Dunia semakin terbuka dengan berkembangnya internet, banyak kegiatan yang dapat dikerjakan secara praktis. Internet ibarat sebuah pisau, tergantung siapa yang memegang dan tujuan ia menggunakan. Tanpa adanya sebuah kesadaran yang baik, internet sebagai kebebasan orang berkomunikasi akan menjadi alat menyebarkan permusuhan.
Banyak kasus mengenai kejahatan yang berawal dari internet, bahkan ada beberapa kelompok tersulut emosi lantaran sebuah status yang beredar. Bahkan ada beberapa negara yang porak-poranda lantaran sebuah hoax dianggap sebuah fakta, kemudian mengacaukan sebuah kebenaran yang ada.
Untuk mengatisipsi sebuah kekerasan di kehidupan ini, terlebih Indonesia merupakan negara yang multikultur di dalamnya banyak suku, agama dan budaya, diperlukan sebuah komitmen bersama untuk menggunakan internet secara sehat. Peran cukup penting dalam menciptakan internet sehat adalah sosok perempuan. Sosok yang selalu dekat dengan keluarganya –bila melihat tradisi yang ada di Indonesia.
Batas wilayah kerja perempuan tidak hanya macak (berhias untuk menyenangkan suami), manak (melahirkan anak), dan masak (menyiapkan makanan). Hal itu menunjukkan sempitnya ruang gerak dan pemikiran perempuan sehingga perempuan tidak memiliki cakrawala di luar tugas-tugas domestiknya.
Dengan demikian, perempuan yang kerja di rumah digambarkan tidak dapat mengupayakan dan menciptakan kebahagiaan bagi diri maupun keluarganya. Kondisi ini memunculkan ungkapan swarga nunut nraka katut, artinya kebahagiaan atau penderitaan perempuan tergantung sepenuh pada laki-laki. Ungkapan itu mempertegas, pemahaman secara kurang mendalam tentang kebudayaan Jawa yang berkaitan dengan inferoritas perempuan, hingga perempuan digambarkan tidak memiliki peran sama sekali dalam kebahagiaan hidup, sekalipun untuk dirinya sendiri.
Penempatan perempuan di sektor domestik itu juga dikaitkan dengan stereotip yang berkaitan dengan fisik dan psikis perempuan yang lemah, emosional, tidak rasional, dan kurang percaya diri. Dengan adanya stereotip semacam itu, peranan yang tepat bagi perempuan dikonstruksikan sebatas berada pada sektor rumah tangga, bukan sektor publik.
Pola pembagian privat-publik sesungguhnya telah dipatahkan oleh ideologi produksi yang menganut paham fungsionalisme strukturalnya Talcott Parsons. Pemahaman ini mengatakan bahwa pola pembagian privat-publik berlawanan dengan ideoogi produksi. Menurut ideologi produksi, perempuan juga berproduksi. Dalam Essays in Sociological Theory, Parsons mengatakan bahwa walaupun ukuran yang dipakai untuk status perempuan dan laki-laki, status wanita sama dengan status laki-laki.
Dalam konsep kesetaraan perempuan dan laki-laki juga terlihat dari konsep konco wingking. Dalam konsep itu terkadang disalahpahami sebagai merendahkan perempuan. Konco wingking yang memiliki arti teman di belakang, di mana seorang perempuan tidak bisa menentukan keputusan. Sebenarnya lebih dari itu, konsep konco wingking sebenarnya pembagian tugas dalam pekerjaan rumah tangga.
Semisal, ketika ada tamu yang datang ke rumah, seorang laki-laki yang menyambut tamu kemudian perempuan yang di belakang menentukan makan atau hidangan apa yang harus disajikan kepada tamu di depan. Di sini, laki-laki tidak bisa menentukan apa yang harus disajikan kepada tamu, tetapi perempuanlah yang menentukannya. Selain itu, konsep konco wingkin bisa diartikan sebagai sigaraning nyawa (belahan jiwa/ separuh dari jiwa). Makna sigaraning nyawa ini tampak jelas memberikan gambaran posisi sejajar dan lebih egaliter daripada konco wingking. Karena suami dan istri adalah dua yang telah menjadi suatu a masing-masing adalah separuh dari entitas. Hal ini jelas digambarkan dalam simbol patung Ardhanari.
Dari konsep di atas bisa ditarik definisi tentang kekuasaan perempuan Jawa. Kekuasaan perempuan Jawa adalah kemampuan perempuan Jawa untuk mempengaruhi, menentukan, bahkan mendominasi suatu keputusan. Kemampuan perempuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut bukan semata-mata pada saat keputusan itu diambil, melainkan merupakan sebuah proses yang panjang dari proses adaptasi, pemaknaan kembali, hingga strategi diplomasi.
Konsep kesetaraan perempuan dalam kebudayaan Jawa sudah sejak lama, bahwa sebelum konsep gender menjadi idola. Peranan penting perempuan tidak hanya dalam lingkungan rumah tangga tetapi dalam bidang politik. Sejarah mencatat, nama-nama seperti Ratu Sima, Sanggramawijaya Dharmaprasodotunggadewi (tangan kanan Erlangga) dan sederet lainnya nama-nama yang sangat terkenal di seluruh Jawa, bahkan pelosok Nusantara.
Dalam dunia Jawa peran perempuan yang paling jelas memiliki pengaruh adalah kisah Wangsa Isyana, yang kemudian keturunannya mendirikan kerajaan Singhasari dan Majapahit. Kerajaan Singhasari, dengan Ken Dedes sebagai tokohnya, memperlihatkan bagaimana seorang wanita menjadi dalam bagi peralihan kekuasaan dari Tunggul Ametung ke Ken Arok. Ken Dedes menjadi otak yang menyusun strategi untuk memperlancar langkah Ken Arok menduduki kedudukan Tunggul Ametung (yang menjadi suaminya).
Dari kekuasaan perempuan –dilihat dari kacamata budaya Jawa, memiliki kekuasaan yang cukup tinggi dalam kehidupan rumah tangga. Maka perempuan dapat peran aktif menjaga anak-anaknya dan anggota keluarganya bagaimana menggunakan internet secara sehat. Cara ini lebih efektif dari pada sebuah sosialisasi yang diadakan dalam sebuah forum sekali jumpa tidak ada tindakan selanjutnya.
Perlu dicatat, dalam pendidikan internet sehat yang dicanangkan melalui perempuan, maka diperlukan perempuan yang tangguh seperti Kartini. Perempuan yang luas wawasannya, tidak hanya pandai dalam rumah tangga tetapi pandai memilah dan memilih informasi yang baik dalam internet. Kemudian dapat menularkan dan memberi tahu kepada anggota keluarganya mana berita sesuai fakta dan hoaxs.