Apa yang kawan-kawan pikirkan ketika mendengar kata-kata Idul Fitri? Mudik, takbiran, lebaran, hari suci, zakat, halal bi halal, ketupat atau yang lainnya. Semua hal-hal tersebut memang identik dengan Idul Fitri. Mulai dari mudik, takbiran, zakat, lebaran, hari suci, halal bi halal, ketupat atau yang lainnya. Namun perlu kita ketauhi perihal tradisi ini. Banyak pihak yang mengatakan tradisi-tradisi ini haram, sebab tidak ada tuntunannya.
Sebaliknya tidak sedikit pula saudara kita yang menganggap tradisi-tradisi terkait perayaan Idul Fitri ini wajib. Baiklah keduanya beranjak pada sedikitnya informasi keagamaan tentang Idul Fitri. Idul Fitri merupakan salah satu hari besar kaum muslimin. Hari di mana kaum muslimin merayakan kemenangannya setelah sebulan penuh mereka berpuasa, menahan lapar, menahan dahaga, dan menahan nafsu serta menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa. Di hari ini semua umat muslim wajib merayakannya dengan ifthor atau tidak boleh berpuasa pada hari Idul Fitri.
Idul Fitrinya itu termasuk ajaran dalam Islam. Seperti solat ied dan tidak berpuasa pada hari ini merupakan ajaran Islam. Lalu terkait mudik, halal bi halal, pawai takbiran keliling, dan ketupat adalah tradisi. Islam memang tidak berkembang pada ruang hampa. Melainkan ia hadir dan berkembang pada ruang dan waktu tertentu. Sudah sepantasnya Islam hadir dan senantiasa berbusana budaya dan tradisi.
Oleh sebab itu bagi kamu bagi kamu yang masih berpikir sempit dengan melarang dan mengahram-haramkan perayaan tradisi saat Idul Fitri sebaiknya berpikir ulang atau mengubah sudut pandanglah. Meskipun tidak ada dalil secara pasti dan langsung terkait perayaan tradisi Idul Fitri akan tetapi bukankah tidak ada larangannya. Toh apa buruknya sih tradisi berkunjung silaturahim dan saling memaafkan.
Idul Fitri Momen Kesucian secara Vertikal dan Horizontal
Setelah kita memahami antara agama dan tradisi terkait Idul Fitri selayaknya kita akan lebih arif dalam beragama. Tidak serta merta mudah mengaharam-haramkan dan menuduh orang lain kafir apabila orang lain mengamalkan ritual agama yang berbeda dengam kita. Kita harus husnudzan bila orang lain juga memiliki dasar saat mengamalkan ritual agamanya.
Namun hal substanalsial yang perlu kita pahami terkait Idul Fitri adalah kita akan kembali suci. Suci secara vertikal kepada Allah lewat puasa yang diperintahkan oleh Allah terhadap kita. Karena pada bulan Ramadan kita secara totalitas dituntut untuk beribadah dengan berpuasa. Menahan diri dan mengendalikan diri agar tidak ikut oleh hawa nafsu. Bulan Ramadan juga bulan di mana sebagai ladang untuk mengais pahala. Sebab pada bulan ini setiap amal ibadah kita akan dilipat gandakan.
Sementara sebelum Idul Fitri ada yang namanya zakat fitrah. Kita diwajibkan untuk membayar yang namanya zakat fitrah. Zakat fitrah ini diberikan kepada salah satu mustahiq zakat yang jumlahnya ada delapan. Zakat fitrah ini ditujukan sebagai penyempurna terhadap puasa kita. Sebagai ajang untuk menyucikan diri kita. Sedangkan hikmah lain dari zakat fitrah adalah sebagai bentuk solidaritas kepada sesama manusia khususnya kepada mustahiq zakat yang di antaranya adalah orang-orang fakir dan miskin.
Dan akhirnya di hari raya Idul Fitri kita benar-benar suci dan kembali ke fitrah kita. Tetapi yang telah penulis sebutkan di atas masih dalam dimensi vertikal kepada Allah. Nah, di momen perayaan Idul Fitri agar kita benar-benar suci seutuhnya baik secara vertikal kepada Allah yakni dengan puasa Ramadan dan Zakat Fitrah, kita harus bersilaturahim kepada saudara, kawan, sahabat hingga tetangga kita. Itu dilakukan untuk meminta maaf dan minta dikhlaskan segala kesalahan yang pernah diperbuat. Dan ini disebut fitri (suci) secara horizontal kepada sesama manusia. Sebab dosa-dosa kita kepada sesama manusia Allah tidak akan mengampuninya sebelum orang yang kita sakiti tadi memberi maaf.
Maka tidaklah heran bila kedatangan hari raya Idul fitri banyak dinanti oleh banyak orang. Sekalipun non muslim. Jangan salah loh ya. Tradisi saat perayaan Idul Fitri juga ternyata dirayakan oleh non muslim juga. Dulu sewaktu masih SD penulis bersama kawan-kawan penulis pernah berkunjung ke rumah guru-guru SD penulis yang non muslim. Ternyata di rumah guru penulis yang non muslim tersebut disuguhkan makanan-makanan untuk menjamu tamu yang hadir termasuk penulis dan teman-teman penulis. Sambutan yang hangat pun beliau berikan meskipun beliau non muslim. Ini menunjukan jikalau hari Idul Fitri merupakan hari kemenangan yang dirayakan bukan hanya orang muslim saja tetapi non muslim juga. Hari di mana kita kembali ke fitrah kita. Yakni menjadi manusia suci.