Waspada Kebangkitan Ormas Intoleran dan Ancaman Kerukunan di Sulawesi Selatan

Waspada Kebangkitan Ormas Intoleran dan Ancaman Kerukunan di Sulawesi Selatan

- in Narasi
41
0
Waspada Kebangkitan Ormas Intoleran dan Ancaman Kerukunan di Sulawesi Selatan

Kita perang saja! Tentukan saja, kapan dan di mana perangnya?

Biar saya sendirian yang pimpin perangnya! Kita jadikan Poso ini Parepare!

Begitulah ujaran yang dilontarkan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Parepare Sulawesi Selatan berinisial FN yang viral di media sosial. Video 1 menit 8 detik itu merupakan potongan dari pernyataan utuh yang diungkapkan dalam sebuah diskusi publik mengenai pendirian Sekolah Kristen Gamaliel yang berada di Kelurahan Watang Soreang, Kecamatan Soreang, Kota Parepare, Sabtu (28/9/2024).

Setelah video tersebut viral di media sosial, pada Minggu (29/9/2024), LBH GP Ansor bersama sejumlah organisasi, termasuk Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Jaringan Oposisi Loyal (JOL), mendatangi Mapolres Parepare untuk melaporkan FN.

Pelaporan FN tersebut sudah benar dilakukan. Provokasinya bisa berdampak ke Kota Parepare yang selama ini sudah damai. Satu oknum yang menyebarkan kebencian, ingin membuat perang dan sebagainya, justru akan menyulut gesekan antar umat beragama di Sulawesi Selatan yang sudah lama terjalin dengan rukun.

Apa yang dilakukan FN menambah catatan buruk intoleransi di Indonesia dalam dua minggu terakhir. Sebelumnya, seorang ASN di Bekasi juga vocal melarang kegiatan ibadah umat Kristen dengan dalih tidak memiliki izin resmi. Lalu pencekalan pendirian Vihara di Cengkareng, Jakarta.

Tetapi berbeda dengan FN, penolakannya terhadap sekolah Kristen diikuti dengan provokasi dan ajakan perang. Dalam forum tersebut, terdapat Forum Masyarakat Muslim Parepare (FM2P) yang menggelar diskusi dengan dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat. FN sendiri merupakan ketua Front Persaudaraan Islam (FPI) di Parepare.

Ia mengatakan bahwa ia cukup menelfon 10 nomor, lalu seribu laskar akan turun di sini di Parepare untuk perang. Apa yang diungkapkan FN tersebut mengindikasikan bahwa ia mungkin saja sudah membentuk jaringan milisi yang siap diturunkan untuk “perang” sewaktu-waktu.

Front Persaudaraan Islam itu sendiri merupakan metamorfosis dari Front Pembela Islam milik Rizieq Shihab. Tampaknya, FPI yang baru ini masih mewarisi kegarangan yang sama dengan era Rizieq Shihab yang melakukan sweeping secara sewenang-wenang dan gemar mengacaukan kerukunan antar umat beragama di daerah-daerah.

Pernyataan FN tidak hanya membuat masyarakat Kristen Parepare gelisah, tetapi juga membuat masyarakat Muslim merasa takut. Karena jika sampai terjadi konflik akibat pernyataan FN itu, kenyamanan dan keamanan mereka di Parepare juga bakal terganggu.

Kota Parepare telah lama hidup dalam harmoni. Pernyataan provokatif FN dapat mengoyak tatanan sosial yang sudah dibangun dengan susah payah. Sekali saja kerukunan itu dirusak, akan sangat sulit sekali membangunnya kembali. Dengan keberagaman yang ada, Parepare seharusnya dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam hal toleransi dan saling menghormati.

Ancaman terhadap bangkitnya kekuatan ormas intoleran dan radikal seperti FPI telah mulai terasa. Segenap pihak harus waspada. Jangan sampai sepak terjang FPI yang lama akan terulang dengan warna dan militansi yang baru di masa yang akan datang.

Pembubaran FPI 2020 sudah sangat masuk. FPI dianggap melanggar beberapa pasal dalam UU terkait toleransi, persatuan bangsa, ketertiban umum, dan ideologi antiPancasila. Surat keputusan ini juga menyatakan bahwa 35 anggota FPI terkait dengan terorisme dan 206 orang lainnya tersangkut kasus pidana, dengan di masingmasing kasus 29 telah dipidana dan 100 berstatus terpidana. FPI juga dianggap melakukan razia di tengah-tengah masyarakat yang sebenarnya merupakan tugas dan wewenang aparat penegak hukum. Jangan sampai bibit-bibitnya tumbuh subur lagi di kultur yang sudah relatif damai ini.

Kembali ke kasus FN, salah satu jurnal mengenai konflik di Poso menyebut, pertama kali konflik komunal terjadi pada 24 Desember 1998. Insiden saat itu terjadi karena pertikaian antar-pemuda yang kebetulan berbeda agama. Tapi lantas memunculkan sentimen keagamaan yang cukup tajam antara umat Islam dan Kristen lantaran bertepatan dengan momen perayaan Natal dan Ramadan yang bersamaan. Isu tersebut berkembang sedemikian rupa hingga akhirnya mengakibatkan perpecahan.

Ketegangan lain menyusul bertahun kemudian pada April hingga Mei 2000. Konflik disulut pertikaian antara pemuda Muslim yang mengaku diserang kelompok pemuda Kristen. Kemudian, aksi saling balas pun mewarnai bulan-bulan tersebut.

Konflik Poso biar menjadi catatan hitam relasi lintas agama di Indonesia, jangan benih-benih konflik itu bangkit dari kubur dan mengancam kerukunan kita kembali dengan kekacauan yang lebih barbar.

Oknum yang intoleran seperti FN itu memang sedikit, tetapi jika dibiarkan kelompok yang sedikit itu bisa menghasut kelompok yang lebih besar karena provokasinya.

Tindakan ASN yang memprovokasi masyarakat untuk melakukan kekerasan sangat tidak sesuai dengan perannya sebagai aparatur negara. ASN seharusnya bertindak sebagai pengayom yang menjaga stabilitas dan keharmonisan masyarakat, bukan malah memperkeruh situasi dengan ajakan konflik

Selain itu, langkah yang diambil LBH Ansor dengan menempuh jalur hukum adalah langkah yang tepat dan terukur. Hal ini menunjukkan pentingnya penyelesaian konflik secara legal dan menghindari tindak kekerasan yang hanya akan merugikan banyak pihak. Narasi yang harus dibangun adalah penyelesaian damai, penegakan hukum, serta pentingnya menjaga kesatuan dan kedamaian masyarakat di tengah keberagaman.

Kolaborasi ormas lintas agama yang moderat dan toleran juga penting dioptimalisasi dan dinormalisasi. Ini adalah bagian dari upaya mempromosikan diskusi terbuka dan dialog antara pihak-pihak yang terlibat, sebagai upaya untuk menyelesaikan perbedaan tanpa harus terjebak pada solusi kekerasan.

Facebook Comments