Mengelola Keragaman, Menghindarkan Perpecahan Bangsa

Mengelola Keragaman, Menghindarkan Perpecahan Bangsa

- in Narasi
1729
0

Dahulu, bangsa ini mempunyai spirit yang sama meskipun terdiri dari beragam suku, agama dan bahasa. Spirit itu ialah perasaan senasib dan sepenanggungan, serta spirit untuk segera terbebas dari penjajahan. Dengan adanya spirit itu, isu mengenai keragaman pun menjadi “terkesampingkan” dengan sendirinya. Artinya, keragaman bukan dianggap sebagai ancaman krusial, karena spirit senasib dan sepenanggungan, serta keinginan untuk segera terbebas dari penjajahan jauh lebih besar. Meski begitu, menjelang masa kemerdekaan para founding father nampaknya menyadari bahwa keragaman di negara ini perlu untuk dikelola agar tidak menjadi ancaman dalam mengisi kemerdekaan di kemudian hari. Itulah sebabnya, dirumuskan dasar negara yang mengakomodir pelbagai keragaman yang ada di negara ini. Ada tiga tokoh bangsa yang menyumbangkan pemikirannya mengenai dasar negara tersebut, yakni Muhammad Yamin, Soepomo dan Sukarno. Setelah melalui proses panjang, lantas lahirlah Pancasila seperti yang dikenal saat ini.

Ironisnya, Pancasila acapkali kemudian hanya diterjemahkan sebagai dasar negara saja, tetapi tidak diikuti sebagai spirit untuk mengisi kemerdekaan sebagaimana gagasan awal para founding father bangsa ini. Ketiadaan spirit yang sama dalam mengisi kemerdekaan inilah yang membuka celah kerentanan isu-isu mengenai keragaman menjadi mudah dieksploitasi. Terlebih bila isu-isu mengenai keragaman itu kemudian dibumbui dengan agama, maka sudah tentu menjadi mudah terbakar bak kertas yang dicampur dengan bensin. Oleh karenanya, harus ditempuh upaya untuk membumikan Pancasila, sebagai dasar negara sekaligus juga sebagai spirit untuk mengisi kemerdekaan negara ini. Dengan adanya spirit yang sama untuk mengisi kemerdekaan, maka potensi kerawanan dari pelbagai keragaman yang ada di negara ini tentu dapat diminimalkan.

Pembangunan dan Kesejahteraan

Spirit untuk mengisi kemerdekaan tentu dalam artian spirit untuk bersama-sama mengisi kemerdekaan dengan pembangunan. Terlepas dari apa pun profesinya, agamanya, sukunya dan bahasanya, pembangunan harus dilakukan bersama-sama untuk mencapai kesejahteraan. Dalam konteks itu, sudah menjadi rahasia umum bila pembangunan belum merata ke seluruh penjuru Tanah Air. Artinya, masih banyak rakyat di negeri ini yang belum sejahtera karena belum terjangkau oleh pembangunan. Bila berkaca dari data Badan Pusat Statistik (BPS) periode Maret 2017 misalnya, tercatat jumlah penduduk yang belum sejahtera (baca: miskin) mencapai 27,77 juta penduduk atau setara 10,64 persen dari total jumlah penduduk negara ini. Maka, spirit untuk mewujudkan kesejahteraan bersama bagi seluruh rakyat di negara inilah yang mestinya saat ini dijadikan falsafah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hal ini selaras dengan ajaran Rasulullah SAW yang diriwayatkan dalam H.R Nukman bin Basyir. Rasulullah bersabda: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling kasih, saling menyayang dan saling cinta adalah seperti sebuah tubuh, jika salah satu anggotanya merasa sakit, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakan sulit tidur dan demam”. Sehingga dalam konteks itu, ketidaksejahteraan yang dialami oleh sebagian masyarakat negara ini harus pula ikut menjadi tanggung jawab masyarakat yang lain untuk mewujudkan pemerataan pembangunan. Apabila pembangunan dan kesejahteraan sudah dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat di negara ini, maka akan dengan sendirinya isu-isu mengenai keragaman akan menjadi sulit untuk dieksploitasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

Karena itu, rasa senasib dan sepenanggungan seyogianya perlu untuk ditumbuhkan kembali. Tentu dalam perspektif yang berbeda, jika dahulu rasa senasib dan sepenanggungan ditumbuhkan untuk mencapai kemerdekaan. Kini, rasa senasib dan sepenanggungan hendaknya ditumbuhkan dalam kerangka mengisi kemerdekaan untuk mencapai kesejahteraan bersama. Kesejahteraan bersama inilah yang kemudian dapat menjadi tolak ukur utama terkait berhasil atau tidaknya kita dalam mengisi kemerdekaan. Jika ada masyarakat yang belum sejahtera, itu berarti kita belum berhasil sepenuhnya dalam mengisi kemerdekaan yang dengan susah payah telah diperjuangkan oleh para founding father. Di sisi lain, realitas demikian berarti pula ancaman terhadap keragaman masih ada.

Akhirnya, mengelola keragaman agar tidak menjadi ancaman bagi bangsa memang tidaklah mudah. Akan tetapi, bisa dikatakan tidak pula sulit karena spirit untuk mengelola keragaman sesungguhnya telah dituangkan oleh para founding father bangsa ini dalam Pancasila. Untuk itu, menjadi tugas kita (baca: generasi penerus bangsa) saat ini untuk mengejawantahkan Pancasila dengan sebaik-baiknya. Sehingga, kecuali kesejahteraan bagi seluruh rakyat dapat tercapai, keragaman juga tidak lagi menjadi ancaman bagi terjadinya perpecahan bangsa. Wallahu a’lam.

Facebook Comments