Sterilisasi Kampus Dari Radikalisme

Sterilisasi Kampus Dari Radikalisme

- in Narasi
1929
0
Sterilisasi Kampus Dari Radikalisme

Pancasila pada era globalisasi sekarang ini menghadapi banyak ancaman. Tantangan itu muncul seiring ada mahasiswa baru yang masuk di Kampus. Nah, mahasiswa baru ini menjadi sasaran empuk bagi kaum radikalisme untuk menancapkan doktrin radikalisme.. Hal ini lah yang perlu mendapatkan kewaspadaan dari pejabat kampus. Karena itu, mahasiswa mahasiswa baru ini harus dipantau apakah nantinya dalam perjalanan akademik terpapar radikalisme atau tidak?

Mahasiswa baru harus diawasi terus agar nantinya tidak terjadi gejolak perlawanan kesadaran terhadap nilai-nilai Pancasila, seperti yang pernah dahulu terjadi pada tahun 2016 lalu. Gejolak pertentangan antara ideologi Islam dan ideologi Pancasila muncul kembali. Mahasiswa, dosen, dan alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta menolak penyebaran ideologi organisasi masyarakat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dinilai mengganggu kreativitas dan pengembangan keilmuan kampus itu.

Setidaknya 300-an mahasiswa, dosen, dan alumnus ISI menggelar aksi menolak HTI di halaman rektorat Kampus ISI, Jumat siang, 17 Juni 2016. Mereka juga bergerak bersama masyarakat Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, dengan menghadirkan Lurah Desa Sewon, Wahyudi. Mereka membentangkan spanduk ISI tolak HTI dan memasang lambang Pancasila. Ada acara menggelar sholawatan, mengumandangkan lagu Indonesia Raya, dan memanjatkan doa. Selain itu, ada seniman yang menggelar aksi teatrikal mengecat tubuh berkarakter gambar Pancasila. Seniman Yustoni Voluntero mengenakan sarung dan kopiah berorasi menolak penyebaran gerakan khilafah di ISI (Koran Tempo, Jum’at, 17 Juni 2016).

Rektor ISI Yogyakarta, Agus Burhan, turut hadir untuk memberikan pernyataan sikap rektorat. Isinya adalah rektorat akan segera mengeluarkan surat keputusan larangan organisasi masyarakat dan partai politik untuk menyebarkan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. “Bukan hanya HTI, melainkan juga semua ormas dan parpol tidak boleh masuk kampus, Menurut Burhan, penyebaran ideologi HTI kerap mengganggu kegiatan kemahasiswaan, pengembangan bidang ilmu, perkuliahan, dan menghambat kreativitas. Gerakan khilafah yang membatasi kebebasan berekspresi seperti itu, kata Burhan, tidak sejalan dengan pengembangan bidang keilmuan ISI Yogyakarta.

Penyebaran ideologi tersebut muncul di ruang-ruang kuliah melalui dosennya. Sejumlah pengajar bahkan tidak mau mengampu mata kuliah yang menggambarkan manusia. Tak hanya di kelas, tapi kajian tentang khilafah juga berlangsung di Masjid Al-Mukhtar, Kampus ISI. Agus Burhan menyebut, kegiatan ibadah di masjid itu didominasi kelompok tertentu. Ini menggambarkan situasi kampus yang tidak sehat. Burhan menyebut penyebaran gerakan khilafah tak hanya di ISI, tapi juga juga di Universitas Islam Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Agus dan timnya sedang melakukan perbaikan dan restrukturisasi pengurus Masjid Al-Mukhtar sebagai langkah mengatasi penyebaran gerakan khilafah lebih meluas. “Untuk dosen yang menyebarkan ajaran-ajaran HTI, kami sedang melakukan pencermatan sesuai dengan Undang-Undang Dosen dan Guru. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa ISI Yogyakarta, Caki Arok Subagyo, mengatakan sekelompok orang yang berafiliasi dengan Hizbut Tahrir Indonesia berbahaya karena organisasi itu merupakan gerakan transnasional yang mengusung khilafah dan anti-Pancasila. “Gerakan HTI tidak menghargai tradisi, atmosfer, karakter, dan kearifan-kearifan lokal yang selama ini tumbuh subur di lingkungan ISI Yogyakarta (Koran Tempo, 17 Juni 2016).

