Sebelumnya, viral di media sosial sebuah unggahan video yang menarasikan sekelompok bhiksu yang sedang beristirahat di dalam masjid. Sontak, netizen yang penuh jiwa keagamaan yang kuat tetapi minim literasi yang memadai menjadi heboh. Seolah panggilan emosi keagamaannya memuncak dengan mengumbar banyak komentar di media sosial dengan nada mempersoalkan tindakan tersebut.
Dalam mengomentari kejadian tersebut, salah satu ketua MUI, KH Cholil Nafis mengomentari sebagai toleransi kebablasan karena mencampuradukkan akidah dan syariah. Toleransi memang dianjurkan tetapi tidak boleh kebablasan seperti menjamu biksu di masjid. Tentu ini sebagai sebuah pandangan, entah itu kebablasan atau memang pandangan keagamaannya yang kesempitan. Nanti akan kita coba bedah.
Sebelum membicarakan lebih lanjut terkait singgahnya para rombongan Bhiksu ini dalam perspektif Islam, ada baiknya sejenak kita menghirup nafas informasi yang memadai terkait isu tersebut. Sebenarnya tidak sepenuhnya salah netizen mengomentari secara pedas, tetapi salah pengunggah awal yang menarasikan dan memframing kejadian itu. Tetapi netizen cerdas tentu tidak mudah menghukumi sesuatu tanpa menelusuri terlebih dahulu.
Kisah awalnya, adalah terdapat puluhan bhiksu thudong atau yang sedang dalam perjalanan menuju Candi Borobudur untuk memperingati puncak peringatan Waisak. Mereka mampir beristirahat di Masjid Baiturohmah, Bengkal, Temanggung (19/5). Mampirnya para rombongan ini sudah ada pemberitahuan dari panitia untuk memohon izin untuk beristirahat.
Masyarakat Bengkal yang berbatasan dengan Secang tempat lokasi Candi Borobudur, memang sudah terbiasa menyambut tamu seperti ini. Bukan hanya sekali. Mereka antusias menyambut tamu dan tidak hanya mempersilahkan istirahat, tetapi juga menjamu dengan memberikan minuman dan camilan. Masyarakat sekitar menyumbang minuman kopi, dawet, dan apapun yang bisa menghormati para tamu yang beristirahat di emperan masjid.
Mereka hanya beristirahat dan disambut dengan baik oleh warga. Para bhiksu sangat terkesan dengan sambutan warga sehingga mendoakan kebaikan terhadap masyarakat setempat. Tidak ada acara ibadah dan doa bersama seperti komentar netizen yang begitu ramai. Mereka para biksu sangat terharu dengan cara masyarakat Bengkal menghormati kedatangan mereka.
Masjid Baiturrohmah : Mewujudkan Islam yang Rahmat
Sungguh pemandangan yang luar biasa dan sangat memuat unsur yang sangat islami. Masjid Bairurohmah yang berarti Rumah Sang Maha Pengasih mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin. Begitu sebenarnya cara dakwah yang paling subtantif, bagaimana menunjukkan akhlak yang baik yang dapat menyentuh nurani dan hati. Bukan sekedar berkoar-koar dan berbusa-busa dengan dalil. Lihatlah bagaimana akhlak Nabi bisa meluluhkan hati para musuhnya untuk masuk Islam.
Menghormati tamu apapun agamanya adalah perintah Islam. Dalam sebuah hadist yang masyhur kesempurnaan iman seseorang juga dilihat dari bagaimana mereka menghormati tamu. Penghormatan tamu adalah prinsip akhlak yang luar biasa yang diajarkan Islam.
Karena itulah, masyarakat Bengkal sangat memahami betul bagaimana menghormati tamu dari jauh yang sedang kelelahan dan membutuhkan bantuan. Ini merupakan praktek dari keimanan dan kesalehan yang luar biasa sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah.
Bahkan Rasulullah dalam sebuah cerita yang populer tidak hanya menjamu bahkan mengizinkan para pendeta Najran yang sedang bertamu ke Madinah untuk berdiskusi keagamaan dengan Nabi untuk beribadah di Masjid Madinah kala itu. Lihatlah bagaimana keluwesan Rasulullah dalam menyambut tamu. Rasulullah mengizinkan, meskipun sebelumnya para sahabat seolah keberatan.
Jika kita memahami ajaran Nabi, akhlak Nabi melalui sirah, dan inti maqasyid Syariah sesungguhnya video viral itu tidak perlu diributkan. Toleransi yang dipraktekkan masyarakat bukan bentuk kebablasan, tetapi sebuah penghormatan luar biasa. Tidak ada yang mencampuradukkan akidah dan syariah.
Tidak ada yang salah dan perlu dipermasalahkan. Tidak ada toleransi yang kebablasan dalam peristiwa tersebut. Justru cara pandang kita yang terlalu sempit. Kita belum memahami betul makna Islam yang sebenarnya dalam keyakinan dan praktek sehingga seolah semuanya menjadi bermasalah. Kebablasan atau tidak, tergantung cara pandang kita yang sempit atau luas dalam memahami ajaran dan teladan Nabi.