Sejarah Islam telah mencatat, bahwa Rasulullah SAW mempersatukan para sahabatnya yakni kaum Muhajirin dengan kaum Anshar yang terdiri dari berbagai macam suku dan kabilah kedalam suatu ikatan (ukhuwah) masyarakat yang kuat, senasib, dan seperjuangan. Setiap kaum Muhajirin dipersaudarakan dengan kaum Anshar seperti layaknya saudara kandungnya sendiri. Kaum Muhajirin di dalam kehidupannya ada yang bermata pencaharian sebagai pedagang dan ada pula yang bertani mengerjakan lahan kaum Anshar.
Bahkan untuk menciptakan aman dan damai, Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan kaum Yahudi. Dalam perjanjian tersebut ditetapkan dan diakui hak kemerdekaan atau kebebasan tiap golongan untuk mermeluk dan menjalankan agamanya sesuai keyakinan masing-masing, tanpa adanya paksaan atau tekanan.
Adapun secara ringkas isi dari perjanjian antara Rasulullah SAW dengan kaum Yahudi di antaranya: kaum Yahudi hidup damai dengan kaum Muslimin; baik kaum Yahudi maupun Muslimin bebas memeluk dan menjalankan agamanya masing-masing; kedua belah pihak wajib saling tolong menolong; Kota Madinah merupakan kota suci yang wajib dijaga kedamaiannya; apabila terjadi perselisihan antara orang Yahudi dengan Muslimin, maka urusan itu hendaknya diserahkan kepada Rasulullah; serta baik kaum Muslimin maupun Yahudi punya hak dilindungi keamanan dan kedamaiannya.
Berdasarkan sejarah singkat tersebut terlihat bahwa Nabi Muhammad SAW mengikat persaudaraan antar kaum dengan suatu narasi besar ukhuwah dan muwalah (penyerahan loyalitas). Ukhuwah tersebut juga didasarkan pada prinsip-prinsip material, di antaranya ialah ditetapkannya prinsip saling mewarisi sesama mereka.I katan-ikatan persaudaraan ini tetap didahulukan daripada hak-hak kekeluargaan. Sungguh sangat indah ukhuwah yang pernah tejadi di zaman Rasulullah SAW.
Sekelumit Shirah Nabawiyah tersubut tentu dapat dijadikan cermin dalam konteks ke-Indonesian. Kita tahu bahwa Indonesia merupakan negara heterogen yang terdiri dari berbabagai macam suku, ras, bahasa, dan agama. Tanpa ikatan persaudaraan yang kuat maka, bangsa ini mudah terpecah belah. Bahkan kita tahu bahwa sedari awal para fouding father mendirikan bangsa ini atas dasar ‘Bhineka Tunggal Ika’, walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu. Semboyan mulia ini tentu harus kita jaga dan kuatkan bukan malah kita rusak.
Tanpa ukhuwah yang kuat niscaya bangsa Indonesia tak akan mampu untuk bekerja sama membangun negeri ini. Karenanya, kita menguatkan terlebih dahulu simpul-simpul ukhuwah untuk kemudian menyatukan langkah membangun negeri. Prinsip kesukuan harus kita hindari. Demikian juga perbedaan agama jangan dijadikan penghalang untuk bersama-sama menciptakan perdamaian.
Ada beberapa hal yang mampu menguatkan ukhuwah kebangsaan ini mulai dari hal sepele sampai hal-hal besar, di antaranya yaitu pertama, menunjukkan kegembiraan dan senyuman ketika berjumpa. Hal ini selaras dengan Sabda Nabi yaitu “Janganlah kau meremehkan kebaikan (apa saja yang datang dari saudaramu). Dan jika kamu berjumpa dengan saudaramu, maka berikanlah dia senyum kegembiraan” (H.R. Muslim).
Kedua, berjabat tangan ketika berjumpa. Sebagaimana hadist yang artinya, “Tidak ada orang mukmin yang berjumpa lalu berjabat tangan melainkan keduanya diampuni dosa sebelum berpisah” (HR. Abu Daud dari Barra’). Dengan berjabat tangan akan menjadikan suasana menjadi adem. Bahkan, jabat tangan ini mampu mencairkan suasana ataupun meng-clear-kan (mendamaikan) orang yang sedang berselisih.
Ketiga, budayakan silaturrahim. Imam Malik meriwayatkan: Berkata Nabi SAW bahwa Allah SWT berfirman: “Pasti akan mendapat cinta-Ku orang-orang yang mencintai karena Aku, dimana keduanya saling berkunjung karena Aku dan memberi karena Aku”. Budaya silaturrahim ini dimulai dari tetangga terdekat sampai dengan saudara terjauh. Dengan silaturrahim ini selain mempererat tali persaudaraan, juga akan menambah jaringan teman.
Keempat, memperhatikan saudaranya, tetangganya baik yang dekat maupun jauh, dan saling tolong menolong dalam hal kebaikan antar sesama manusia. Jika sikap ini selalu dilakukan oleh setiap individu bangsa ini, maka niscaya tak ada lagi saudara kita yang kesusahan. Konflik, perselisihan, permusuhan, ataupun peperangan tidak akan terjadi. Karena setiap individu memiliki kewajiban untuk saling tolong menolong, bukan malah bertikai.
Kelima, membumikan toleransi antar umat beragama. Islam sendiri sangat jelas mengajarkan umatnya untuk toleransi dan menghormati dan menghargai setiap pemeluk agama berhak memeluk dan menjalankan ibadahnya sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Hal ini sesuai dengan Q.S. Al-Kafirun ayat 6 yang artinya, “bagimu agamamu, bagiku agamaku”.
Hal yang paling penting dalam menguatkan ukhuwah kebangsaan ini ialah, menginternalisasikan Pancasila kedalam kehidupan berbagsa dan bernegara. Konsepsi Pancasila yang oleh Sukarno berintikan believe in good, nationality, humanity, democracy, dan social justice, harus diamalkan kedalam kehidupan sehari-hari. Dengan ukhuwah kebangsaan, marilah satukan langkah untuk membangun kejayaan negeri.