Mengenali Provokasi di Tengah Krisis Sosial Pandemi

Mengenali Provokasi di Tengah Krisis Sosial Pandemi

- in Narasi
1946
1
Mengenali Provokasi di Tengah Krisis Sosial Pandemi

Tidak terasa, sudah satu bulan kita disergap kekhawatiran dan ketakutan pandemi corona. Korban semakin banyak berjatuhan. Di sisi lain, anjuran ‘di rumah saja’ pun ditaati, meski dengan menahan rasa bosan, dan konsekuensi kehilangan pendapatan.

Dalam perspektif psikologi, situasi pandemi memicu masyarakat secara massal untuk lebih reaktif. Di tengah pandemi, masyarakat juga rentan diprovokasi sehingga memunculkan sikap saling bermusuhan.

Pemerintah secara serius menangani eskalasi penyebaran virus, memberikan pengobatan, screening, pemberian bantuan sosial, dan berbagai upaya lain yang dilakukan secara massif. Pun demikian, pihak-pihak oposisi mencoba memanfaatkan situasi kebosanan dan krisis sosial di tengah pandemi corona.

Isu-isu bahwa negara memanfaatkan situasi, pemerintah tidak tegas, dan isu-isu lainnya membuat warga yang tergerus krisis sosial menjadi bertambah frustrasi. Oleh karena itu, di tengah krisis sosial pandemi corona, kita harus tetap berusaha untuk berpikir jernih. Jangan mudah terbawa kabar dan ujaran yang mengandung provokasi dan adu domba yang hanya mengantarkan kita pada konflik proxy war.

Secara tegas, pemerintah telah mengklaim status darurat kesehatan masyarakat terhadap pandemi corona. Konsekuensinya adalah, segenap elemen bangsa harus memiliki kesadaran kolektif bahwa pandemi ini tidak bisa dipandang sebelah mata.

Pembiasaan PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat), kesadaran menaati pemerintah (ulil amri) tentang protokol mencegah penyebaran virus, dan juga upaya menjaga kesehatan mental di tengah pandemi harus menjadi tanggung jawab personal. Mutakhir, pemerintah menegaskan regulasi tentang PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) sebagai salah satu langkah taktis dalam pencegahan penyebaran virus.

Kebijakan di atas tentu saja memiliki poin positif dan negatif. Namun demikian, untuk Indonesia saat ini, PSBB adalah sebuah keniscayaan. Sebagai warga negara yang baik, seyogianya ketaatan kepada ulil amri menjadi langkah kolektif. Dalam merespons ujaran negatifkepada presiden dalam menangangi corona, hendaknya kita bersikap abai.

Baca Juga : Melawan Corona Sejak dalam Pikiran! #janganmudik

Tidak perlu membuang energi untuk mengatasi ujaran negatif bernada kebencian. Fokus kita sekarang adalah, bagaimana mendukung perang raya melawan pandemi corona agar berakhir dengan kemenangan.

Ketika ada ujaran kebencian atau bahkan hinaan kepada pemerintah, kita tak perlu menanggapinya dengan terbawa suasana. Meski dilanda kebosanan, perasaan kecewa karena (mungkin) kehilangan pendapatan dan mengalami pembatasan jarak, kita harus tetap waspada bahwa tidak semua pandangan, opini, dan juga pendapat dapat dipercaya. Terlebih apabila opini tersebut hanya memperkeruh suasana.

Penting bagi semua pihak untuk mengenali hasutan dan provokasi di tengah krisis sosial pandemi corona. Jika ada ujaran atau kata-kata yang hanya menyalahkan, bermuatan kebencian terhadap pemerintah, dan hasutan untuk terpecah belah, maka kita harus waspada.

Langkah keduanya adalah, jika kita sudah memahami ‘pesan’ yang intinya berisi hasutan dan provokasi untuk terpecah dari himbauan pemerintah, maka kita harus mampu ‘menyelamatkan’ orang-orang di sekitar agar tidak terdampak provokasi dan hasutan, sehingga mereka tetap fokus untuk bersatu dengan pemerintah melawan penyebaran pandemi.

Tetap terhubung dengan masyarakat melalui media sosial, memberikan opini segar dan mecerahkan, serta berdiskusi dengan anggota keluarga dalam merespon berita adalah cara-cara sederhana yang dapat kita tempuh. Selain itu, awak media sebagai ‘juru bicara’ dan sumber berita harus mampu objektif dan mewujudkan jurnalisme yang damai.

Terhadap oknum yang mencoba memecah menghasut dan memprovokasi, perlu ditetapkan regulasi yang tegas. Kita perlu mendukung pemerintah untuk bertindak tegas kepada oknum yang memperkeruh krisis sosial.

Bukan hal yang mudah untuk melewati krisis sosial. Namun, di atas itu semua kita harus yakin bahwa apreciative inquiry kita kepada pemerintah dan tenaga medis dapat membuat kita untuk lebih tahan dalam menangkal provokasi dan hasutan. Jika kita sudah lebih percaya bahwa tenaga medis bersungguh-sungguh dalam menangani pasien, bahkan rela gugur syahid, maka kita akan lebih kuat menangkal hasutan dari pihak lawan.

Jika kita sudah percaya bahwa pemerintah telah berupaya sungguh-sungguh untuk berusaha ‘mengakhiri’ pandemi ini, maka sudah pasti kita akan percaya kepada pemerintah dan tidak mudah menjadi korban hasutan via media yang tidak memiliki kredibilitas.

Provokasi dan hasutan dalam wujud meme, lagu di You Tube, komentar berujaran buruk, dan lain sebagainya hanya akan memperkeruh suasana dan menambah beban berat krisis sosial. Selain itu, hasutan dan provokasi biasanya hanya berdasarkan pada opini sepihak yang tidak berimbang, tidak dikaji secara mendalam, dan cenderung asal ‘komentar.’

Akan sangat rugi, jika kita mengikuti pendapat yang rapuh, termakan hasutan, dan terjebak dalam provokasi yang hanya berpijak pada subjektivitas. Oleh karena itu, hendaknya kita bersikap waspada, jangan mudah termakan isu dan komentar yang hanya akan memperparah frustrasi. Mari, siapkan diri untuk menerima informasi sehingga kita tidak mudah terprovokasi. Wallahu’alam.

Facebook Comments