Menjadi Islam Menjaga pancasila dan Indonesia

Menjadi Islam Menjaga pancasila dan Indonesia

- in Narasi
1482
1

“Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, berbuat kebaikan, dan mengadakan perdamaian diantara manusia. Barang siapa berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah maka kelak kami akan memberikannya pahala yang besar”

(QS. An Nisa, 4: 114).

Ayat di atas menegaskan bahwa mengadakan perdamaian di antara manusia mejadi kewajiban siapa saja yang mengaku beragama islam. Artinya tak ada alasan bagi umat muslim untuk mengusik perdamaian yang telah ada apapun alasannya. Apalagi di Indonesia yang telah menaungi dan melindungi umat islam termasuk memberi kebebasan untuk menjalankan syariatnya (UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2).

Kemerdekaan dan perdamaian yang dimiliki Indonesia sekarang adalah hasil dari darah dan pengorbanan para pahlawan terdahulu. Karenanya kewajiban kita sekarang adalah merawat persatuan, mempererat tali persaudaraan sebagai bangsa Indonesia yang bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Melalui persatuan kita akan mampu dan siap menghadapi tragedi lainnya termasuk gagap berideologi pancasila dan bernegarakan Indonesia dewasa ini. Persatuan bangsa akan menjadi benteng yang kokoh, menjadi senjata ampuh melawan arus radikal dan tantangan globalisasi yang terus merong-rong nusantara secara masif.

Tanggap beragama islam

Sebagai agama yang memplokamirkan diri rahmatan lil alamin sudah sewajarnya jika islam turut serta menjaga persatuan dan kesatuan. Menjaga ukuwah keindonesiaan tanpa terkecuali. Karena menjadi islam artinya turut menjaga perdamaian dimanapun bahkan kita diwajibkan menerima tawaran perdamaian dari musuh sekalipun (QS. Al Anfal, 8:61). Ini artinya, Allah jelas melarang keras umat islam untuk menjadi pengobar kebencian, menjadi hamba yang mengadu domba, penyebar teror dan fitnah yang mampu merusak perdamaian di bumi.

Disisi lain islam sebagai agama berfungsi sebagai perekat persaudaraan seiman setaqwa tanpa memandang bahasa, budaya maupun suku. Keberadaan islam sebagai sebuah kekuatan, memiliki andil dalam membangun Indonesia dari zaman ke zaman. Karenanya mempertanyakan kedudukan islam dalam Indonesia, apalagi meragukan pancasila sebagai ideologi bangsa sama artinya meragukan peran islam dalam sejarah panjang Indonesia termasuk peran islam dalam merumuskan pancasila.

Islam sangat menghargai perbedaan, menjunjung tinggi keadilan, dan perdamaian karenanya distorsi makna keislaman yang membuat gagap pengikutnya perlu di luruskan kembali. Pandangan ekstrim yang masuk melalui sentimen dogmatis perlu di mitigasi melalui pembelajaran agama (Al Qur’an dan Hadits) secara kaffah tidak berat sebelah dan tidak sibuk memandang sejarah kejayaaan sebagai patokan keberhasilan tanpa melakukan rejuvenasi lebih lanjut.

Pembelajaran keislaman harus berdasarkan pada keluasan pemikiran, perdalaman makna dan kelembutan hati serta kepekaan rasa. Agar iman dan islam yang terbentuk tidak sempit yang serampangan melegitimasi tindakan dengan ayat dan menganulir ayat lainnya. Sehingga melahirkan insan yang arif nan bijaksana yang mampu berijtihad diatas semua kepentingan tanpa menaggalkan sisi kemanusiaannya.

Tanggap berideologi pancasila

Pancasila sejatinya menyerukan kebersamaan, persatuan untuk tanah air. Nilai-nilai luhur pancasila yang dirumuskan dari beragam budaya dan kearifan lokal merupakan jati diri bangsa. Karenanya wajar jika pancasila sebagai ideologi bangsa, kita tangkap dengan keyakinan. Jika kita tanggap tidak lagi gagap menjadikan pancasila sebagai ideologi, niscaya ideologi radikal darimanapun asalnya tak lagi memiliki tempat untuk tumbuh di bumi pertiwi.

Sebagai ideologi, pancasila memang bukan sesuatu yang diterima sebagai taken of granted melainkan sebuah mahakarya anak bangsa yang mengandung spirit serta kekuatan bangsa Indonesia di dalamnya. Sehingga pancasila tidak layak dibandingkan apalagi digantikan dengan apapun. Sebab pancasila adalah nyawa bagi Indonesia.

Sejak awal, sejak berabad-abad lamanya bangsa ini telah akrab dengan perbedaan bahkan telah menjadi bagian dari keragaman itu sendiri. karenanya, jika kini dipertanyakan, dimaknai sebagai musuh, sebagai pemicu perseteruan merupakan ide yang sungguh konyol dan pandir. Maraknya titik temu yang diuntai dalam lima sila semestinya semakin mempererat persatuan, tali persaudaraan Indonesia. Hal ini selaras dengan ucapan Bung Hatta bahwa harus ada persatuan, jangan sampai menjadi persatuan yang dipisah-pisah. Sesama suku bangsa memang berbeda tapi sebagai rakyat perasaannya harus dekat.

Karenanya rejuvenasi dan pemurnian pancasila dari berbagai kepentingan yang telah lama mencatu nama pancasila sebagai legitimasi kekuasaan perlu segera dilakukan. Agar generasi tua dan muda tanggap dan sigap kembali memilih pancasila dan berdiri membelanya. Karena pancasila adalah martabat bangsa yang ketika kita jaga sama artinya dengan menjaga martabat diri sendiri.

Harapannya Melalui momentum peringatan hari kesaktian pancasila generasi muda dan tua kembali berideologi pancasila dan berhenti membenturkannya dengan ideologi islam. Sama-sama kembali memahami hakikat kedua ideologi tersebut sebagai pondasi keindonesiaan yang kokoh dan saling menopang. Karena sejatinya islam adalah agama perdamaian dan pancasila salah satu jalan untuk mencapai perdamaian tersebut.

Facebook Comments