Bergerak Bersama Melawan Radikalisme di Kampus

Bergerak Bersama Melawan Radikalisme di Kampus

- in Narasi
4479
0

Di tengah gejala-gejala intoleran yang muncul di Tanah Air dewasa ini, kampus diharapkan bisa menunjukkan peranannya. Kampus atau perguruan tinggi sebagai pusat peradaban diharapkan dapat menjadi lingkungan yang bisa menanamkan dan membentuk peradaban damai. Pelbagai kegiatan di lingkungan kampus, baik dalam konteks perkuliahan maupun yang lainnya, diharapkan turut membentuk individu-individu berkarakter toleran sehingga kemudian bisa ditularkan pada masyarakat secara luas agar terbentuk masyarakat yang damai.

Namun, pada kenyataannya, kampus justru menjadi salah satu tempat berkembangnya radikalisme. Paham radikalisme menyusup di lingkungan kampus dan mengancam kalangan mahasiswa. Hal ini sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir, dan diperkirakan masih berlangsung. Paling tidak, beberapa hasil riset menunjukkan hal tersebut. Setikar enam tahun lalu, tepatnya pada tahun 2011, sebagaimana dijelaskan Abdul Malik (Jalandamai, 29/2/2016), FSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melakukan penelitian berjudul Survey Radikalisme Sosial-Keagamaan Mahasiswa UIN/IAIN di tujuh provinsi; Jakarta, Yogyakarta, Makassar, Surabaya, Banjarmasin, Sumatera Utara, dan Padang.

Di dalam survei tersebut, lanjut Abdul Malik, diajukan pelbagai pertanyaan untuk melihat gambaran pemikiran terkait radikalisme di kalangan mahasiwa. Pertanyaan seperti jihad dengan balas dendam terhadap penyerang Islam (23% setuju, 67% tidak), jihad dengan perang mengangkat senjata (37,1% setuju, 55,2% tidak), jihad dengan mengorbankan nyawa (28.8% setuju, 65,8% tidak), dan jihad dengan kekerasan (26.7% setuju, 68.4% tidak ). Beberapa tahun kemudian, pada tahun 2015, Anas Saidi, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), melakukan penelitian berjudul Mahasiswa Islam dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia. Mengejutkan, ia menemukan bahwa paham radikal telah menguasai kampus-kampus besar di Indonesia (lipi.go.id, 19/2/2016).

Hasil riset tersebut sudah lebih dari cukup untuk menggerakkan kita semua agar peduli dan semakin waspada terhadap pergerakan kelompok radikal, terutama di lingkungan pendidikan. Sebab, bagaimana pun lingkungan pendidikan, baik dari tingkat sekolah sampai perguruan tinggi, merupakan lahan strategis berkembangnya pelbagai macam ideologi dan paham. Kegiatan keilmuan dan dinamika pemikiran di lingkungan kampus, di satu sisi diharapkan bisa berkontribusi terhadap penemuan-penemuan baru yang membawa manfaat bagi kehidupan bersama. Namun di sisi lain juga berisiko besar menjadi wadah berseminya bibit-bibit paham radikal yang mengancam perdamaian bangsa.

Diperlukan tekad kuat dan sinergi yang baik antar elemen untuk menangkal bibit-bibit radikal di lingkungan pendidikan, terutama di kampus. Pada Rabu (26/4), Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se-Indonesia membuat deklarasi kesepakatan menolak segala bentuk paham intoleran, radikalisme, dan terorisme yang membahayakan Pancasila dan NKRI. Kesepakatan itu tertuang dalam “Deklarasi Aceh” yang dibacakan pada pembukaan Pekan Ilmiah Olahraga Seni dan Riset (PIONIR) VIII 2017 di UIN Ar-Raniri Aceh (kemenag.go.id). Di samping sesama Perguruan Tinggi, kerjasama juga harus terus dilakukan antara pemerintah atau dalam hal ini BNPT dengan lembaga pendidikan. Diharapkan, keduanya bisa saling bersinergi, saling memberi masukan, lewat pelbagai sosialisasi, pengawasan dan pembinaan guna mencegah berkembangnya paham-paham radikal di lingkungan kampus.

