Imajinasi Kebangkitan dan Kemenangan Melawan Covid-19

Imajinasi Kebangkitan dan Kemenangan Melawan Covid-19

- in Narasi
2079
2
Imajinasi Kebangkitan dan Kemenangan Melawan Covid-19

Tidak terasa bulan Ramadan akan segera berlalu. Kini kita tengah memasuki hari-hari akhir alias penghujung bulan Ramadan. Bagi umat Islam yang selama sebulan penuh menjalani ibadah puasa dengan sungguh-sungguh, ihklas dan sabar, hari-hari akhir Ramadan ini membersitkan perasaan sedih sekaligus gembira. Sedih lantaran bulan suci Ramadan yang mulia dan suci akan segera berakhir. Gembira lantaran itu artinya hari Idul Fitri yang berarti hari kemenangan akan segera tiba.

Idul Fitri ialah hari yang istimewa bagi umat Islam, lantaran di dalamnya terkandung dua dimensi, yaki spiritual dan sosial. Dari sisi spiritual, Idul Fitri ialah hari kemenangan umat Islam setelah melaksanakan rangkaian ibadah Ramadan selama sebulan penuh. Bukan hal yang mudah menjalani rangkaian ibadah Ramadan. Selama sebulan kita diwajibkan menahan hawa nafsu biologis di siang hari, lalu malam harinya diisi dengan ibadah-ibadah wajib maupun sunnah. Maka, ketika sampai pada puncaknya, manusia akan kembali ke “fitrah” alias kesucian, yakni kondisi ketika manusia dihapuskan dari segala dosanya.

Sedangkan dari sisi sosial, Idul Fitri adalah peristiwa selebrasi kolosal yang tidak hanya eksklusif bagi kalangan muslim, melainkan juga dinikmati oleh seluruh umat beragama di Indonesia. Dalam konteks Islam, Idul Fitri ialah momentum ketika semua umat berhak merasakan kegembiraan, dan terbebas dari segala penderitaan. Maka, sebelum hari raya Idul Fitri, umat muslim diwajibkan membayar zakat guna memastikan tidak ada satu pun umat Islam yang menderita apalagi kelaparan di hari Idul Fitri.

Tahun ini, perayaan Idul Fitri berdekatan dengan momentum perayaan Hari Kebangkitan Nasional alias Harkitnas tanggal 20 Mei. Sebagaimana kita ketahui, Harkitnas merupakan sebuah momen perayaan penting bagi tonggak perjalanan sejarah kebangsaan kita. Harkitnas yang merujuk pada hari lahirnya Boedi Oetomo merupakan semacam titik balik bagi arah perjuangan bangsa Indonesia. Harkitnas menyimbolkan kebangkitan nasionalisme dan kesadaran akan kemerdekaan bangsa Indonesia. Tanpa Kebangkitan Nasional, barangkali Republik Indonesia tidak akan pernah lahir.

Dimensi Imajinatif Idul Fitri dan Harkitnas

Satu hal yang tidak juga bisa kita nafikan, perayaan Idul Fitri dan peringatan Harkitnas tahun ini harus kita laksanakan di tengah situasi yang serba prihatin akibat belum meredanya pandemi Covid-19. Dua bulan sudah kita berjibaku melawan pandemi ini. Namun, belum ada tanda-tanda atau kepastian kapan pandemi akan berakhir. Kurva penularan dan penyebaran Covid-19 pun belum menunjukkan tanda-tanda melandai. Padahal, pemerintah dan masyarakat sudah berupaya maksimal menekan angka penyebaran Covid-19 melalui kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Baca Juga : Lebaran Virtual dan Spirit Kemenangan Melawan Pandemi

Oleh karena itu, tepat kiranya pernyataan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu yang mengajak masyarakat untuk berdamai dan hidup berdampingan bersama virus Covid-19. Diksi berdamai dan hidup berdampingan tentu tidak dimaksudkan sebagai bentuk deklarasi kekalahan atau menyerah terhadap pandemi Covid-19. Berdamai dan hidup berdampingan maksudnya ialah masyarakat harus tetap produktif dengan menyesuaikan diri terhadap normal baru (new normal). Artinya, selama vaksin Covid-19 belum ditemukan, kita tetap harus melakukan pembatasan sosial, serta mempraktikkan pola hidup bersih-sehat (PHBS).

Dua momentum penting, yakni Idul Fitri yang berkaitan dengan dimensi keagamaan dan Harkitnas yang berkaitan dengan dimensi kebangsaan ini sudah selayknya kita aktualisasikan dan kontekstualisasikan agar berkontribusi langsung pada upaya menanggulangi dampak pandemi. Seperti kita tahu, pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada aspek kesehatan masyarakat, namun juga berdampak serius pada kondisi ekonomi, sosial, budaya bahkan keagamaan. Berbagai problematika itu berpotensi melahirkan krisis multidimensi yang tentunya bisa mengancam keutuhan bangsa dan negara.

