RUU Anti Terorisme; Membangun Solidaritas Tanpa Batas

RUU Anti Terorisme; Membangun Solidaritas Tanpa Batas

- in Narasi
1756
0
RUU Anti Terorisme; Membangun Solidaritas Tanpa Batas

Hanya tinggal beberapa jengkal saja, revisi undang-undang anti terorisme nomor 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme selesai sudah. Hadirnya rancangan undang-undang baru dalam rangka pemberantasan terorisme yang semakin merebak ke segala lini tentu sudah dinanti-nanti. Pasalnya, selain RUU demikian merupakan landasan hukum yang dijadikan rujukan dalam menangani kasus terorisme yang akan terjadi, RUU tersebut juga memberikan beberapa kebijakan baru yang melegakan hati masyarakat. Wakil Ketua Pansus Revisi UU Anti Terorisme Supiadin Aris Saputra mengatakan bahwa ada tiga hal baru yang akan digulirkan dalam rancangan undang-undang demikian.

Pertama, adanya penanganan terorisme yang bersifat proaktif diakomodasi. Artinya, payung hukum demikian memberikan kewenangan kepada aparat untuk menangkap terduga teroris meski belum melakukan aksinya. Kedua, penindakan terorisme melibatkan pasukan TNI. Ketiga, adanya penanganan pasca terjadi teror. Tentu dengan hadirnya tiga kebijakan baru tersebut merupakan terobosan baru guna memberantas tuntas ironi teroris yang tanpa disadari telah membumi di Indonesia. Apalagi dengan melihat poin pertama dan kedua, maka perihal demikian menunjukkan bahwa tidak ada rasa ampun bagi tindakan radikalis-teroris.

Terlepas dari konteks demikian, harus diakui bahwa pemusnahan terhadap kebengisan terorisme bukanlah hal mudah yang bisa dilakukan oleh segenap kalangan. Perlu perencanaan yang matang dan harus diaksikan lewat dunia nyata dan maya (Arya: 2005). Sebab sudah disadari bahwa rentannya dunia digital dalam penyebaran konten-konten radikal merupakan bias yang memicu perpecahan. Pun demikian, kelindannya aksi di dunia nyata tentang penyerangan dan pengeboman yang telah sering terjadi juga menjadi fakta, bahwa kebengisan terorisme sudah berada pada level yang ironis. Karena itulah, perlu adanya strategi yang nyata guna membatasi langkah terorisme yang telah merebak sampai demikian.

Membangun Solidaritas

Seperti yang telah diungkap dimuka, bahwa salah satu poin penting yang terdapat dalam kajian rancangan undang-undang baru adalah adanya pembangunan solidaritas. Poin kedua yang menyatakan bahwa penanganan terorisme akan ditindak lebih lanjut oleh dua punggawa besar negara merupakan kabar yang sangat menyenangkan. Sebab harus disadari, sinergitas antara kedua prajurit demikian memiliki kekuatan yang sangat mengerikan. Tentu dengan adanya kedua kemampuan tersebut, akan menyebabkan beragam tindakan terorisme terasa ringan untuk diselesaikan. Apalagi dengan melihat berbagai pengalaman yang telah dimiiki oleh dua kubu gajah tersebut, menyebabkan pemusnahan pada terorisme bukanlah kemustahilan yang dicita-citakan.

Alhasil, upaya penggerbekan gerakan radikalis-teroris dalam dunia nyata sudah direncanakan secara rapi lewat ketangguhan TNI-Polri. Lewat kekuatan jamaah demikian, setidaknya akan memberikan keuntungan lebih bagi bangsa Indonesia untuk menumpas tuntas terorisme yang telah menghilir sampai demikian. Bahkan dengan adanya kedua instansi besar tersebut menyebabkan 74 narapidana teroris dalam sepekan ini telah berhasil dibekukan—pasca teror bom Surabaya (Republika.com). Sangat fantastis tentunya ketika melihat hasil yang telah diberitakan. Lepas dari kemenangan demikian, perlu disadari pula bahwa gerakan radikalis-teroris telah menyebar lewat parameter pembibitan sampai pada pembuahan.

Itulah mengapa, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Suhardi Alius menyatakan bahwa pergerakan terorisme sudah berada di hulu sampai hilir. Lewat beragam media digital, konten-konten negatif tanpa disadari telah digunakan sebagai upaya pembibitan. Dari pembibitan itulah, upaya penghapusan fitrah manusia yang idealnya memiliki rasa kasih dan tak mau menyakiti mulai dihilangkan. Beranjak dari hal itulah, frekuensi kewaspadaan dunia digital harus ditingkatkan demi menanggulangi bahaya demikian. Dan tentu saja, hal ini diperlukan banyak pihak agar konten-konten radikalis-teroris tak menyebar di dunia virtual.

Berangkat dari kenyataan itulah, solidaritas yang tergabung dalam aksi menumpas tuntas aksi terorisme menjadi wujud usaha nyata dan maya. Perlunya persatuan agar bibit-bibit radikal itu tak menjelma menjadi sebuah pengeboman dan perpecahan merupakan kenyataan yang harus kita cegah bersama. Karena tentu saja, kenyataan tentang daulat dunia perdamaian yang dicita-citakan juga harus segera diciptakan. Maka hal logis yang perlu dilakukan adalah menyatukan beragam masyarakat dan tidak hanya bergantung pada pemerintah semata. Sudah saatnya kita bahu membahu membantu pemerintah untuk menumpas beragam kejahatan yang terjadi di Indonesia (Red: Kekutaan Jamaah).

Karena prinsip persatuan dan solidaritas di Indonesia adalah “Bersatu Kita teguh, Bercerai Kita Runtuh.” Maka kesanggupan berjuang oleh semua orang juga harus dioptimalkan. Sebab solidaritas adalah gerakan kesiapsiagaan manusia dari kemapanan menuju tempat-tempat terasing dan menuju sudut-sudut tergelap yang disana terdapat masyarakat yang menjerit kesakitan, kesepian, keterpurukan akibat keserakahan orang-orang yang tak mau bertanggung jawab (Sandyawan Sumardi: 2006). Oleh sebab itu, gerakan penanggulanagan terorisme yang tergabung dalam masayarakat dan pemerintah harus senantiasa dipupuk agar solidaritas tanpa batas ini menjadi senjata yang tak pernah termakan usia. Akhirnya, solidaritas yang terhimpun dalam nilai-nilai RUU baru semoga terwujudkan demi terciptanya kedamaian bersama. Wallahu a’lam bi al-shawaab.

Facebook Comments