Untuk itu, mereka yang menggelar aksi mendorong pejabat ISI Yogyakarta segera menerbitkan surat keputusan yang melarang segala aktivitas HTI di lingkungan kampus. Mereka juga mengajak seluruh pemangku kepentingan di ISI Yogyakarta melawan segala bentuk gerakan, baik individu maupun kelompok yang anti-Pancasila di lingkungannya masing-masing.

Pancasila sebagai pilar kehidupan berbangsa, tentunya harus dijadikan perhatian oleh ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Di dalam nilai-nilai pancasila diajarkan bagaimana cara bersikap, berucap, dan bertindak pada setiap sesamanya. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memiliki nilai-nilai luhur, budi pekerti, etika dan moral bagi setiap umat manusia di Indonesia dalam rangka merangkai rasa kebangsaan

Pancasila adalah suatu philosofische gronslag, suatu weltanschauung yang diusulkan oleh Bung Karno di depan sidang BPUPKI 1 Juni 1945 sebagai dasar bagi Negara Indonesia yang kemudian merdeka. Bung Karno pada 1 Juni 1945 mengemukakan, “akhirnya marilah kita selalu berpegang teguh pada tiga pokok pikiran dari pancasila, yaitu (1) pancasila sebagai pemerasan jiwa kesatuan Indonesia, (2) pancasila sebagai manifestasi persatuan bangsa danwilayah Indonesia, serta (3) pancasila sebagai welthanschauung bangsa Indonesia dalam penghidupan nasional maupun internasional. Dalam ketiga pengertian tersebut, Pancasila lebih dikualifikasikan sebagai falsafah dan ideologi yang menunjukkan jati diri atau citra visioner bangsa Indonesia.

Karena itu, asas Pancasila dan moderasi beragama harus dijadikan sebagai pijakan dalam mengospek mahasiswa agar tidak terpapar radikalisme. Dengan demikian, panitia ospek nantinya harus memberikan pemahaman dan kesadaran akan arti pentingnya Pancasila dan nilai nilai moderasi beragama, dan mahasiswa janagan sampai mudah terbawa arus radikalisme dari kelompok yang akan mendoktrin nilai nilai radikalisme.

Kita harus memback up dulu dengan paham Pancasila dan Moderasi beragama. Karena itu, setiap mahasiswa baru wajib memiliki wawasan kebangsaan, pancasila dan pemahaman nilai moderasi beragama. Pancasila memiliki nilai-nilai luhur sebagai basis epistemologi untuk kebaikan bersama. Pancasila itu dipancarkan dari sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, secara otomotis, sila kedua, sila ketiga, sila keempat dan sila kelima harus selalu memancarkan sifat-sifat Tuhan, yang maha pengasih, penyayang, pemurah. Pancasila dapat juga dijadikan titik tolak oleh manusia Indonesia dalam mendirikan ormas.

Karena itu, setiap kegiatan dari mahasisa yang baru yang masuk di Masjid Kampus di Perguruan Tinggi Yogyakarta harus memancarkan nilai-nilai pancasila. Pancasila sebagai falsafah negara Indonesia yang sarat dengan budi pekerti, kearifan, kebijaksanaan dan moralitas harus diimplementasikan oleh mahasiswa baru. Pancasila harus dijadikan pijakan dalam proses berorganisasi mahasiswa baru sebagai upaya benteng pertahanan untuk mencegah gerakan anti pancasila. Dengan begitu, Pancasila dan moderasi beragama memiliki relevansi yang sangat tepat sekali saat ini sebagai upaya merangkai rasa kebangsaan, rasa keharmonisan dengan mahasiswa baru dalam melawan paham Radikalisme di kampus. Semoga.

Facebook Comments