Isu terorisme kembali ramai setelah terjadi insiden penusukan pada Pak Wiranto. Menko Polhukam Pak Wiranto ditusuk saat kunjungan ke Pandeglang pada Kamis, 10 Oktober 2019. Pelaku yang menusuk Pak Wiranto bernama Syahrial Alamsyah alias Abu Rara memang sudah terpapar oleh ISIS. Aksi Abu Rara ditemani oleh istrinya bernama Fitria Andriana. Abu Rara merupakan pria asal Medan dan pelaku ini sudah menikah 4 kali dengan dikaruniai 2 putri dari istri kedua. Istri ke 1 sampai ke tiga diceraikan oleh Abu Rara ketika masih di Medan. Saat merantau di Pulau Jawa Abu Rara berstatus istri satu.
Abu Rara sang pelaku ini terdeteksi masih dalam satu jaringan kelompok Abu Zee. Sedangkan Abu Zee, yang merupakan pimpinan kelompok JAD Bekasi sudah tertangkap sejak 23 September 2019. Pertemuan antara Abu Rara dan Abu Zee ini baru satu kali. Tetapi mereka berdua selalu berkomunikasi lewat media sosial.
Pada hari yang sama saat penangkapan Abu Rara, di Bali juga terjadi penangkapan teroris yang berinisial AT dan ZAI. Kedua pelaku ini adalah seorang Ayah dan anak. Kedua pelaku ini telah berbiat kepada pimpinan ISIS yaitu Abu Bakar Al Baghdadi. Saudara AT yang tertangkap di Bali ini terdeteksi memiliki hubungan dekat dengan Abu Rara dan Istri. Wal hasil Polisi dengan cepat mengamankan para teroris ini.
Minggu, 13 Oktober 2019, teroris berinisial NAS ditangkap Densus 88 Antiteror di Bekasi. NAS tertangkap karena memiliki keterkaitan dengan Abu Zee, tentu NAS juga sudah berbiat kepada pimpinan ISIS, Abu Bakar Al Baghdadi. Dari Abu Rara beserta istri, Abu Zee, AT, ZAI dan NAS sudah jelas satu jaringan.
Pertanyaannya, kenapa para pelaku ini banyak menyerang pejabat pemerintah, Polisi dan TNI? Para pelaku ini jengkel atau motif balas dendam karena temannya tertangkap oleh aparat. Terbukti Abu Zee yang tertangkap pada 23 September 2019 memiliki hubungan dekat dengan Abu Rara. Lalu, Abu Rara dan istri melampiaskan marahnya dengan menusuk Pak Wiranto di Pandeglang. Memang para pelaku teroris ini memiliki solidaritas yang tinggi pada kawan jihad.
Baca juga :Langkah Preventif terhadap Radikalisme
Para pelaku teroris ini merupakan korban dari bacaan buku-buku khilafah dan ISIS. Hal ini terbukti, dalam pengeledahan rumah NAS terdapat berbagai buku, diantaranya adalah buku panduan jihad, buku khilafatul muslimin, 1 buku dilema PKS, 1 buku al-Khilafah, 8 dabiq buku ISIS dan 1 buku berjudul, ‘Tiada Khilafah Tanpa Tauhid dan Jihad’. Dari buku-buku seperti inilah sesorang bisa terpapar oleh teroris dengan dalih jihad dengan pengharapan mati sahid.
Pak Wiranto sudah menjadi target pembunuhan sejak kerusuhan 21-22 Mei 2019 dan 4 tokoh lainnya. Empat tokoh lainnya yaitu Yunarto Wijaya Direktur Eksekutif Charta Politika, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere. Lima tokoh ini sudah menjadi sasaran kaum jihadis, mereka ini menunggu target legah, kini terbukti Pak Wiranto tertusuk oleh pelaku teroris.
Selain para tokoh yang menjadi terget pembunuhan, teroris juga telah banyak melakukan penyerangan dan pembunuhan pada Polisi serta TNI. Kejadian seperti ini mengingatkan pada aparat dan semua masyarakat bahwa Indonesia sedang dalam keadaan darurat terorisme. Para pelaku teroris ini juga memiliki target pembunuhan pada Non Muslim atau para tokoh Muslim yang berseberangan dengan ideologi mereka.
Para teroris berani melakukan bom bunuh diri, seperti Abu Rara berani menyerang di ruang publik, apa yang diharapkan oleh kaum jihadis ini? Harapan kaum jihadis ini adalah hayalan mati sahid, lalu masuk surga dengan ditemani para bidadari. Pikiran seperti ini adalah pikiran yang sangat tumpul dan salah kaprah.
Para jaringan teroris di Indonesia memiliki cita-cita membubarkan NKRI menjadi negara Khilafah. Khilafah sendiri mengunggulkan negara berbasis syariah islamiyah, yang jadi masalah Indonesia ini bukan negara Islam. Indonesia sejatinya adalah negara kesepakatan atas dasar Pancasila dan UUD 1945. Jadi, para kaum teroris kalau menegakkan negara Islam jangan di Indonesia, kalaupun kaum jihadis masih ngotot maka masyarakat Indonesia akan melawan secara all out.
Titik kesalahan kaum jihadis dalam jaringan teroris ini terletak pada iming-iming masuk surga. Lalu, cara mereka masuk surga dengan cara apa? Cara mereka dengan bom bunuh diri misalnya. Hal seperti ini tentu salah, hakekatnya tidak ada seseorang yang mati sahid dengan cara menyakiti atau membunuh sesama tanpa dasar.
Jikalau kaum jihadis ini ingin menjaga Islam, tentu bom bunuh diri bukan cara yang tepat. Apa dengan cara mereka mati saat bom bunuh diri masih bisa menjaga Islam? Tentu mereka tidak bisa lagi kontribusi pada Islam, yang ada adalah merusak kesucian Islam. Kalau orang Islam kelakuannya seperti teroris, lalu apa kata orang Non Muslim? Itulah yang perlu direnungkan sebagai umat Muslim yang rahmatan lil alamin.
Abu Rara yang telah tertangkap menginginkan hukuman tembak mati. Hayalan tingkat dewa Abu Rara hukuman ditembak mati bisa mati sahid. Khayalan seperti ini adalah khayalan orang-orang yang lari dari pertangungjawaban perilaku kejinya. Marilah para masyarakat, POLRI, TNI dan pemerintah saling merapatkan barisan dalam menumpas radikalisme di Indonesia. Apapun dalilnya terorisme di Indonesia tidak bisa ditolerir. Penumpasan para pelaku terorisme ini penting demi keutuhan NKRI.