Media Distancing dan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat

Media Distancing dan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat

- in Narasi
1610
0
Media Distancing dan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat

Achmad Yurianto kembali mengumumkan jumlah pasien terinfeksi virus Corona per 31 Maret 2020 bertambah 114 kasus, totalnya menjadi 1.528 kasus. Jumlah tersebut meliputi pasien yang meninggal berjumlah 136 orang, dan yang sembuh 81 orang. Ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang beraktivitas di luar rumah, dan tanpa disadari tertular virus ini.

Menyadari jumlah tersebut dan kemungkinan bertambahnya jumlah kasus terinfeksi Covid-19, presiden Joko Widodo menetapkan status Darurat Kesehatan Masyarakat. Dikutip dari kanal Youtube CNN Indonesia pada 31 Maret 2020, presiden manyampaikan bahwa “Pemerintah telah menetapkan Covid-19 sebagai jenis penyakit dengan faktor resiko yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat, dan oleh karenanya pemerintah menetapkan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat”. Status tersebut dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan:

“Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara”.

Status ini merupakan dalil bahwasannya kesehatan masyarakat tengah terancam secara umum tanpa memandang status sosial. Kesehatan yang terancam adalah manusia sendirim, baik jasmani, rohani, maupun pikiran, sedangkan kesehatan lainnya termasuk kesehatan pangan, kesehatan ekonomi, kesehatan politik, kesehatan pendidikan. Masih banyak detail-detail lain yang terancam kesehatannya, termasuk kesehatan bermedia sosial.

Baca Juga : Menertibkan Media Penyebar Infomasi Negatif

Darurat kesehatan berpikir dapat tercermin dari adanya orang-orang yang menyebarkan hoax dan mengajak untuk kontra terhadap anjuran kesehatan. Ada dua kemungkinan yang membuat orang berpikir demikian, bisa karena ketidaktahuannya tapi merasa benar dan bisa jadi karena belum percaya terhadap ganasnya Covid-19 ini. Dikhawatirkan masyarakat tersesat atas kabar-kabar yang telah terlanjur diungkapkan oleh orang yang tidak berpikir sehat ini, seperti seorang penceramah yang viral akhir-akhir ini.

Pembatasan Sosial Berskala Besar

Kebijakan Darurat Kesehatan Masyarakat ini diikuti dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Dikutip dari kanal Youtube CNN Indonesia, presiden mengatakan bahwa “…untuk mengatasi dampak wabah tersebut, saya telah memutuskan dalam rapat kabinet bahwa opsi yang kita pilih adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB”. Penjelasan mengenai PSBB terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 “Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi”.

Pembatasan kegiatan tertentu ini sudah berkali-kali disampaikan oleh pemerintah, tenaga medis, dan influencer, agar tidak terjadi penularan masal. Begitu juga dengan media distancing, agar masyarakat tidak menjadi korban hoax oleh oknum-oknum yang pikirannya tidak sehat. Tertangkapnya 51 oknum penyebar hoax virus Corona oleh Polri, sudah cukup sebagai alasan kita untuk menjaga jarak aman dari media-media abal-abal. Untungnya Polri langsung memblokir 38 akun media sosial untuk mencegah kegaduhan yang lebih luas (news.detik.com/31/03/2020). Sudah seharusnya kita sebagai orang yang masih berpikir sehat, untuk mengedukasi diri kita sendiri dan masyarakat untuk tidak mudah terpancing menyebarkan berita-berita hoax. Ketika ada kabar yang belum pasti kebenarannya, kita harus jaga jarak, namun ketika kita ingin menebarkan berita yang positif dan sudah tentu benar, maka kita harus memanfaatkan media dengan baik.

Facebook Comments