Pada intinya, meski berbeda-beda secara garis waktu dalam hal pelaksanaannya, hari raya Idulfitri yang dilaksanakan oleh setiap umat Islam (muslim) di Indonesia ialah sama. Yakni, sama-sama untuk merayakan kemenangan setelah sebelumnya berusah-payah berperang melawan hawa nafsu, angkara murka dan lain semacamnya.
Jadi, seyogyanya tidak ada yang perlu kita persoalkan terkait adanya perbedaan waktu hari raya Idulfitri. Khususnya antara Muhammadiyah dan NU-Pemerintah. Sebab, meski secara garis besar keduanya berbeda, perbedaan itu hanyalah sebatas karena perbedaan metode yang digunakan keduanya. Bukan untuk mencari kesalahan masing-masing.
Sebenarnya, berbicara masalah perbedaan waktu hari raya Idulfitri antara Muhammadiyah dan NU-Pemerintah bukanlah hal baru. Sebab, perbedaan ini sudah lumrah terjadi. Dan, sepanjang perbedaan itu terjadi, semuanya aman-aman saja. NU-Pemerintah yang biasanya melaksanakan Idulfitri belakangan setelah Muhammadiyah, tidak pernah menyalahkan atau melarang dan atau menjelek-jelekkan Muhammadiyah yang melaksanakan Idulfitri lebih awal. Begitu pun dengan Muhammadiyah, juga tidak pernah menyalahkan NU-Pemerintah yang biasanya melaksanakan Idulfitri satu hari setelah Muhammadiyah.
Antara Muhammadiyah dan NU-Pemerintah biasanya selalu saling menghormati satu sama lain. Karena itu, ketika kini perbedaan itu menjadi persoalan, penulis meyakini bahwa ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang sengaja menggoreng perbedaan itu. Muhammadiyah dan NU-Pemerintah sengaja dihadap-hadapkan terkait perbedaan waktu hari raya Idulfitri itu. Adapun tujuan mereka, adalah mengadu domba dan memecah antara kedua belah pihak (yang sejauh ini rukun) hingga keduanya berseteru dan bertikai.
Hal itu sangat mungkin terjadi. Sebab, pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang suka menebar provokasi itu sangat tidak suka bangsa Indonesia yang beragam ini hidup rukun dan harmonis. Lebih-lebih di tahun politik. Apa pun akan mereka lakukan (termasuk menggoreng perbedaan waktu idulfitri antara Muhammadiyah dan NU-Pemerintah) agar bangsa ini terpecah belah sebagaimana mereka rencanakan.
Jangan Terprovokasi!
Karena itu, bagaimana pun kondisinya, kita tidak boleh terprovokasi. Apa pun yang terjadi, sikapi semua persoalan yang ada secara damai. Perbedaan waktu Idulfitri antara Muhammadiyah dan NU-Pemerintah itu tidak boleh memecah belah kita. Meski ada pihak-pihak yang menggoreng perbedaan waktu hari raya Idulfitri itu, kita jangan sampai ikut terprovokasi dan termakan oleh narasi-narasi murahan yang para demagog buat.
Sebaliknya, kita harus tetap menjaga persatuan dan kerukunan yang selama ini kita rawat secara bersama-sama. Diluar pemerintahan, Muhammadiyah dan NU telah memainkan kiprah yang sangat serius dan telah berkontribusi banyak bagi bangsa ini. Karena itu, kita mesti ingat akan hal itu agar tak termakan oleh narasi adu domba yang mereka propagandakan.
Berbanding terbalik dengan narasi provokatif yang dibuat oleh para provokator tak bertanggungjawab, Muhammadiyah dan NU-Pemerintah harus tetap bergandengan tangan secara erat: mengayomi umat dan membangun bangsa ini. Provokasi murahan tidak boleh memecahbelah keharmonisan Muhammadiyah dan NU-Pemerintah.
Sejak dulu, meski Muhammadiyah-NU-Pemerintah kerap kali berbeda-beda dalam berbagai hal, namun ketiganya tetap menjaga sikap. Yakni berupa saling menghargai satu sama lain. Tidak saling menyalahkan dan tidak pula saling menjelek-jelekkan.
Karena itu, baik warga Muhammadiyah ataupun NU, harus senantiasa waspada tatkala ada narasi-narasi provokatif yang menghadap-hadapkan keduanya. Termasuk dalam kasus perbedaan waktu hari raya Idulfitri ini. Jangan sampai kita ikut terprovokasi.