Agar hal itu tidak terwujud, umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya harus mampu mengejawantahkan sprit Idul Fitri dan Harkitnas. Perayaan Idul Fitri berkonotasi pada imajinasi kemenangan, yakni sebuah imajinasi bahwa manusia dengan segenap kelemahannya memiliki kekuatan untuk mengendalikan hawa nafsu. Keberhasilan mengendalikan hawa nafsua yang disimbolkan dengan menjalani rangkaian ibadah puasa Ramadan selama sebulan penuh ialah sebuah kemenangan yang layak dirayakan dan disyukuri.

Lain halnya dengan Idul Fitri, di dalam Harkitnas terkandung imajinasi kebangkitan. Kelahiran Boedi Oetomo yang menjadi tonggak kebangkitan kaum terpelajar tidak diragukan merupakan satu fase penting bagi terbentuknya imajinasi tentang nasionalisme dan kemerdekaan. Imajinasi itu pula yang menuntun kita menuju perjuangan revolusioner untuk melawan penjajah.

Bangkit dan Menang Melawan Pandemi

Terminologi imajinasi kerap disalahpahami dan dianggap remeh oleh sebagian masyarakat. Imajinasi kerap dianggap sebagai sebuah mimpi di siang bolong yang tidak akan pernah terwujud. Padahal, imajinasi ialah variabel penting dalam perjalanan dan perubahan hidup manusia. Ilmuwan Albert Einstein bahkan pernah berujar bahwa imajinasi lebih berarti ketimbang ilmu pasti. Imajinasi menggerakkan rasio dan hati manusia untuk meraih atau mewujudkan cita-cita.

Imajinasi tentang kemerdekaan mampu menggerakkan kaum revolusioner terpelajar untuk bangkit melawan penjajah. Demikian pula, imajinasi akan kemenangan dan kesucian mampu menjadi kekuatan umat Islam untuk menahan hawa nafsu selama sebulan lamanya. Maka, variabel imajinasi kebangkitan dan kemenangan itu kiranya juga relevan dengan upaya kita melawan pandemi Covid-19 yang entah kapan akan berakhir ini. Pernyataan termutakhir dari WHO menyebutkan bahwa virus Covid-19 masih akan ada dalam kehidupan manusia dalam waktu yang nisbi lama. Untuk itu, WHO menganjurkan agar negara-negara di seluruh dunia mempersiapkan tata kehidupan ekonomi, sosial dan agama dengan normal baru yang berpatokan pada protokol kesehatan Covid-19.

Meski demikian, spirit kebangkitan dan kemenangan melawan pandemi Covid-19 harus senantiasa kita rawat. Kita harus tetap yakin bahwa kita bisa bangkit dan menang melawan pandemi Covid-19 ini dengan mengerahkan segenap kekuatan dan sinergi lintas sektor yang dipandu oleh kepemimpinan yang efektif dan efisien. Imajinasi akan kehidupan yang normal tanpa ancaman virus Covid-19 itulah yang akan membuat masyarakat disiplin dalam mentaati kebijakan pembatasan sosial dan penerapan pola hidup bersih-sehat.

Kita tentu sudah tidak sabar beraktivitas seperti hari-hari sebelum Covid-19 menyerang. Para orang tua kembali beraktivitas ke tempat kerja, anak-anak kembali ke sekolah, pertemuan tidak dibatasi, dan yang paling penting roda ekonomi bisa berjalan normal. Pandemi Covid-19 harus diakui telah menghambat, menunda bahkan mengacaukan rencana-rencana kita. Ekonomi, pendidikan, dan sektor-sektor lainnya terbengkalai akibat pandemi berkepanjangan. Ibaratnya, perjalanan manusia kini tengah melewati terowongan panjang gelap yang seolah tanpa ujung. Namun, sebagaimana terowongan pada umumnya, selalu ada ujung dan disanalah cahaya terang akan menjadi penanda dari akhir kegelapan yang menghantui perjalanan kita. Sekali lagi, momentum Idul Fitri yang identik dengan kemenangan dan Harkitnas yang identik dengan kebangkitan ini mampu menjadi amunisi untuk merawat imajinasi kolektif kita dalam melawan pandemi. Kita mungkin lelah dengan pembatasan sosial, bosan karena harus tinggal di rumah dalam waktu lama, atau bahkan cemas karena situasi yang penuh ketidakpastian. Semua perasaan itu wajar belaka di tengah situasi sulit seperti saat ini. Hanya saja, jangan sampai imajinasi kebangkitan dan kemenangan kita dalam melawan Covid-19 ikut luntur bersama rasa lelah, bosan dan cemas tersebut.

Facebook Comments