Corona dan Egosektoral Kita

Corona dan Egosektoral Kita

- in Narasi
1668
2
Corona dan Egosektoral Kita

Virus Corona atau COVID-19 benar-benar telah menjadi ancaman nyata bagi seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Pemerintah menyebut kasus positif Virus Corona per Kamis (19/30 pukul 15.45 WIB mencapai 309 orang, dengan rincian 25 orang meninggal dunia dan 15 orang meninggal dan lainnya dirawat di berbagai rumah sakit karena telah dinyatakan positif terpapar virus Corona (CNN Indonesia, 18/3).

Diperkirakan akan jumlah orang yang terpapar Corona akan terus bertambah seiring berjalannya waktu. Tentu saja yang demikian itu bukan berita bagus. Namun, kita tidak bisa menolak wabah virus tersebut. Corona akan menyerang siapa saja, tanpa memandang status sosial, golongan, agama, ras, suku dan lainnya.

Memang awal mula COVID-19 ini terjadi di Wuhan, China. Perhatian dunia langsung tertuju pada salah satu kota di China itu. Namun lambat laut, virus tersebut menjalar ke berbagai negara. Italia dan beberapa negara eropa juga terdampak virus Corona. Bahkan sampai ada negara yang mengambil langkah untuk melakukan lockdown di wilayah yang terdampak parah Corona.

Melihat fakta demikian, maka langkah praktis dan efektif dalam rangka membasmi COVID-19 ini adalah dengan menanggalkan egosektoral kita. Gotong-royong sebagai amanat Pancasila dan budaya luhur bangsa yang sudah jarang dipraktekkan harus benar-benar dihidupkan (kembali).

Momentum wabah Corona yang sudah masuk ke Indonesia ini harus dijadikan sebagai penyadaran diri bahwa nilai-nilai Pancasila masih dibutuhkan dan sakti hingga hari ini. Harusnya tidak sulit bagi segenap bangsa ini untuk menjalankan amat Pancasila karena memang inilah yang dimiliki Indonesia saat ini akan selamanya.

Baca Juga : Agama(wan) Merespons Corona

Alih-alih bersatu, bergandengan tangan melawan COVID-19, justru masyarakat, teruatama di media sosial, terbelah menjadi dua bagian yang saling bertentangan. Kelompok pertama menilai bahwa pemerintah kurang sigap dan serius dalam menangani COVID-19. Di sisi yang lain, ada kelompok yang mengatakan bahwa langkah pemeritah sudah tepat dan perlu di dukung.

Dalam suasana Indonesia diliputi kabut pandemi seperti COVID-19, masih saja egosektoral masyarakat muncul secara berlebihan. Masyarakat masih terbelah, lebih mementingkan ego masing-masing. Padahal, yang dibutuhkan adalah suasana yang lebih produktif dan elegan.

Di kasus lain, egosektoral juga terpampang secara jelas. Hal ini diantaranya terlihat pasca ada isu Corona masuk ke Indonesia, banyak warga yang dengan cepat memborong berbagai bahan pokok makanan dan juga masker. Langkah ini terkesan baik karena sebagai upaya untuk melakukan pencegahan dini, namun kita harus mikir jauh ke depan; jika kita panik lalu memborong berbagai makanan dan masker, maka yang terjadi jsutru adalah sebuah kelangkaan.

Bisa jadi ada orang lain yang lebih membutuhkan masker dan makanan dari Anda. Sebaliknya, Anda tidak begitu membutuhkan semua itu. Maka, lagi-lagi, tanggalkanlah ego kita. Beli barang secukupnya dengan memperhatikan ketersediaan bagi orang lain, yang bisa jadi mereka lebih membutuhkan. Celakanya lagi, ada yang memanfaatkan kesempitan dan kegentingan nasional untuk kepentingan pribadi. Ya. Penimbunan masker sesungguhnya merekalah yang membahayakan kita.

Ini baru fenomena yang tampak dipermukaan, sesungguhnya masih banyak kasus lainnya yang mencerminkan betapa masyarakat Indonesia masih saja merawat egosektoral di tengah kegentingan nasional.

Solidaritas Universal

Di tengah suasana yang kurang baik dan memerlukan kerjasama antar seluruh elemen masyarakat tanpa terkecuali, harusnya masyarakat terketuk pintu hatinya dan melakukan aksi solidaritas dan gotong-royong menghadapi Corona virus.

Dalam hal ini, himbauan para petinggi negara, seperti ketua MPR Bambang Soesatyo perlu dikonkertkan. Dalam beberapa kesempatan, menegaskan untuk menghadapi masalah wabah virus Corona perlu mengedepankan nilai-nilai Pancasila seperti gotong-royong dan solidaritas antar sesama anak bangsa tanpa harus memandang latar belakang dan sebagainya.

Selain itu, perlu juga memperhatikan persatuan dan kedamaian dalam seluruh aspek, terutama di media sosial. Berhenti menebar hoax, saling membuli dan lainnya juga harus mulai ditinggalkan. Sinergi, gotong-royong dan solidaritas antar sesana anak bangsa menjadi kunci pencegahan virus Corona di Indonesia.

Untuk para tokoh agama dan juga tokoh masyarakat, saatnya mengedukasi umatnya masing-masing dengan pernyataan dan narasi yang menguatkan satu sama lain. Jangan sampai memanfaatkan kondisi darurat ini untuk menghantam kelompok lain dan secara bersamaan ingin menaikkan pamor kelompoknya.

Dengan mengesampingkan egosektoral, maka sinergi dan gotong-royong dan solidaritas akan terbangun. Dan kondisi inilah format pertahanan dan ketahanan yang terbaik bagi bangsa ini dalam menghadapi seluruh gempuran persoalan, termasuk COVID-19. Dan dengan kebersamaan itu, tak akan ada rasa panik. Yang ada adalah rasa optimis bisa melewati musibah seperti wabah Corona. Sekali lagi, semua orang harus berpikir rasional dan jangan menggampangkan virus yang sudah memakan ribuan nyawa dalam waktu yang tak lama itu. Tak perlu lagi berdebat soal social distancing dengan mengereknya ke ranah politik dan agama. Tanggalkan ego kita, mari bersama-sama menggerakkan solidaritas untuk mencegah secara dini dan massif korban yang lebih banyak.

Facebook Comments