“Saya sangat lelah di sini, jadi kami sangat berterima kasih jika ada (yang memaafkan kami)”, demikian ungkapan penyesalan Nada, salah satu WNI eks-ISIS. Bagi Nada, ISIS telah menipu dirinya begitu juga dengan ayahnya. Janji manis ISIS hanyalah isapan jempol belaka. Surga yang mereka janjikan, ternyata neraka yang didapat.
Perekrutan yang dilakukan oleh ISIS dengan membajak agama dan selalu menjadikan agama sebagai embel-embel dalam usahanya menarik simpati khalayak membuat orang tertipu. Jargon khilafah, bahwa di tangan mereka akan lahir khilfah islamiyah sebagai solusi atas segala persoalan manusia –membuat sebagian orang terbius untuk ikut masuk ke dalam kelompok ISIS.
Agama adalah satu instrumen yang paling mudah dimainkan untuk mengelabui manusia. Hanya bermodalkan satu dua ayat, dengan mudah masyarakat ditarik untuk bergabung; hanya dengan mempertontonkan kebiadaban musuh –yang dinilai sebagai musuh Tuhan –anak-anak muda dengan cepat naik semangatnya untuk berbaiat kepada pimpinan ISIS.
Nada tidak sendirian, ada sekitar 600-an orang WNI yang terkecoh atas nama agama. Baik itu secara sukarela maupun atas dalam keadaan terpaksa akibat dibawa orang tua yang terindoktrinasi. Sejak munculnya 2014, ISIS memang sangat cepat menarik perhatian dunia. Atas nama propaganda agama, tidak sedikit yang tergiur dan tanpa sadar masuk dalam jebakan ISIS.
ISIS Pembajak Agama
ISIS telah membajak kesakralan agama. Berbohong tak apa-apa asalkan tujuannya sesuai dengan kepentingan sesaat mereka. Agama direduksi, seolah-olah agama hanya urusan politik semata. Demi agama, demi nama Allah, berbohong, cara-cara kekerasan, membunuh, memenggal kepala, membantai, dan meneror adalah halal.
Dalam sejarahnya, Iblis adalah orang yang pertama membajak nama Allah demi kepentingan pragmatisnya. Konon, ia menggoda Adam dan Hawa yang berada di Surga untuk memakan buah yang sudah dilarang Tuhan. Dengan retorika yang mantap dihiasi embel-embel nama Allah, Iblis kemudian berhasil merayu bapak manusia itu.
Mengapa Adam dan Hawa bisa tergoda? Sebab Iblis, membajak nama Allah dan merayu Adam dengan nama Allah. Gus Baha dalam salah satu penggajiannya pernah menyatakan bahwa Adam sejatinya tidak salah.“Nabi Adam nggak pernah salah, ketika beliau ditanya Allah kenapa memakan buah yang Saya larang?Nabi Adam menjawab, demi Allah, saya tidak pernah menduga ada orang yang berani berbohong atas nama-Mu.”
Artinya, Nabi Adam adalah korban sumpah Iblis yang membajak nama Allah untuk tujuan liciknya. Pada awalnya, lanjut Gus Baha, Nabi Adam sejatinya tidak pernah tergoda atas rayuan Iblis, cuma karena Iblis bersumpah atas nama Allah dan berbohong bahwa apa yang ia ucapkan adalah sesuai dengan perintah Allah, maka Adam pun terperdaya.
Mereka bisa dengan mudah dikenali. Kata kuncinya cuma satu: berbohong atas nama Allah demi kepentingan pragmatis. Tak jarang, kekerasan, pembunuhan, pengeboman, dan segala turunannya dilakukan oleh mereka.
Bila ada pihak-pihak yang menghentikan gerak mereka, pasti dijadikan sebagai musuh bersama. Kaum radikalis adalah para pembajak agama yang lihai beretorikadi depanjemaahnya. Mereka mereduksi agama, makna jihad dipersempit, kata umat dibatasinya hanya untuk kelompok mereka saja.
Agama dipersempit sebagai din wasiyasahatau dinwadaulah, agama dan politik atau agama dan negara. Tiap hari mereka sibuk memperjuangkan agar syariah dijadikan sebagai konstitusi bernegara.Padahal kalau dirujuk ke dalam Al-Quran, tidak ditemukan satu ayat pun yang berbicara tentang sistem politik sebagai suatu kewajiban.
Makna jihad direduksi. Seolah-olah jihad adalah perang dan perang adalah jihad.Cara-cara kekerasan tidak menjadi masalah, bahkan dianggap sebagai bagian dari perjuangan, apabila itu dilakukan untuk agama. Jihad pada awalnya adalah perjuangan yang total dalam segala aspek hidup manusia. Kini dipersempit untuk menegakkan khilafah, syariah-islamiyah, mengkritisi pemerintah, demo berjilid-jilid, dan sederet lainnya.
Hal yang sama juga dengan kata umat. Mere kamengklaim bahwa yang disebut umat hanya mereka saja. Umat telah dihina, umat telah dizalimi, umat telah diinjak-injak. Umat dinarasikan sebagai pihak yang selalu menjadi korban. Apabila ditelusuri siapa itu umat. Dalam narasi mereka, umat itu adalah setiap insan yang sesuai dengan kelompok mereka. Ketiga kata ini –agama, jihad, dan umat –adalah kata yang sering dibajak demi kepentingan ideologi kaum radikal, salah satunya adalah ISIS.
Pembajakan itu dilakukan dengan cara-cara Iblis, yakni berbohong atas nama Allah. Nama Allah dibawa-bawa, identitas keislaman diseret-seret sebagai sarana pembohongan publik. Mengatasnamakan Allah diiringi dengan identitas agama sebagai jargon sering membuat manusia terhipnotis.Bisa dilihat saja, berapa banyak yang bersimpati kepada golongan radikal ini.
Bila ada pihak yang mengungkap kebohongan mereka dan menyatakan bahwa mereka sejatinya memperalat agama, mereka akan mencap yang mengkritik itu sebagai anti-Islam, anti-Rasullluh, anti-Arab, anti-ulama, anti-bendera tauhid, dan anti lainnya, yang itu sangat sensitif di kalangan masyarakat. Pemerintah, ormas, atau tokoh yang berani menelanjangi mereka menjadi bulanan-bulanan mereka.
Kekalahan ISIS yang disusul kemudian penyesalan besar-besaran oleh para eks anggotanya adalah bahan refleksi bagi kita bersama, bahwa propaganda atas nama agama; kampanye yang bawa-bawa agama, serta kebohongan yang ditutupi dengan menarik-narik agama –sejatinya adalah pembajakan agama yang harus dikutuk dan ditinggalkan. Mari menjadikan penyesalan anggota eks-ISIS itu sebagai renungan bersama dan mengambil iktibar darinya.