Gerakan Bersama Melawan Radikalisme Dunia Maya

Gerakan Bersama Melawan Radikalisme Dunia Maya

- in Narasi
1691
0

Konten berbau SARA dan ujaran kebencian sempat mencapai puncak tertinggi yakni 5.142 pada Januari 2017. Sedangkan sejak 2015, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerja sama dengan pelaku layanan internet seperti Facebook, Twitter, dan lain-lain menyaring dan membuat daftar konten positif. Sejauh ini, situs negatif masih mendominasi.

Selama kurun waktu tersebut ada 800.000 situs yang masuk dalam daftar hitam konten Trust Positif. Semua situs ini sudah diblokir. Sedangkan daftar konten positifnya terbilang masih sedikit, yakni baru ada 250.000 situs.

Hoax

Kehadiran internet, memiliki dampak yang luar bisa dalam kehidupan manusia. Seperti halnya dalam mendapatkan informasi tidak lagi menunggu waktu berhari-hari, tetapi dengan hitungan detik. Satu kejadian di Jakarta, maka dalam beberapa detik maka masyarakat Papua akan mengetahui.

Kehadiran internet tanpa ada kesadaran yang baik dan etika dalam menggunakan, maka kecepatan menyampaikan sebuah informasi akan memudahkan menyebarkan informasi yang tidak failed. Bahkan yang membahayakan penyebaran kabar bohong atau yang lebih dikenal dengan Hoax. Kabar bohong ini tidak disikapi dengan baik maka akan berdampak ketenteraman masyarakat.

Secara istilah Hoax sebenarnya sudah dikenal sejak abad 19. Tepatnya pada tahu 1808 (istilah Inggris) yang tertuang dalam buku yang berjudulSins Againt Sciencekarya Linda Walsh. Dan lebih popular lagi istilah ini hadir ketika dijadikan sebagai judul sebuah film yang berjudulThe Hoaxyang dibintangi oleh Richard Gere.

Asal kata “hoax” diyakini ada sejak ratusan tahun sebelumnya, yakni “hocus” dari mantra “hocus pocus”, frasa yang kerap disebut oleh pesulap, serupa “sim salabim”.

Poe, sekitar 1829-1831, menulis di koran lokal Baltimore akan ada orang yang meloncat dari Phoenix Shot Tower pada pagi hari 1 April. Orang itu ingin mencoba mesin terbang buatannya, dan akan melayang ke Lazaretto Point Lighthouse yang berjarak 2,5 mil.

Saat itu, Phoenix Shot Tower, yang baru dibangun, merupakan bangunan tertinggi di AS. Berita orang terbang di gedung tertinggi itu menarik begitu banyak peminat, orang-orang berkumpul di bawah gedung untuk menyaksikannya. Tapi, yang ditunggu tidak kunjung hadir. Kerumunan orang kesal dan bubar begitu menyadari hari itu 1 April. Poe lalu meminta maaf di koran sore, menyatakan orang itu tidak bisa hadir karena salah satu sayapnya basah.

Sedangkan di Indonesia, Hoax dalam dunia maya yang paling ketara saat Pilpers 2014. Pada waktu itu banyak berita yang diproduksi oleh media-media mainstream maupun abal-abal yang acapkali tidak benar. Banyak media tersebut yang tidak lagi independen, memihak kepada salah satu pasangan calon dan sebagainya, para wartawan banyak yang menjadi tim sukses untuk membentuk opini public tentang calon yang mereka dukung.

Perkembangan Hoax menjadi massif menyusul berkembangnya media sosial. hampir semua media sosial yang ada saat itu dijadikan sebagai sarana untuk menyebarkan berita bohong tersebut.

Yang terakhir adalah hadirnya kelompok Saracen. Entah dari mana munculnya sebutan dan kelompok ini hadir. Kelompok ini diduga memproduksi konten-konten yang keseluruhannya adalah berita kebohongan, dimana mereka membuat berita berdasarkan pesanan dengan tarif yang sangat menggiurkan bagi pelakunya.

Dampak dari pemberitaan bohong yang dilakukan oleh kelompok ini menunjukkan bahwa di Indonesia telah terjadi peningkatan turbulensi kebencian atas kelompok maupun golongan tertentu yang memang sengaja dirancang. Untung saja dengan segera kepolisian Republik Indonesia dengan sigap dapat mengungkap jaringan Saracen ini.

Saat ini, meskipun kelompok Saracen telah terbongkar kedoknya dan jaringannya, sebenarnya kita masih harus lebih waspada sebab masih banyak kelompok-kelompok lainnya yang memang masih bergerilya untuk membuat bangsa ini tidak tenang dengan menyebarkan berita-berita bohong yang berisikan fitnah dan adu domba.

Gerakan Jempol

Keadaan ini apabila dibiarkan memang akan berdampak sangat buruk bagi perkembangan bangsa ini ke depan. Bangsa Indonesia yang begitu luas, dengan beragam etnis, agama dan budaya sangat rentan dengan pemberitaan bohong dan ujaran kebencian ini. Dis-integrasi menjadi nyata tatkala para pendukung politik secara fanatik menjalankan praktek-praktek ini. Bangsa ini memang sedang berada dalam tahap kritis menunggu perpecahan.

Langkah yang mungkin dapat kita lakukan adalah dari hal-hal yang sederhana, dari hal yang kecil dan kita mulai dari diri kita sendiri. Ketika kita mendapatkan suatu informasi, kita harus secara cerdas menyaringnya. Kita harus mengetahui apakah berita yang kita terima itu benar atau tidak tersebut secara pasti.

Ketika memang berita tersebut tidak benar, maka dengan segera kita tinggalkan dan abaikan berita tersebut. Jika pun benar, kita juga tidak harus segera dengan cepat menggerakkan jempol kita untuk menyebarkannya kepada pihak lain. Kita harus mampu menimbang baik dan buruknya dari dampak yang akan ditimbulkan berita yang kita terima tersebut.

Pada akhirnya, dengan mengendalikan jempol kita untuk tidak ikut terlibat dalam penyebaran berita bohong (hoax) maka kita telah melakukan satu usaha untuk ikut memutus rantai pemberitaan bohong tersebut. Meski pun kecil peran kita, jika hal tersebut kita lakukan bersama-sama tentu akan berdampak besar bagi kelangsungan kebhinekaan yang kita jaga bersama ini.

Facebook Comments