Mewaspadai Penumpang Gelap Isu Pandemi Corona

Mewaspadai Penumpang Gelap Isu Pandemi Corona

- in Narasi
1300
0
Mewaspadai Penumpang Gelap Isu Pandemi Corona

Narasi provokatif baik di media sosial maupun di dunia nyata yang dilakukan oleh segelintir oknum di masa pandemi tidak diragukan merupakan tindakan tuna-moral. Bagaimana tidak? Ketika seluruh bangsa tengah dicekam kecemasan akibat penularan wabah Covid-19 yang sulit diatasi, belum lagi dampak lanjutan seperti lesunya ekonomi, sejumlah orang justru memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan pragmatis. Apa pun motif dan latar belakangnya, kelompok penyebar provokasi itu layak disebut sebagai penumpang gelap isu Corona.

Dengan melihat perkembangan di media sosial dan realitas di lapangan, para penumpang gelap isu Corona ini dapat diidentifikasi ke dalam setidaknya tiga tipe. Tipe pertama ialah mereka yang menjadikan isu Corona sebagai ajang mendeskreditkan pemerintah. Kelompok ini berupaya mengeksploitasi wabah Corona demi mendelegitimasi kekuasaan yang sah. Perilaku yang demikian ini umumnya dilakukan oleh kekuatan-kekuatan politik yang selama ini cenderung anti dengan pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.

Di luar isu Corona pun, kelompok ini sejak awal memang cenderung bersikap anti-pati pada pemerintah. Apa pun kebijakan dan program pemerintah pasti akan dicerca, dicemooh dan dikritik habis-habisan meski tanpa didukung data yang memadai. Tujuan mereka jelas, yakni ingin menggembosi kerja-kerja pemerintah agar masyarakat kehilangan kepercayaan pada negaranya sendiri.

Tipe kedua ialah mereka yang menjadikan situasi pandemi Corona sebagai ajang untuk memantik keonaran publik. Tipe ini tampak dalam gerakan anarko yang belakangan ini giat memprovokasi publik agar membuat kekacauan sosial. Dalam sejarahnya, kelompok anarko kerap mendaku sebagai golongan anti-kemapanan yang tidak percaya pada otoritas negara.

Kaum anarko umumnya berpandangan bahwa perubahan sosial-politik bisa dicapai dengan jalan kekacauan sosial. Situasi sosial yang penuh ketidakpastian ini berusaha dijadikan momentum kaum anarko untuk mengobarkan kerusuhan massa. Tujuannya ialah melahirkan tatanan sosial-politik baru yang mereka klaim lebih humanis dan berpihak pada masyarakat. Di titik ini, klaim-klaim kaum anarko itu tentu perlu diklarifikasi lebih lanjut.

Baca Juga : Mengenali Provokasi di Tengah Krisis Sosial Pandemi

Tipe ketiga ialah mereka yang berusaha memanfaatkan kelengahan publik untuk melakukan aksi teror atas nama agama yang menyasar obyek-obyek vital tertentu. Perilaku yang demikian ini tampak dari kelompok teroris yang diketahui mulai bergerak dan menyusun rencana penyerangan di tengah pandemi. Hal ini terkonfirmasi dengan penangkapan sejumlah teroris Jamaah Ansharut Daulah di Batang, Jawa Tengah. Mereka ditangkap karena merencanakan penyerangan terhadap kantor polisi di sejumlah wilayah di Jawa Tengah.

Para penumpang gelap di masa pandemi ini tentu tidak bisa ditoleransi. Mereka harus diberangus, tidak hanya di level permukaan namun harus sampai ke aktor intelektual di baliknya. Para penyebar informasi provokatif baik di media sosial maupun di dunia nyata tentu tidak bekerja untuk mereka sendiri. Dipastikan ada kekuatan dan aktor tertentu di balik aksi-aksi meresahkan itu. Inilah tantangan aparat keamanan untuk mengungkap dalang di balik fenomena provokasi dan teror yang marak belakangan ini.

