Upaya lembaga pendidikan dalam mendidik karakter peserta didik juga memerlukan dukungan dari intitusi media massa seperti televisi, internet, Koran, dan majalah. Melalui media digital dapat menyajikan tayangan tentang potret kehidupan dan perilaku sehari-hari baik dalam kisah nyata maupun dramatisasi sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Dalam pemanfaatannya, media digital dapat ditonton sambil santai di rumah, menyaksikan siaran langsung, dramatisasi, hiburan, sinetron, music, pendidikan, dan informasi lainnya.
Dalam sebuah penelitian, media digital tidak hanya mengajarkan tingkah laku, tetapi juga tindakan sebagai stimulus untuk membangkitkan tingkah laku yang dipelajari dari sumber-sumber lain. Ini menunjukkan bahwa media digital memiliki kekuatan yang ampuh bagi penikmatnya. Dalam teori modeling yang dikemukakan oleh Bandura, manusia belajar dengan mengamati dan meniru perilaku orang lain. Peniruan model menjadi unsur penting dalam belajar. Individu apat saling mengamati perilaku individu lainnya. Dengan saling mengamati perilaku orang lain, manusia dapat dengan cepat mendapatkan respons.
Teori ini sangat cocok diterapkan pada anak-anak dan remaja. Masa ini merupakan usia mencari figur atau panutan dalam rangka pembentukan karakter atau jati dirinya. Dalam kenyataannya, anak-anak dan remaja ssering kali mengidolakan figur yang ditemukan di layar ponsel dibandingkan dengan figur guru atau orang tuanya. Hasil penelitian Bandura menunjukkan bahwa anak-anak lebih agresif setelah menonton model yang agresif, film agresif atau kartun kekerasan lebih banyak ditonton anak-anak dibandingkan dengan anak-anak yang melihat model yang tidak agresif atau tanpa model sekalipun.
Media digital sesungguhnya memiliki kelebihan dalam membantu tugas guru dan orang tua dalam menanamkan pendidikan karakter terhadap anak secara berkesinambungan. Hal ini karena media digital dapat menyajikan pesan audiovisual dan gerak, dan dapat mendramatisasi dan memanipulasi setiap pesan sesuai tujuan yang dikehendaki. Materi tayangan media digital akan berpengaruh postif terhadap pembentukan karakter anak jika didesain melalui contoh-contoh konkret dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang menjunjung tinggi tatanan nilai luhur, norma, dan akhlak mulia.
Sayangnya, tayangan media digital yang sehari-hari ditonton anak-anak dan remaja belum sepenuhnya membawakan pesan-pesan pendidikan. Dunia internet justru terancam oleh unsur-unsur vulgarisme, kekerasan, dan pornografi. Ketiga unsur ini hampir-hampir menjadi sajian rutin yang dapat ditonton dengan mudah oleh anak-anak. Padahal ketiga unsur ini mestinya dicegah untuk kalangan anak-anak mengingat kondisi psikologis mereka yang belum mampu membedakan tayangan yang mengandung hal-hal yang negatif dan mana yang mengandung hal-hal positif.
Baca juga :Literasi Digital, Alternatif Pendidikan Karakter Era Kekinian
Pendidikan karakter di sekolah tidak akan berhasil baik bilamana dukungan lingkungan yang berupa kehidupan masyarakat dan teknologinya tidak membantu. Tayangan di media digital yang saat ini menjadi dunia keseharian anak, perlu mendapatkan pengaturan waktu dan kualitasnya agar bersahabat dengan pendidikan karakter.
Media digital hendaknya diawasi dan diberi regulasi yang tinggi agar mengindahkan unsur edukasi. Dalam konteks ini, negara memiliki kewajiban untuk segala aktifitas media, agar sesuai dengan tujuan negara sendiri. Perangkat hokum yang mengatur harus jelas dan adil. Pemerintah diharapkan dapat memfilter aktifitas media agar sesuai dengan tujuan negara, norma, kebudayaan, adat, dan terutama agama. Namun sampai saat ini, pemerintah dirasa masih cukup lemah dalam bertindak (memfilter), maka sangat dibutuhkan peran serta masyarakat dalam mengontrol media tersebut.
Media digital perlu berfungsi sebagai instrumen pendidikan yang memiliki cultural of power dalam membangun masyarakat yang berkarakter karena efek media digital sangat kuat dalam membentuk pola pikir dan pola perilaku masyarakat. Prinsip-prinsip dalam pendidikan karakter perlu diinternalisasikan dalam konten yang ditayangkan oleh media digital, sebagai bentuk tanggung jawab bersama dalam mengatasi krisis karakter bangsa.
Pengelola media digital perlu mengembangkan dirinya sebagai “agen perubahan” yang memiliki jiwa yang berkarakter, sehingga karya dan seni yang dihasilkan dan ditayangkan akan sarat dengan nilai-nilai kebajikan, nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai humanis-religius, dan dijauhkan dari tayangan yang merusak moral bangs, dan virus-virus yang melemahkan etos dan budaya bangsa. Media digital perlu menempatkan dirinya sebagai pendidik yang secara stimulan ikut memberi pengaruh terhadap proses pembentukan karakter anak-anak dan remaja.
Pada era globalisasi seperti saat ini, guru dan sekolah menghadapi tantangan pola pergaulan global peserta didik yang hampir tidak dapat dikendalikan dan dikenali. Penggunaan system informasi dan berteknologi tinggi melalui jaringan internet telah memungkinkan anak menggunakan sebagian waktunya untuk mengakses informasi sendiri. Untuk itu diperlukan juga sebuah regulasi dalam pemanfaatan internet agar bisa berfungsi edukatif, bukan sebaliknya bersifat destruktif terhadap perkembangan karakter atau moral anak-anak dan remaja.