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”.

Sejarah telah mencatat bahwa kemerdekaan Republik Indonesia diraih bukan atas nama ras, agama atau partai tertentu, melainkan diraih atas nama rakyat Indonesia yang berbeda-beda suku, agama, budaya, bahasa namun tetap satu tujuan, yaitu tercapainya kemerdekaan. Inilah yang disebut Bhineka Tunggal Eka. Rasanya mustahil Indonesia saat itu dapat merdeka tanpa adanya persatuan rakyat Indonesia. Peringatan HARKITNAS mengingatkan Kembali kepada kita pentingnya persatuan untuk bangkit dari keterpurukan. Karena hanya dengan bersatu masyarakat Indonesia dengan perlengkapan perang seadanya waktu itu mampu melawan dan mengusir penjajah. Bersatu adalah senjata ampuh untuk memenangkan peperangan.

Demikian pula dengan kemenangan pasukan kaum Muslim dalam Perang Badar yang juga terjadi pada bulan Ramadhan. Perang Badar adalah peperangan antara kaum Muslim dengan kaum Kafir Quraisy yang dipimpin oleh Abu jahal alias Amr bin Hiyam. Perang Badar terjadi pada pertengahan bulan Ramadhan, tepatnya tanggal 17 Ramadhan 2 H atau bertepatan dengan tanggal 13 Maret 624 M. Perang Badar adalah pertempuran besar pertama antara umat Islam melawan kaum penyembah berhala Quraisy dari Makkah. Disebut dengan Perang Badar karena merujuk pada lokasi pertempuran tersebut yang terjadi di Kota Badar. Kota Badar adalah suatu kota yang terletak di provinsi Madinah, Arab Saudi bagian barat.

Baca Juga : Ramadan, Nasionalisme dan Covid-19

Apa yang istimewa dari Perang Badar? Perang Badar dikenal dengan kemenangan pasukan kaum Muslim yang mengguncang dan mencengangkan dunia Arab pada masa itu. Karena jumlah pasukan kaum Muslim yang minoritas mampu mengalahkan pasukan Kafir Makkah pimpinan Abu Jahal yang jumlahnya mayoritas. Sejarah mencatat bahwa kaum Muslim pada waktu itu hanya berjumlah 313 pasukan, dengan rincian 8 senjata pedang, 70 unta, dan 2 ekor kuda. Coba bandingkan dengan pasukan Kafir Quraisy yang mencapai lebih dari 1000 pasukan.

Bahkan sebagian sumber ada yang menyebut jumlah pasukan Kafir Quraisy pada saat itu mencapai 1300 pasukan dengan rincian 600 diantaranya pasukan berbaju besi, ada juga yang menyebut 600 pedang, 300 ekor kuda dan 700 ekor unta. Jelas, dilihat dari segi kekuatan kedua belah pihak, ini adalah peperangan yang tidak seimbang. Namun fakta di lapangan berbicara lain. Pasukan kaum Muslim berhasil memenangkan peperangan dahsyat ini. Saya menyebutnya kemenangan minoritas vs mayoritas.

Mengapa pasukan kaum Muslim bisa mengalahkan pasukan kaum Kafir yang jumlahnya tiga kali lipat lebih besar? Dalam buku In the Footsteps of the Prophet: Lessons from the Life of Muhammad karya Thariq Ramadan (2007) dijelaskan bahwa kunci kemenangan pasukan kaum Muslim dalam Perang badar terletak pada penerapan strategi tetap bersatu, merapat dan tidak terpisah satu sama lain. Atau dalam bahasa sederhananya adalah “kompak”. Sedangkan pasukan Kafir Quraisy sebaliknya, mereka bertempur dengan menerapkan stategi menempatkan pasukan sebagai unit-unit yang terpisah sesuai dengan kabilah-kabilahnya. Sehingga seolah-olah masing-masing unit pasukan bergerak sendiri-sendiri alias tidak kompak. Pasukan Kafir terlihat carut marut dan tercerai berai. Inilah yang menyebabkan pasukan kaum Muslim dengan mudah memukul mundur pasukan Kafir Quraisy.

Bangkit, Bersatu, Rapatkan Barisan dan Patuhi Aturan

Ada satu kesamaan dari HARKITNAS dan Perang Badar, yaitu bersatu dalam mewujdukan kemenangan. HARKITNAS adalah wujud kebangkitan nasional untuk mengalahkan dan mengusir penjajah dari tanah air guna tercapainya kemerdekaan Republik Indonesia. Sedangkan Perang Badar adalah peperangan untuk mengembalikan kewibawaan dan hak-hak kaum Muslim yang pada saat itu ditindas dan hartanya dirampas oleh kaum Kafir Quraish. Kunci kemengan dalam dua peristiwa penting dan bersejarah itu adalah persatuan. Untuk memperoleh kemenangan melawan musuh tidak bisa diraih dengan pasukan yang terpecah belah atau cercerai berai. Untuk mewujudkan kemenangan setiap pasukan harus kompak bersatu dalam melawan musuh. Itulah cermin dari HAKITNAS dan Perang Badar.

