Sesat Tafsir Pancasila Produk Kafir

Sesat Tafsir Pancasila Produk Kafir

- in Narasi
1455
0

Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia sedang menghadapi berbagai tantangan yang luar biasa. Salah satu tantangan tersebut adalah propaganda yang disuarakan oleh kelompok radikali bahwa Pancasila sebagai ideologi negara harus ditolak karena ia merupakan produk manusia (kafir).

Gerakan penolakan terhadap Pancasila sejatinya bukanlah persoalan langka. Artinya, seudah sejak dahulu kala gerakan semacam ini sudah menggejala, namun demikian gerakannya tidak sesenter belakangan. Sebagaimana mafhum diketahui bahwa kelompok yang menolak Pancasila saat ini sudah blak-blakan. Media sosial maupun ruang publik pun merupakan tempat yang empuk bagi mereka untuk menyuarakan bahwa Pancasila itu thagut, syirik dan lain sebagainya.

Teranyar, masyarakat Indonesia, khususnya warga Semarang dihebohkan dengan sejumlah poster yang bertuliskan “Garudaku Kafir”. Ironisnya, poster tersebut ditempel di gedung Fisip Undip Semarang. Tidak jauh dari tempat tulisan “Garudaku Kafir”, ditemukan poster yang bernada memilukan, yakni “Bhinneka Tinggal Duka”.

Poster bernada provokatif di area kampus tersebut semakin menegaskan kepada kita semua bahwa betapa kelompok radikalis sudah sedemikian cepatnya mengoyak dan menyerang pemikiran anak-anak bangsa. Indoktrinisasi dan rekrutmen yang dilakukan oleh kelompok radikali sangat membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hal itu tidak mengada-ada, melainkan ancaman tersebut sungguh nyata. Sebab, dalam konteks mengkafirkan orang yang menganut dan mempercayai Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, mereka juga menawarkan ideologi pujaan mereka, yakni khilafah. Ini jelas merupakan suatu gerakan untuk merong-rong NKRI.

Ironi semakin dalam ketika kelompok yang mengingkari Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah dalam gelagat gerakannya yang lebih condong ke arah kekerasan dalam melancarkan dan mewujudkan misinya. Sehingga besar kemungkinan kelompok ini akan melakukan tindak kekerasan untuk mengganti Pancasila dengan ideologi mereka. Jika yang demikian terjadi, maka NKRI akan sulit dipertahankan.

Beberapa Narasi

Sebagaimana disinggung penulis di awal bahwa kelompok radikalis dalam upaya mewujudkan misinya, mereka melakukan berbagai narasi secara terus-menerus di ruang publik, baik melalui mimbar agama sampai mobilisasi massa. Dalam posisi inilah, narasi atau tafsir sesat diproklamirkan.

Satu demi satu butir Pancasila dipersoalkan. Misalnya sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Mereka menafsirkan sebagai banyak tuhan yang maha esa dan mengakui keberadaan tuhan-tuhan itu, yaitu tuhannya Kristen, tuhannya Islam, tuhannya Budha, dan lain-lain. Masih menurut penafsiran kelompok ini, bahwa yang demikian inilah ajaran syirik akbar thagut berhala burung Garuda Pancasila!

Tidak hanya itu, lagu Garuda Pancasila disebut sebagai lagu murtad nasional. Sungguh luar bisa sesatnya, bukan? UUD 1945 tak luput jadi “pesakitan” oleh kelompok ini. Mereka juga mengklaim bahwa UUD 1945 adalah produk kafir. Sebab, hukum yang tertera di dalamnya tidak lebih dari karya manusia. Bagi kelompok ini, sesuatu yang dilahirkan manusia, termasuk ideologi dan hukum, maka semua itu batil, tidak sah dan wajib ditolak.

Tentu narasi dan indoktrinisasi semacam ini, jika dicekoki kepada masyarakat awam bahkan orang terpelajar tetapi memiliki pemahaman yang dangkal terhadap ajaran agama, maka sudah bisa dipastikan mereka akan terbawa arus kelompok radikal.

Mengokohkan Pancasila Ideologi Bangsa

Awal Oktober lalu, segenap bangsa Indonesia sedang merayakan Hari Kesaktian Pancasila. Momentum ini menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah di tengah arus penolakan Pancasila sebagai ideologi bangsa datang secara bertubi-tubi.

Jika dahulu serangan itu datang dari PKI, yaitu G30S/PKI, maka saat ini tidak hanya sekedar itu. Terlepas dari semua itu, kiranya mendesak sekali penulis membuat satu uraian yang dapat mengantarkan pada pemahaman bahwa Pancasila adalah ideologi bangsa yang sah dan tidak ada masalah ketika kita mengikutinya.

Satu hal yang harus dicamkan adalah, bahwa Pancasila bukan agama. Dan agama kedudukannya lebih tinggi daripada Pancasila. Dengan demikian, ketika orang beragama, maka agamanyalah yang menduduki tingkat pertama. Dan ketika orang berindonesia, maka Pancasila adalah ideologinya. Dalam bahasa Bung Karno, kita harus bisa ber-Islam sekaligus ber-Indonesia.

Yang demikian itu sangat mudah sekali. Sebab, agama senafas dengan Pancasila. Jadi tidak perlu mengingkarinya (Pancasila). Justru nilai-nilai agamalah yang menjiwai butir-butir Pancasila. Sekali lagi, Pancasila sebagai ideologi bangsa tidak perlu diingkari.

Sebagai penguatan, bahwa Islam tidak pernah mempunyai sistem negara secara pasti. Sebab, dalam Islam, persoalan sistem negara dimasukkan dalam ranah ijtihad. Jika demikian, maka campur tangan kecerdasan manusia berperan dalam hal ini. Nabi Muhammad Saw ketika membangun Madinah sebagai kota atau negara yang maju melakukan sebuah inovasi yang luar biasa. Inovasi inilah yang disebut sebagai ranah ijtihad.

Jika Sang Panutan saja melakukan seperti itu, tentu sebagai umatnya, Muslim patut meneladaninya. Kira-kira itulah landasan dan latar belakangan para ulama kala itu sepakat bahwa Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. Tegasnya, para ulama kala itu nyaris tidak ada yang menyoal bahwa Pancasila itu produk kafir dan wajib diingkari! Wallahu a’lam

Facebook Comments