Radikalisme, Aksi Bela Pancasila, dan Kepura-puraan

Radikalisme, Aksi Bela Pancasila, dan Kepura-puraan

- in Narasi
1696
2

Sejumlah ormas yang mengatasnamakan dirinya sebagai Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK) NKRI melakukan aksi “membela Pancasila” di depan gedung DPR. Aksi ini dilakukan untuk menolak Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), yang mereka nilai sangat pro-komunis.

Sesuai meme yang beredar di media sosial, aksi akbar akan dilaksanakan secara nasional pada Jumat (26/06/20). Aksi yang diinisiasi oleh sejumlah sejumlah ormas Islam: GNPF Ulama, PA 212, dan FPI itu –selain menuntut penghentian pembahasan RUU HIP, juga sekaligus sebagai aksi bela ulama dan habaib dari kriminalisasi.

Sebagai sebuah aksi untuk menyampaikan aspirasi, aksi itu tentu sangat konstitusional. Ini adalah hak semua warga untuk menyampaikan pendapatnya dengan catatan, harus tetap berpegang kepada rambu-rambu konstitusi.

Masalahnya kemudian adalah, aksi itu hanya kamuflase. Judulnya membela Pancasila, tetapi teriakannya mencaci Pemerintah. Seruannya melawan komunis, tetapi dengan lantang dan tanpa rasa berdosa menuduh pemerintah dan pihak tertentu sebagai komunis.

Pun demikian dengan bendara yang dibawa saat demo, justru yang banyak dibawa adalah bendar ormas terlarang, bukan bendera merah putih. Tak jarang (dan ini sangat jelas di depan mata), teriakan yang dikumandangakan adalah teriakan perlunya khilafah. Ini belum lagi, jejak ormas yang melakukan aksi, semuanya adalah ormas yang berupaya terus agar terwujud NKRI Bersyariah.

Inilah yang saya maksud kepura-puraan membela Pancasila, yang terjadi di dalamnya adalah geliat radikalisme: tidak menghargai perbedaan pendapat, ingin khilafah tengak, mau menang sendiri, ingin agar negara ini bersyariah, menilai NKRI kurang islami, menuduh pemerintah zhalim dan taghut, menegasikan pihak lain yang berserangan dengannya, dan sederet ciri lainnya.

Menolak Standar Ganda

Aksi bela Pancasila yang dilakukan oleh ANAK NKRI ibarat melempar bayangan cermin diri sendiri. Menuduh pihak lain anti-Pancasila, tidak sesua dengan nilai-nilai Pancasila, tetapi justru diri mereka sendiri yang bertolak belakang dengan Pancasila.

Inilah kelompok yang selalu menuduh pihak lain anti-Pancasila, kemudian mengglorifikasikannya untuk kepentingan kelompok mereka biar terlihat dan terkesan Pancasilais, sementara tindak-tanduk kelompok mereka selama ini tidak dianggap sebagai bertolak belakang dengan Pancasila. Inilah standar ganda.

Standar ganda sangat berbahaya. Pihak mereka dituduh tidak Pancasilais, pihak kami diklaim sebagai pembela Pancasila. Seolah-olah ukuran Pancasilanya seseorang adalah kepentingan kelompok, bukan sila-sila Pancasila itu sendiri.

Pembelaan terhadap Pancasila itu adalah pembelaan semu. Sibuk mengkritik dan menuduh orang lain sebagai PKI, setapi prilaku kelompok mereka justru lebih PKI dari PKI itu sendiri. Sibuk menuduh pihak lain tidak pro Pancasila, padahal justru laku pihak mereka sendiri yang menabrak nilai-nilai Pancasila.

Standar ganda itu tentu sangat berbahaya. Sebab, Pancasila hanya dijadikan alat politik, kepentingan kelompok, tempat mencari nama dan mendulang citra baik. Pancasila dijadikan hanya sebagai palaris saja, tanpa ada pembumian nilai Pancasila pada tindakan riil di lapangan.

Menolak Kepura-puraan

Kepuraan-puraan itu tentu harus ditolak. Standar dan pedoman kita selamanya adalah Pancasila itu sendiri, bukan penilaian apalagi klaim kelompok tertentu. Pembelaan Pancasila –apalagi dilakukan atas niat mendulang citra –tidak perlu dilakukan. Meminjam bahasa Gus Dur, Islam tak perlu dibela, pun demikian Pancasila tak perlu dibela.

Penolakan dilakukan bukan tanpa alasan, sebab di belakang judul besar membela Pancasila itu, jusru yang terjadi adalah geliat besar radikalisme. Baik radikalisme jihadi, takfiri, maupun ideologi-politik. Bila dilihat latar belakang dari ormas pengusung ANAK NKRI ini semuanya tidak keluar dari tiga model radikalisme itu.

Kemunafikan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus ditangkal. Jangan sampai ada klaim diri paling berjasa membela Pancasila. Klaim paling Pancasilais. Merasa jadi superhero atas eksistensi Pancasila.

Yang kita butuhkan sekarang adalah tindakan riil dalam aksi nyata. Agar laku setiap kita sesuai dengan Pancasila. Seperti ungkapan Sukarno, Pancasila adalah philosopische grondslag atau pandangan hidup bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, Pancasila memiliki dua kepentingan. Pertama, Pancasila diharapkan senantiasa menjadi pedoman dan petunjuk dalam menjalani keseharian hidup manusia Indonesia baik dalam berkeluarga, bermasyarakat maupun berbangsa.

Kedua, Pancasila diharapkan sebagai dasar negara sehingga suatu kewajiban bahwa dalam segala tatanan kenegaraan entah itu dalam hukum, politik, ekonomi maupun sosial masyarakat harus berdasarkan dan bertujuan pada Pancasila.

Menjadikan Pancasila sebagai pedoman, petunjuk, serta sebagai dasar dalam berbangsa dan bernegara, tentu tidak ada lagi sikap kepura-puraan dalam membela Pancasila.

Facebook Comments