Spirit dan nilai-nilai fundamental dari dua peristiwa penting dan persejarah tersebut mestinya bisa kita ambil dalam memerangi wabah yang tengah melanda negeri kita tercinta ini. Dua bulan lebih kita perang melawan pandemi Corona ini. Namun sampai hari ini belum juga ada tanda-tanda virus ini mundur dan menyerah. Data menunjukkan bahwa penyebaran Covid-19 di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda menurun. Justru sebaliknya grafiknya semakin naik. Update hari ini, 14 Mei 2020, jumlah pasien positif sudah menyentuh angka 16.006 orang dengan korban jiwa sebanyak 1.043 jiwa (covid19.go.id/Kamis/14/5/2020).

Dengan tidak bermaksud untuk mengecilkan HARKITNAS dan Perang Badar, peperangan kita hari ini bisa dikatakan jauh lebih berat. Mengapa demikian? Karena musuh yang sedang kita hadapi saat ini adalah musuh yang tidak terlihat. Bahkan musuh yang sedang kita hadapai ini telah melumpuhkan lebih dari 200 negara dengan menjangkiti lebih dari 4,3 juta orang. Kita tidak tahu berapa jumlah keseluruhan pasukan bernama Corona ini. Kita juga tidak tahu kapan pastinya Corona menyerang dan menyergap kita. Keadaan ini semakin diperparah dengan kondisi pasukan kita yang tampak kurang siap dan kurang bersatu dalam peperangan dahsyat ini.

Jangankan pasukannya, para pemimpin pasukan kita yang di atas sana saja tampak kurang kompak satu sama lain dalam memberikan arahan dan instruksi. Antar presiden dengan menteri, antar sesama menteri, pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, masing-masing seperti punya kebijakan sendiri-sendiri dalam memerangai virus yang mematikan ini. Rakyat dibuat bingung dengan pernyataan-pernyataan yang berbeda-beda antara satu sama lain dipimpinan pusat dan daerah.

Jika kita tidak bersatu, sulit rasanya kita dapat bangkit dan memenangkan peperangan yang telah melelahkan ini.

Saya masih optimis kita bisa bangkit untuk melawan pandemi ini. Dengan kunci kita harus bersatu. Para pemimpin di atas sebagai komando perang harus menunjukkan kekompakan. Sedangkan rakyat Indonesia sebagai pasukan garda terdepan juga harus taat dan kompak dengan aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Karena sehebat apapun aturan yang ditetapkan oleh pemerintah, kalau pasukan yang di bawah tidak taat aturan maka percumah. Rasanya kita masih sulit memenangkan peperangan ini jika masih ada warga yang ngeyel dan tidak patuh terhadap instruksi dalam melawan pendemi ini.

Ada Dua Kemenangan Menanti

Agar kita bisa menang dalam peperangan ini, sekecil apapun aturan yang ada harus kita tegakkan. Jangan ada yang melanggar lagi. Seperti menggunakan masker jika harus keluar rumah, atau jangan keluar rumah jika memang benar-benar tidak penting dan sangat mendesak. Sikap jujur juga penting ditegakkan dalam peperangan dalam melawan virus ini. Jangan sampai ada lagi warga masyarakat yang bohong ketika diintrogasi. Karena bohong akan membawa malapetaka. Kita harus kompak dan saling mendukung satu sama lain. Jangan ada lagi yang mengusir dan mengucilkan warga yang sudah terpapar virus ini. Apa lagi menolak jenazah pasien positif Corona. Dukungan moral dan material harus kita kerahkan bersama sebanyak-banyaknya. Saat ini jarak fisik memang harus kita renggangkan, namun sikap solidaritas harus semakin dirapatkan.

Kita jadikan HARKITNAS dan Prang Badar sebagai momentum terbaik untuk bangkit melawan pandemi ini. Kita ambil spirit dan nilai-nilai fundamental dari dua peritiwa penting dan bersejarah tersebut untuk menuju kemenangan. Jangan biarkan musuh ini berlama-lama di bumi pertiwi yang kita cintai ini. Dengan kita bersatu dan tetap merapatkan barisan, bukan hanya satu kemenangan yang akan kita raih, melainkan ada dua kemenangan, yaitu menang saat menyelesaikan puasa Ramadhan dengan ditandai datangnya Hari Raya Idul Fitri dan menang saat kita mampu mengalahkan wabah ini.

Facebook Comments