Mahasiswa

Di samping dari pihak kampus, para mahasiswa sendiri juga harus aktif melakukan pelbagai gerakan untuk bisa membentengi mereka dari pengaruh negatif paham-paham radikalisme yang ada di sekitar mereka. Sebab, jika hanya mengandalkan koordinasi pihak kampus dan pemerintah (BNPT), akan sulit untuk benar-benar memberantas penyebaran paham radikal tersebut. Sebab, kebanyakan gerakan tersebut dilakukan secara eksklusif, tersembunyi, sehingga sulit dipantau. Oleh karena itu, diperlukan sinergi, kekompakan dari semua elemen kampus, tanpa tekecuali dari kalangan mahasiswa itu sendiri.

Pelbagai organisasi atau unit kegiatan kampus harus turut berkontribusi menanamkan dan menyebarkan nilai-nilai kebangsaan di kalangan mahasiswa. Unit kegiatan mahasiswa berasas bela negara seperti Resimen Mahasiswa (Menwa) memegang peran besar dan diharapkan terus memperkuat rasa kebangsaan dan cinta Tanah Air di kalangan mahasiswa lewat pelbagai kegiatan dan gerakannya. Sebab, organisasi ini ada di sebagian besar perguruan tinggi. Menwa diharapkan bisa menjadi wadah mahasiswa untuk memperkuat, membina, sekaligus memberdayakan mahasiwa dalam hal bela negara, sehingga mereka kebal terhadap pelbagai bentuk pengaruh aliran-aliran radikal yang bertentangan dengan Pancasila dan nilai-nilai kebangsaan.

Di samping itu, organisasi kemahasiswaan Islam seperti PMII, HMI, dan lain sebagainya, juga memegang peranan penting untuk selalu menyuarakan dan menjadi wadah pemikiran Islam yang moderat, toleran, dan damai. Organisasi-organisasi tersebut harus bisa menyerap kalangan mahasiswa Islam agar mereka tidak jatuh ke tangan kelompok mahasiswa radikalis. Mahasiswa baru atau mahasiswa yang belum memiliki latar belakang keagamaann kuat, bisa jadi menjadi sasaran utama kelompok radikalis. Artinya, menjadi tugas organisasi kemahasiswaan Islam untuk menggaet atau “menyelamatkan” mereka agar bisa mendapatkan wadah berorganisasi yang lebih tepat dan tidak menyimpang.

Satu lagi yang tak bisa ditinggalkan adalah peran media kampus. Pers Mahasiwa (Persma), merupakan media kampus yang memegang peranan penting untuk menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosial di lingkungan kampus. Sebab, seperti halnya Menwa, Persama ada di sebagian besar Perguruan Tinggi. Dalam konteks menangkal radikalisme, Pers Mahasiswa bisa menjadi pengawal pelbagai kegiatan dan kehidupan sosial kampus lewat liputan dan pelbagai laporan jurnalistiknya.

Lewat idealisme pers dan independensinya, Pers Mahasiswa juga memiliki peluang mengungkap segala hal di lingkungan kampus tanpa intervensi atau pengaruh dari mana pun, termasuk dalam mengungkap penyebaran paham radikalisme di kalangan mahasiswa. Di samping itu, Pers Mahasiswa juga bisa bisa turut menyuarakan pemikiran-pemikiran mahasiswa, terutama tentang Islam yang moderat, toleran, inklusif, dan damai lewat produk medianya, baik dalam bentuk cetak seperti majalah atau buletin, maupun media online. Dengan demikian, wawasan keislaman yang moderat akan semakin kuat mengisi dinamika pemikiran di kalangan mahasiswa, sehingga diharapkan semakin banyak mahasiswa yang kritis dan tak mudah terpengaruh dengan aliran radikal di sekitar mereka.

Menangkal paham radikalisme di kampus menjadi tanggungjawab semua pihak. Baik pimpinan kampus, para dosen, staf, mahasiswa, dan semua elemen di dalamnya. Semua diharapkan bisa bersinergi melawan pelbagai bentuk penyebaran paham radikal lewat peran dan tugas masing-masing. Jika semua pihak kompak bersatu, diharapkan bisa semakin memperkecil celah bagi kelompok radikal untuk menyusup dan menyebarkan pahamnya di lingkungan kampus. Semoga.

Facebook Comments