Bulan suci Ramadan segera tiba dalam hitungan hari. Kehadiran bulan suci selalu membawa kita pada tualang refleksi. Sebab ibadah puasa tak sekadar tentang menahan lapar dan dahaga. Bagi umat Muslim, puasa adalah senjata serbaguna yang bisa ditransformasikan spiritnya menjadi gerakan untuk mengatasi berbagai persoalan sesuai situasi dan kondisi yang ada. Puasa menjadi momen menempa diri kita menjadi pribadi yang lebih bertakwa dan lebih peka dengan sekeliling kita.
Ramadan tahun ini datang saat dunia sedang menghadapi wabah Coronavirus Disease (Covid-19). Virus ini sudah menginfeksi jutaan orang di dunia, termasuk di Indonesia. Di Indonesia, hingga Selasa (21/4/2020), sudah ada 7.135 kasus positif Covid-19. Pemerintah telah menetapkan status darurat bencana Covid-19 dan menghimbau masyarakat agar menjaga jarak fisik (Physical Distancing) dengan menghindari keramaian. Sebagian daerah juga menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Virus Corona yang menular melalui percikan (droplet), membuat kita dihimbau menjaga jarak fisik guna memutus rantai penularan. Dengan tetap di rumah, bekerja di rumah, belajar di rumah, dan beribadah di rumah, kita menghindari pertemuan dan kerumunan, sehingga risiko penularan bisa ditekan. Menjaga jarak fisik menjadi ikhtiar agar laju penularan bisa ditekan, sehingga jumlah orang terinveksi tak membludak, sembari terus berusaha menyembuhkan orang-orang yang sudah terinveksi.
Jaga jarak fisik, jaga jarak nafsu
Kehadiran bulan suci Ramadan saat bangsa ini sedang berjuang menghentikan laju pandemi ini membawa kita pada renungan dan pemaknaan tersendiri. Upaya menangkal penyebaran virus serta laku menahan hawa nafsu saat berpuasa menemukan hubungan. Keduanya sama-sama mengajak kita belajar menjaga jarak.
Baca Juga : Pengusung Khilafah Mencari Celah di Tengah Wabah
Puasa mengharuskan kita menjaga jarak dari segala bentuk nafsu. Baik nafsu makan, minum, marah, berhubungan intim, dan sebagainya. Semua bentuk nafsu ditahan sebagai bentuk ketakwaan kita kepada Allah agar mendapatkan ridho-Nya. Sedangkan dalam upaya mencegah penularan virus Covid-19, kita juga berusaha menjaga jarak fisik atau tatap muka dengan orang lain, dengan cara tetap di rumah dan menghindari keramaian.
Melihat dua hal tersebut, kita bisa menemukan hubungan. Bahwa spirit menghindari dan menahan nafsu dalam ibadah puasa tersebut bisa pula menjadi bagian dari spirit untuk memutus rantai penyebaran virus. Saat berpuasa, kita berusaha tetap di rumah guna menghindari risiko penularan virus. Di saat bersamaan, tetap tinggal di rumah juga menjadi cara kita menghindari hal-hal yang mengundang nafsu yang bisa membatalkan kita dari ibadah puasa. Seperti kemungkinan melihat orang lain yang mengundang amarah atau syahwat, hingga melihat berbagai jenis makanan.
Tangkal provokasi, kuatkan solidaritas
Selain itu, ibadah puasa juga membuat kita belajar menahan diri dari egoisme, amarah, dan kebencian kepada sesama. Ini juga spirit yang penting dikuatkan di tengah darurat wabah corona seperti sekarang ini. Kita tahu, sejak merebaknya wabah ini, kita tak sekadar melawan virus, namun juga melawan penyebaran provokasi, hoaks, dan berbagai informasi negatif yang berusaha membuat keributan dan kerusuhan di tengah situasi masyarakat yang dalam kecemasan dan kekhawatiran di tengah pandemi ini. Dengan spirit ibadah puasa Ramadan, kita belajar menahan emosi dan amarah agar tak gampang terprovokasi oleh berbagai bentuk informasi negatif tersebut.
Satu hal yang juga sama-sama kita butuhkan saat ini, sebagai spirit puasa Ramadan sekaligus hal yang diperlukan saat menghadapi pandemi adalah semangat solidaritas atau kepedulian kepada sesama. Kita tahu, ibadah puasa mengajari kita menekan egoisme, membatasi kehendak pribadi dan lebih memperbanyak berbagi atau peduli sesama. Di tengah situasi wabah saat ini, solidaritas dan kepedulian tersebut juga sangat diperlukan agar kita bisa tetap saling menguatkan dan mempu melewati masa-masa sulit ini.
Solidaritas di tengah wabah penting agar setiap orang tetap merasa terhubung satu sama lain, meski fisik harus tetap berjarak. Solidaritas tersebut bisa kita wujudkan lewat berbagai bentuk. Seperti kepedulian membantu dan memberi dukungan moral para pasien Covid-19, membantu dan memberi dukungan para tenaga medis yang saat ini menjadi garda terdepan dalam melawan Covid-19, hingga membantu masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi karena terdampak kebijakan Physical Distancing. Semua bentuk solidaritas tersebut akan membuat kita terus bersemangat dan tetap memelihara harapan dan optimisme agar wabah virus Covid-19 ini segera berakhir.
Puasa Ramadan di tengah pandemi mesti kita sambut dengan semangat. Kehati-hatian mesti meningkat. Solidaritas mesti makin kuat. Tetap di rumah dan fokus beribadah. Puasa menjadi senjata kita. Di samping sebagai bentuk ketakwaan, segala bentuk upaya menjaga jarak dari hawa nafsu berkait kelindan dengan upaya menjaga jarak fisik. Kita pun berharap agar bulan Ramadan ini benar-benar menjadi momen lenyapnya wabah Covid-19. Aamiiin.