Urgensi Organisasi Ekstra Moderat Kampus Sebagai Benteng Virus Radikalisme

Urgensi Organisasi Ekstra Moderat Kampus Sebagai Benteng Virus Radikalisme

- in Narasi
1089
0

Saat ini merupakan musim penerimaan mahasiswa baru di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Momen inilah yang seringkali dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk menggaet massa, khususnya kalangan mahasiswa untuk menjadi calon kader ideologis mereka. Meskipun di tengah pandemi covid-19, upaya mereka tidak pernah surut untuk menggaet kader baru. Berbagai upaya mereka lakukan, misalnya dengan membuat WAG dan semacamnya sebagai jembatan informasi mereka.

Karena kelompok radikal paham bahwa para calon mahasiswa ini mayoritas masih berada dalam proses pencarian jati diri dan masih dalam tahap belajar mengenal banyak hal. Mereka menjadi sasaran strategis untuk memperkuat gerakan radikalisme keagamaan khususnya di kampus. Pun para mahasiswa ini cukup memiliki jangkauan pergaulan luas, yang oleh kelompok radikal dianggap sebagai lahan subur dan mudah untuk memproliferasi paham mereka kepada para mahasiswa baru.

Dalam hal ini biasanya proses masuknya mahasiswa baru di lingkungan kampus, kemudian dilanjutkan dengan proses kaderisasi di organisasi ekstra kampus. Di momen inilah banyak organisasi ekstra kampus dari mulai yang radikal hingga moderat mengambil peran untuk menggaet antusiasme mahasiswa.

Untuk itu, idealnya para mahasiswa harus selektif dalam memilih organisasi ekstra berbasis kemahasiswaan untuk menjadi tempat menempa diri dan berproses selama menjadi mahasiswa. Mahasiswa sejatinya memilih organisasi ekstra kampus yang moderat dan di dalamnya tidak mengajarkan paham radikal dan intoleran, jangan sampai mereka memilih organisasi kampus yang radikal serta menolak keberagaman dan menolak ideologi pancasila.

Semenjak masuknya era reformasi dan terbukanya kran demokrasi, kelompok radikal telah dengan leluasa mengekspresikan diri mereka di ruang publik. Karena mereka sebelumnya direpresi oleh orde baru. Di ranah kampus mereka banyak menyelenggarakan halaqoh-halaqoh di sekitar area masjid kampus untuk menginternalisasi ideologinya kepada mahasiswa baru. Kelompok radikal ini sangat cakap dalam penguasaan teknologi berbasis media. Di masa pandemi ini pun mereka banyak memanfaaatkan media sosial untuk memperluas jangkauan untuk menggaet kader baru.

Virus Radikalisme sendiri adalah penyakit sosial yang harus direduksi. Menurut Simon Tormey dalam International Encyclopedia of Social Sciences (Vol.7, hal 48), radikalisme merupakan sebuah konsep yang bersifat konstekstual dan posisional. Kehadirannya merupakan antitesis dari ortodoksi atau arus utama, baik bersifat sosial, sekuler, saintifik, maupun keagamaan. Menurutnya radikalisme tidak mengandung seperangkat gagasan dan argumen, melainkan lebih memuat posisi dan ideologi yang mempersoalkan atau menggugat sesuatu yang dianggap mapan, diterima, atau menjadi pandangan umum.

Di ranah kampus saat ini terdapat banyak aliran organisasi, dari yang radikal hingga yang moderat. Mengingat bahayanya organisasi berpaham radikal, mahasiswa idealnya perlu memilih organisasi yang mengemban visi kebangsaan yang biasanya diwadahi oleh organisasi ekstra moderat kampus. Organisasi ini sangat ideal bagi mahasiswa baru untuk dijadikan media dalam berproses, misalnya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU). Organisasi tersebut telah dikenal sebagai media arus utama dalam penguatan wawasan Islam dan Kebangsaan di ranah kampus. Dengan berproses di organisasi tersebut, setidaknya mahasiswa dapat menjadi kader intelektual yang progresif dan menjadi benteng utama dalam melawan ideologi radikalisme di kampus.

Organisasi tersebut telah terbukti menjadi media dalam melahirkan kader-kader mujahid yang cinta terhadap bangsa dan negaranya. Organisasi tersebut sejak lama telah pasang dada dalam melawan gempuran paham radikalisme di kampus. Dengan berproses di dalamnya akan mampu menelurkan paham moderat kepada mahasiswa. Karena jika mahasiswa mengikuti organisasi kelompok radikal seperti Gerakan Mahasiswa (GeMa) Pembebasan atau Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) yang dalam berbagai riset akademis, ditengarai sebagai media organisasi radikal di ranah kampus. Maka, mereka nantinya dapat menjadi kelompok yang suka menebar kebencian (radikal) dan anti keberagaman.

Akhirnya, mahasiswa harus mampu membekali diri agar terhindar dari paham radikal yang biasanya bermuara kepada aksi terorisme. Meminjam bahasa Rizal Sukma(2004), “Radicalism is only one step short of terrorism”. Selain itu, membendung paham radikalisme di kampus juga merupakan tugas moral seluruh civitas akademika kampus itu sendiri. Kampus harus bersatu dalam melawan virus radikalisme. Memutus mata rantai paham radikalisme di kampus salah satunya adalah dengan menghindarkan mahasiswa baru untuk terjerembab dalam kubangan organisasi radikal. Organisasi moderat di kampus menjadi penting untuk dijadikan acuan mahasiswa baru untuk nantinya berproses dalam menguatkan sendi-sendi sosial kebangsaan di masyarakat.

Facebook Comments