Bencana Corona Dan Ekologi Pancasila

Bencana Corona Dan Ekologi Pancasila

- in Narasi
3549
3
Bencana Corona Dan Ekologi Pancasila

Virus Corona akhirnya menembus masuk Indonesia. Sebanyak 34 pasien hingga Kamis (12/3) positif terkena virus menakutkan tersebut. Dimana 1 kasus diantaranya meninggal dunia yaitu WNA. Beberapa bulan terakhir, darurat Virus Corona sedang dihadapi dunia. Virus mematikan yang berasal dari Wuhan, China ini dikabarkan telah menyebar di puluhan negara.

Kasus Corona merupakan salah satu bentuk bencana kesehatan lingkungan. Lingkungan hidup cenderung dimaknai terbatas sebagai sumberdaya yang potensial dieksploitasi. Kesadaran memandang lingkungan sebagai aset yang membutuhkan pelestarian demi anak cucu masih lemah. Atas nama pembangunan dan ekonomi, lingkungan kerap dipinggirkan dan dikorbankan. Konsep pembangunan berkelanjutan yang menjembatani keduanya masih terkesan normatif dan minim implementasinya.

Lingkungan perlu dikelola dan dilestarikan. Banyak aspek mulai dari agama, budaya, sosial, hukum, dan lainnya yang dapat dioptimalkan sebagai pendekatan pengelolaan. Salah satunya bangsa ini memiliki dasar negara Pancasila yang kaya filosofi dan nilai aplikatif untuk dioperasionalisasikan bagi pengelolaan lingkungan.

Aktualisasi

Pancasila selama ini sekadar formalitas dipelajari di bangku sekolah atau kuliah. Megawati pernah mengemukakan bahwa selama era reformasi menunjukkan kealpaan kita terhadap dokumen penting Pancasila dalam proses ketatanegaraan. MPR sejak kepemimpinan Taufiq Kiemas mensosialisasikan gagasan Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara, terdiri dari Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Baca Juga : Tentang Corona, Kita Perlu Belajar Solidaritas kepada Wuhan

Lepas dari pro kontra masuknya Pancasila sebagai salah satu pilar, langkah ini layak diapresiasi. Paling tidak ada upaya sistematis untuk revitalisasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa. Salah satu hal yang penting diaktualisasikan adalah internalisasi dan aplikas. nilai pancasila dalam pengelolaan lingkungan atau bisa disebut Ekologi Pancasila. Pengelolaan lingkungan berbasis Ekologi Pancasila dapat digali dari nilai-nilai di setiap sila Pancasila.

Pertama, pengelolaan lingkungan berbasis Ketuhanan Yang Maha Esa. Aplikasinya dapat berupa motivasi dan nilai spiritual sebagai landasan fundamental pengelolaan lingkungan. Secara konseptual dikenal istilah Ekospiritual. Ekospiritualisme dikenal dalam ajaran berbagai agama (Ling, 1994). Ajaran Islam mewajibkan umatnya membina hubungan baik dengan lingkungan. Ajaran Taoisme menekankan konsep keselarasan dan kesempurnaan alam dalam memandang manusia dan alam sebagai suatu kesatuan. Hinduisme mengajarkan alam sebagai penjara manusia dapat dikalahkan melalui pengetahuan tentang struktur alam. Nasrani juga menekankan ajarannya sebagai cinta kasih dalam berinteraksi, termasuk dengan lingkungannya.

Kedua, pengelolaan lingkungan berbasis Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. banyak yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk mengamalkan Sila ini, misalnya mengadakan pengendalian tingkat polusi udara agar udara yang dihirup bisa tetap nyaman; menjaga kelestarian tumbuh-tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar; mengadakan gerakan penghijauan dan sebagainya. Aplikasi juga dapat diwujudkan dalam bentuk kepedulian akan hak setiap orang untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat; hak setiap orang untuk mendapatkan informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup; hak setiap orang untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup yang sesuai dengan ketentuanketentuan hukum yang berlaku dan sebagainya (Hardjasoemantri, 2000).

Ketiga, pengelolaan lingkungan berbasis Persatuan Indonesia. Aplikasi sila ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan melakukan inventarisasi tata nilai tradisional yang harus selalu diperhitungkan dalam pengambilan kebijaksanaan dan pengendalian pembangunan lingkungan di daerah dan mengembangkannya melalui pendidikan dan latihan serta penerangan dan penyuluhan dalam pengenalan tata nilai tradisional dan tata nilai agama yang mendorong perilaku manusia untuk melindungi sumber daya dan lingkungan (Salladien dalam Widjajati, 1992).

Keempat, pengelolaan lingkungan berbasis Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan. Hardjasoemantri (2000) menyatakan penerapan sila ini bisa dilakukan dalam berbagai bentuk. Bentuk tersebut antara lain menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup; mengembangkan kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup; serta mewujudkan kemitraan masyarakat, dunia usaha dan pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Kelima, pengelolaan lingkungan berbasis Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Aplikasi sila ini dengan melandaskan pengelolaan lingkungan yang berkeadilan, baik masa kini maupun masa mendatang. John Rawls, filsufpolitik Amerika Serikat terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa “Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran”. Bentuk keadilan antara lain mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi serta mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang. Ekologi Pancasila di atas penting terus digali dan diinternalisasikan dalam berbagai aspek kehidupan. Pemerintah dan dunia pendidikan memiliki tanggung jawab melakukan sosialisasi dan pendidikan. Tantangannya adalah bagaimana agar nilai Pancasila tersebut aplikatif dan dijiwai sejak dini.

Facebook Comments