Tuhan Tak Rela Manusia Terluka dan Mengapa Anda Melukai Manusia Mengatasnamakan Tuhan?

Tuhan Tak Rela Manusia Terluka dan Mengapa Anda Melukai Manusia Mengatasnamakan Tuhan?

- in Narasi
9
0

Cobalah kita renungkan bersama, esensi di balik ibadah Qurban di momentum Idul Adha itu. Bahwasanya, Nabi Ibrahim diperintah oleh-Nya untuk menyembelih anak-nya yang bernama Ismail. Setelah perintah itu dilaksanakan, Tuhan justru berupaya menggagalkan-nya, lalu digantikan dengan hewan ternak untuk dikorbankan seperti yang kita laksanakan sampai saat ini.

Jika kita sadari, ini adalah bentuk skenario Tuhan. Bahwa Tuhan tak rela manusia itu terluka. Lantas pertanyaanya sekarang, mengapa banyak orang beragama mudah melukai manusia mengatasnamakan Tuhan? Sejarah ibadah Qurban adalah sejarah di mana Tuhan menunjukkan bahwa tak ada kebenaran “melukai” manusia mengatasnamakan iman/agama.

Tuhan menginginkan Nabi Ibrahim “menyembelih” sifat-sifat ego dan segala hasrat diri sendiri. Esensi Qurban adalah tentang bentuk keikhlasan kita untuk lebih bisa memanusiakan manusia lain. Serta, bisa melindungi hak dan keselamatan manusia sebagaimana Tuhan melindungi nyawa Ismail agar penyembelihan yang dilakukan Nabi Ibrahim itu gagal.

Jadi, tak ada kebenaran perilaku melukai, bertindak benci atau melakukan kezhaliman mengatasnamakan kebenaran Tuhan. Sebab, Tuhan, begitu sangat melindungi jiwa-nyawa manusia. Tak ada kebenaran iman yang mereduksi nilai-nilai kemanusiaan. Esensi Qurban adalah sebentuk keikhlasan diri untuk lebih peduli atas kehidupan sosial-kemanusiaan sebagaimana pentingnya merawat keberagaman.

Maka sangat keliru apabila Anda terjebak oleh provokasi kaum radikal-teroris yang membenarkan tindakan zhalim mengatasnamakan Tuhan. Seperti bertindak radikal dan intolerant atas manusia lain (umat agama lain) lalu mengatasnamakan kebenaran Tuhan. Padahal melalui pengajaran spiritual Qurban ini, Tuhan begitu sangat tak ridha manusia terluka apalagi terbunuh.

Qurban selalu berkaitan dengan kesadaran diri yang ikhlas, tulus dan senantiasa bertakwa pada Tuhan. Tentu, sebentuk “legowo iman” yang semacam ini dapat melahirkan kesadaran yang egalitarian. Karena bebas dari sifat, sikap dan perilaku “keangkuhan beragama” seperti merasa dirinya paling benar, paling baik dan paling suci di antara yang lainnya.

Misalnya dalam konteks menyikapi perbedaan iman. Sebentuk dari sikap “acuh dan benci” atas agama lain lalu bertindak diskriminatif atas mereka. Perilaku demikian karena kita masih terjerat oleh sifat yang “egois” dalam diri-beragama. Merasa diri sendiri paling baik, baik benar dan yang lain keliru.

Kebebalan diri yang kerap memusatkan segala hal pada ego dan kepentingan pribadi semacam inilah yang menjadi inti dari esensi ibadah Qurban itu. Sebagaimana, Nabi Ibrahim berhasil melewati ujian dari Tuhan dengan segenap keikhlasan dan ketulusan dirinya dalam iman. Begitu-pun, Tuhan menyelamatkan Ismail agar tak terluka sedikit-pun, lalu digantikan oleh hewan peliharaan.

Cobalah sadari, andai Tuhan merestui manusia itu harus terluka demi iman kepada Tuhan, niscaya penyembelihan Ismail itu bisa dilaksanakan tanpa kendala. Sebab, pisau yang digunakan oleh Nabi Ibrahim begitu sangat tajam dan mengapa ketika bersentuhan dengan kulit Ismail seakan pisau itu tumpul? Tentu ini kembali pada kehendak Tuhan bahwa Tuhan tak rela dan tak sudi sedikit-pun manusia terluka karena iman kepada Tuhan.

Dari esensi Qurban, kita harus sadar bahwa tak ada perjuangan agama yang justru membenarkan tindakan zhalim atau melukai manusia. Sebagaimana yang selalu digaungkan oleh kaum radikal-teroris. Mereka mengatasnamakan Jihad membela Tuhan lalu melukai dan bertindak zhalim atas manusia yang beda agama. Ini adalah kekejaman yang sangat tak diridhai dan tak pernah dikehendaki oleh Tuhan sampai kapan-pun.

Facebook Comments