‘Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya dan ditindas. Dan sesungguhnya Allah benar-benar menolong mereka itu”
Demikianlah terjemah QS. Al Hajj ayat 39, bagi beberapa orang yang tidak mengetahui konteks historis ataupun kontekstual turunya ayat tersebut, sering menjadi dasar penghalalan tindakanya untuk membunuh orang yang berbeda keyakinan denganya. Padahal dalam memahami sebuah ayat, harus memahami banyak alat, di antaranya harus memahami konteks historis ataupun kontekstual turunya ayat, sehingga akan dapat menarik pesan tersirat yang cocok dalam konteks kekinian.
Kata Qital (membunuh) dalam ayat tersebut sering disamakan dengan Jihad. Jihad sebenaranya adalah upaya untuk memperjuangkan dan menegakkan suatu tujuan tertentu. Jadi, jihad tidak selamanya memiliki arti membunuh. Hal ini selaras dengan pernyataan Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis dalam kajian Ramadan yang digelar di Masjid Nursiah Daud Paloh di kompleks Media Group, Jakarta, bahwa “Jihad tidak selamnya berarti membunuh. Perang tidak selamanya membunuh, hal ini yang sering disalahpahami orang, bahwa jihad artinya selalu membunuh”.
Bagi beberapa orang, seringkali mengasumsikan, bahwa jihad harus perang dan perang jalan satu-satunya dengan membunuh. Padahal arti jihad sejatinya merupakan, tindakan melawan sesuatu yang menghambat tujuan tidak tercapai. Arti perang pun tidak selamanya dengan fisik dan mengangkat pedang, melainkan bisa memerangi terhadap kemiskinan dan kebodohan.
Sehingga dalam konteks keindonesiaan saat ini, jihad yang hakiki adalah jihad dalam pendidikan, ekonomi, dan politik. Sebab, umat Islam Indonesia sekarang dalam kondisi aman dan tidak dizalimi ataupun diserang seperti yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW. Adapun Jihad dalam konteks ekonomi kekinian, misalnya bagimana umat Islam membangun kreativitas ekonomi untuk membantu saudara yang miskin.
Sedangkan dalam konteks pendidikan, adalah bagaimana bersama-sama bagi semua kalangan untuk merealisasikan tujuan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 3, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Pentingnya jihad dalam dunia pendidikan, juga pernah disampaikan Najwa Shihab bahwa, “Hanya pendidikan yang bisa menyelamatkan masa depan, tanpa pendidikan Indonesia tak mungkin bertahan.”
Dari diri sendiri
“Kita telah pulang dari suatu jihad kecil menuju jihad besar.” Sahabat pun bertanya, “Apakah jihad yang lebih besar itu, wahai Rasulullah?” Jawab beliau, “Jihad melawan hawa nafsu.” Dari percakapan dalam hadist Nabi Muhammad SAW. tersebut jelas, bahwa jihad yang paling berat dan utama adalah jihad melawan hawa nafsu, bukan perang maupun membunuh.
Maka, menjadi sebuah keharusan bagi setiap individu untuk jihad terhadap diri sendiri, di antara caranya adalah dengan Jihad Ilmu. Sebagai umat muslim, perlu belajar terus menerus dan berpegang teguh pada al-Qur’an dan hadis. Sedangkan jihad kedua adalah melawan setan, baik dalam diri sendiri maupun orang lain. Seperti halnya melawan rasa malas ataupun melawan kejahatan, misalnya korupsi.
Wallahu a’lam bi al-shawaab.