Teroris itu Laknat, Berkurban itu Rahmat

Teroris itu Laknat, Berkurban itu Rahmat

- in Editorial
3397
0

Menyambut perayaan Idul Adha kali ini, aroma tidak sedap mulai muncul dari kelompok-kelompok anarkis yang secara serampangan memaknai aksi kekerasan yang berpotensi melukai atau bahkan menghilangkan nyawa diri sendiri (pelaku) adalah bagian dari ‘kurban’ kepada Allah. Tentu hal ini tidak dapat dikatakan sebagai upaya ‘kurban’ untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebab faham radikal yang melahirkan watak anarkis dengan melakukan aksi teror yang memusnahkan harapan kehidupan umat manusia dan menghancurkan kelangsungan lingkungan hidup sekitar justru menjauhkan diri dari nilai-nilai ketuhanan yang tumbuh subur dan terpatri dalam diri manusia.,

Aksi teror yang terjadi belakangan ini begitu menghancurkan sendi-sendi kehidupan manusia dan telah pula meluluh lantahkan indahnya persaudaraan dan kemanusiaan. Tuhan mengamanatkan umat manusia sebagai pengganti Tuhan di atas dunia dalam memakmurkan dan mensejahterakan kehidupan, bukan malah menghancurkannya. Terorisme merupakan laknat bagi hidup dan kehidupan, serta bencana bagi manusia dan kemanusiaan.

Secara bahasa, kata “Kurban” berasal dari bahasa Arab “Qarib” yang berarti dekat. Ringkasnya, Kurban merupakan upaya yang dilakukan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam al-Quran secara tegas Allah menyatakan bahwa segala yang ada dalam diri kita, serta semua materi yang kita miliki akan habis, musnah dan hancur, kecuali sebagian yang telah diikhlaskan dan diinfakkan di jalan Allah SWT (QS al-Nahl 16 : 96).

Perayaan hari raya Idul Adha atau Idul qurban diawali dengan melaksanakan sholat sunnah 2 rakat pada hari raya tersebut yang bertepatan dengan tanggal 10 Zulhajji setiap tahunnya. Perayaan hari raya ini merupakan napak tilas sejarah perjuangan nabi Ibrahim AS beserta keluarganya di masa lalu. Ia mendapat ujian besar dari Allah SWT, dimana ia diperintahkan untuk memotong Ismail, buah hati yang didambakan sekian lama, putra yang diamanatkan oleh Allah kepada Ibrahim, putra yang sangat disayang dan dicintainya.

Nabi Ibrahim mendapat perintah tersebut melalui mimpi. Siti Hajar, ibunda Ismail begitu terpukul mendengar hal itu, ia seolah tidak rela jika anak semata wayangnya diminta kembali oleh Allah. Melalui perintah tersebut Ibrahim diuji oleh Allah untuk memilih apakah kecintaan Ibrahim lebih dalam kepada putranya daripada cintanya kepada Allah SWT. Namun Ibrahim membuktikan rasa cintanya kepada Allah SWT lebih besar dan tiada tandingnya. Ia pun rela buah hati belahan jiwa yang dimilikinya untuk diserahkan kembali kepada ‘empunya’ kehidupan, Allah SWT.

Atas ketabahan dan kekuatan imannya itu, Allah SWT memuji nabi Ibrahim beserta Ismail kecil yang tabah menerima ketentuan Allah. Allah pun lantas menghadiahi keduanya seekor kibas (kambing) yang diambil langsung dari surga. Demikianlah syariat Allah SWT kepada nabi Ibrahim AS beserta keluarganya. Pertanyaan selanjutnya adalah, apa yang dapat kita kurbankan ke jalan Allah SWT sebagai bukti cinta kita kepada-Nya?

Revolusi Cinta yang ditunjukkan nabi Ibrahim as beserta keluarganya harus menjadi pelajaran dan bahan renungan bagi setiap insan yang rindu dan cinta akan kedekatan diri kepada Allah SWT. Kita tidak dituntut mencontoh Ibrahim dengan jalan memotong putra kesayangan kita. Tetapi yang meski sama adalah keikhlasan untuk memberikan sebagian harta titipan Allah SWT di jalan yang diridahi-Nya.

Aksi brutal para teroris yang telah membunuh banyak orang tidak berdosa atas nama agama, sama sekali tidak dapat dikategorikan sebagai rangkaian ibadah kurban. Aksi teror dengan membunuh dan merusak merupakan perbuatan yang dilaknat oleh Allah SWT. Kurban yang sesuai dengan perintah agama adalah memotong binatang yang telah ditentukan dalam ajaran agama untuk kemudian dibagikan dagingnya kepada yang lain, itulah jalan meraih rahmat-Nya.

Hari raya kurban datang dan berlalu dalam kehidupan kita, kita tidak dapat lagi menghitung berapa banyak hewan hasil kurban yang telah kita nikmati. Secara kasat mata, kita memang hanya berkurban fisik binatang yang kemudian kita bagikan dagingnya dan sebagian kita nikmati bersama keluarga, namun dibalik itu, kurban binatang sesungguhnya simbol dari keikhlasan kita untuk memotong sifat kebinatangan yang mudah muncul dalam diri kita.

Sifat egoisme, rakus, tamak, serta angkuh merupakan ciri dari sifat kebinatangan, yang menjangkit para teroris dan mungkin juga sebagian dari kita. Mari kita secara ikhlas berkurban bintang, termasuk ikhlas untuk memotong sifat dan prilaku kebinatangan yang mudah muncul dalam diri setiap insan, agar tidak terjadi lagi aksi teror, perampokan, pembunuhan dan perampasan hak milik orang lain serta kejahatan lainnya yang dapat menjauhkan kita dari kehidupan yang penuh rasa cinta dan kasih sayang. Sehingga kita dapat merasakan indahnya hidup DAMAI.

Facebook Comments