Spirit Maulid Nabi : Meneladani Laku Kebangsaan Rasulullah

Spirit Maulid Nabi : Meneladani Laku Kebangsaan Rasulullah

- in Narasi
1453
0

Nabi Muhammad SAW merupakan figur teladan yang harus diidolakan oleh seluruh umat Islam. Rasulullah SAW adalah sosok manusia mulia yang selalu terjaga terhindar dari dosa atau maksum. Setiap langkahnya selalu dibawah kontrol dan pengawasan Ilahi. Tindakan dan ucapannya adalah permata berharga, menjadi landasan pembentukan akhlak ummatnya dalam berbuat dan menjadi hukum yang ditaati.

Indonesia pun sebagai bangsa yang bhinneka atau majemuk bisa mencontoh masyarakat ideal sebagaimana telah diwujudkan oleh Nabi Muhammad SAW, diantaranya mana kala membangun Madinah. Masyarakat Madinah adalah masyarakat yang majemuk, yang terdiri atas berbagai komponen etnik dan agama.

Piagam Madinah sebagai salah satu contoh produk keteladanaan Nabi Muhammad SAW merepresentasikan konsensus kolektif penduduk Madinah dalam ikrar untuk hidup berdampingan secara damai, saling tolong-menolong, saling menghargai, dan berkomitmen guna menjaga keamanan dan juga kedamaian negeri dari ancaman luar. Dan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW sangat berpegang teguh kepada Konstitusi Madinah atau Piagam Madinah. Nilai-nilai sosial dan politik dalam Piagam Madinah berpijak pada prinsip universalisme Islam yang bersumber dari Al-Quran.

Di sisi lain, Piagam Madinah sebagai konsensus politik kolektif yang lahir dari kondisi sosio-kultural masyarakat Madinah yang majemuk. Seluruh pihak (penduduk madinah yang majemuk) yang terlibat dalam konsensus politik tersebut disebut sebagai ummatun wahidah, tidak peduli apa latar belakang agama dan ras mereka.

Prinsip musyawarah, amanah, transparansi, dan kejujuran dalam berpolitik menjadi strategi jitu Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat madani yang demokratis. Nabi Muhammad SAW juga senantiasa menghendaki kehidupan yang demokratis yang kemudian dituangkan dalam Piagam Madinah. Dari situ pula, fanatisme kesukuan tidak lagi menjadi landasan kehidupan baik sosial, budaya, maupun politik.

Nabi Muhammad SAW mengikat penduduk Madinah dalam sebuah ikatan spiritual yang mengindahkan persatuan, perdamaian, dan kasih sayang. Fanastime kesukuan yang selama ini menjadi basis sosio-kultural dan sosio-politik penduduk Yastrib hanya menjerumuskan mereka ke dalam konflik, permusuhan dan perpecahan yang panjang dan menjadi penghalang bagi proses keadaban dan keperadaban Kota Yastrib.

Berdasarkan nilai-nilai keteladanan tersebut, akhlak Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat Madinah relevan untuk diaktualisasikan dalam konteks ke-Indonesia-an. Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW di Madinah selalu mengedepankan keadilan, toleransi, persaudaraan, musyawarah, tanggungjawab (amanah), kejujuran, dan kemaslahatan umat. Orientasi yang didahulukan tersebut berlandaskan budi pekerti/akhlak yang mulia Nabi Muhammad SAW dalam membangun kemajuan Madinah.

Apalagi, mengingat cita-cita ideal Indonesia adalah menuju taraf masyarakat madani/civil society. Pada dasarnya idealitas kehidupan berbangsa dan bernegara yang beradab tersebut hanya lahir dari proses keadaban dalam kehidupan. Kepemimpinan harus didasari adil, kejujuran, tanggung jawab, amanah, dan akhlak (Dwihantoro, 2013: 13). Nilai keteladanan Nabi Muhammad SAW kemudian diaktualisasikan dalam kehidupan berkebangsaan yang berakhlak, toleran, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik dan tidak manipulatif.

Kalau kita kuliti sejarah Islam, Nabi Muhammad SAW adalah contoh figur teladan yang sangat toleran dan lemah lemah lembut kepada siapa saja termasuk pada orang yang berbeda agama atau keyakinan. Piagam Madinah adalah contoh bahwa Rasulullah SAW sangat peduli pada semua bangsa, tanpa padang SARA. Karenanya, sudah saatnya melalui momentum Maulid Nabi ini, kita patut merefleksikan spirit kebangsaan yang sedari dulu dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW menuju bangsa yang damai dalam bingkai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an.

Facebook Comments