Meski demikian, memberangus para penumpang gelap isu pandemi Corona harus diakui bukan perkara mudah. Aparat keamanan pun acapkali kewalahan menghadapi bagaimana derasnya gelombang agitasi dan provokasi yang membanjiri media sosial. Nyaris saban hari, para penumpang gelap itu memproduksi dan mendistribusikan berita-berita hoaks tentang Corona dengan tujuan mengacaukan akal sehat publik. Jika tujuan itu tercapai, maka kesempatan untuk menciptakan kekacauan sosial dan teror yang mendelegitimasi pemerintah akan semakin terbuka lebar.

Maka, diperlukan peran aktif masyarakat dalam menangkal jurus-jurus provokasi yang dilancarkan para penumpang gelap tersebut. Di media sosial, para penumpang gelap yang kerap menghasut publik dengan berita bohong tentang Corona dapat dengan mudah diidentifikasi. Mereka umumnya berusaha membingkai fakta tentang Corona dengan narasi atau opini yang mendeskreditkan pemerintah.

Misalnya, tuduhan pemerintah tidak serius dalam menangani pandemi Corona, atau tuduhan bahwa pemerintah tidak transparan mengenai data penularan virus Corona dan tuduhan-tuduhan lainnya. Pendek kata, di hadapan para penumpang gelap itu, apa yang dilakukan pemerintah harus selalu salah.

Publik tentu tidak boleh tinggal diam atas keberadaan akun-akun penghasut yang bergentayangan di media sosial. Selain tidak menyebarluaskan unggahan-unggahan mereka, publik juga wajib melaporkan akun-akun tersebut kepada aparat keamanan. Pendekatan hukum, terutama melalui piranti Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik kiranya bisa menjadi solusi jangka pendek bagi fenomena provokasi di masa pandemi ini. Dalam konteks jangka panjang, kita tentu memerlukan sebuah gerakan masif dan sistematis untuk melawan narasi-narasi provokatif yang belakangan ini mendominasi ruang publik virtual kita.

Perang melawan Corona tentu dapat dilakukan dengan mentaati protokol kesehatan seperti rajin mencuci tangan, mempraktikkan physical/social distancing, memakai masker ketika di luar ruangan serta tetap berada di dalam rumah kecuali untuk kepentingan yang amat urgen. Sementara itu, melawan narasi provokatif dari para penumpang gelap isu Corona yang beredar di media sosial dapat dilakukan dengan membangun narasi tandingan yang berupaya menyuntikkan harapan dan optimisme bagi publik.

Untuk itu, kita perlu terus-menerus menyebarkan narasi positif ke semua orang. Kita perlu membangun imajinasi kolektif bahwa kita bisa memenangkan peperangan melawan pandemik Corona. Imajinasi kolektif tentang kemenangan itu akan menganulir semua narasi negatif yang berujung pada kecemasan, ketakutan bahkan keputusasaan. Jika rasa cemas, takut dan putus asa itu sudah menghinggapi kita, maka sejatinya kita telah kalah melawan Corona, meski pada dasarnya kita tidak terjangkiti virus tersebut.

Dalam praktinya, melawan narasi dan opini provokatif dapat kita lakukan dengan menyebarluaskan berita positif yang menggembirakan dan menerbitkan harapan. Kerja keras para tenaga kesehatan patut diapresiasi dan dikabarkan ke semua orang. Upaya serius pemerintah dalam melawan pandemi Corona juga perlu disebarluaskan ke publik. Intinya, media sosial harus dipenuhi oleh berita-berita positif, alih-alih berita yang provokatif dan potensial memantik kekacauan sosial. Hidup di era pandemi Covid-19 ini memang tidaklah mudah. Di dunia nyata kita dipaksa beradaptasi dengan normalitas baru; tidak keluar rumah, tidak bertemu orang lain, tidak berkumpul dengan sejawat, dan normalitas baru lainnya. Semua itu dilakukan demi mengalahkan organisme super-kecil yang memiliki daya bunuh luar biasa. Sedangkan di media sosial, kita berhadapan dengan gelombang narasi dan opini bernuansa provokatif yang menggerus daya tahan tubuh sekaligus akal sehat kita.

Facebook Comments