Merayakan Hari Raya Idul Adha berarti memperingati peristiwa besar yang telah dijalani oleh tiga orang yang mulia dan agung yaitu, Nabi Ibrahim As, putranya Nabi Ismail As dan istrinya Siti Hajar. Melalui kasih sayang dan ridho Allah SWT, mereka diberkahi dengan peristiwa sangat spektakuler dalam sejarah kemanusiaan yang sangat tidak mungkin dilakukan oleh seorang ayah terhadap putranya yang sangat dicintai. Beliau diuji oleh Allah untuk melepaskan anak yang sangat ia cintai agar kembali kepada Allah, sang pemilik hidup.
Dalam perjalanan hidupnya, Nabi Ibrahim dikisahkan pernah meminta kepada tuhan untuk menunjukkan tanda-tanda nyata tentang keberadan-Nya, sehingga ia bisa yakin tentang keberadaan dan kekuasaan-Nya. Tuhan pun lantas menunjukkan bukti kekuasaan-Nya hingga tumbuh keyakinan dan ketaatan di diri Ibrahim, ia pun kemudian disebut sebagai خليل الله (Kekasih Allah). Karena rasa yakin dan taat kepada Allah pula, tidak ada sedikitpun rasa khawatir dalam diri Ibrahim ketika ia menempatkan istrinya, Siti Hajar dan putranya yang masih bayi di sebuah tempat yang tandus tanpa dihuni oleh seorangpun, ia yakin bahwa anak dan istrinya tidak akan terlantar karena Allah melindungi mereka.
Dikemudian hari, tempat tersebut berkembang menjadi sumber kebudayaan dan peradaban yang mampu mengalahkan peradaban lainnya. Karena itu, ketika Hajar bertanya kepada suaminya siapa yang menyuruh Engkau menempatkan saya dan putraku ditempat ini?. Dengan tegas Nabi Ibrahim As menjawab “ Tuhanku’. Hajar pun menerima keputusan suami yang sangat ia hormati tersebut. Dalam Al Quran diceritakan kisah ketiga hamba tuhan ini sebagai berikut:
ربنا إني أسكنت من ذريتي بواد غير ذي زرع عند بيتك المحرم ربنا ليقميو الصلاة فجعل أفئدة الناس تهوي إليهم ورزقهم من الثمرات لعلهم يشكرون (إبراهيم 37)
Artinya: “Ya Rabb-kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Rabb-kami (yang demikian itu), agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rejekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”
Kisah di atas merupakan gambaran betapa Ibrahim begitu percaya bahwa Allah akan melindungi keluarganya dimanapun mereka berada. Allah pun melimpahi keluarga kecil Ibrahim dengan keberkahan dan kemuliaan, Ia juga menjadikan lahan kering tersebut sebagai kota suci yang hingga kini masih ramai dikunjungi umat Muslim dari seluruh pojok dunia di setiap tahunnya. Kota itu kini bernama Mekkah, sebuah kota yang menarik hati semua ummat Islam untuk mengunjunginya. Daya tarik kota suci tersebut bahkan telah menumbuhkan cita-cita di semua ummat Islam untuk diberi kesempatan oleh Allah untuk berkunjung dan beribadah di dalamnya.
Perayaan hari raya Idul Adha merupakan refleksi dari kepatuhan dan keimanan yang dimiliki oleh Nabi Ibrahim kepada Allah yang didalamnya terselip nilai-nilai kepatuhan dan keikhlasan seorang hamba untuk menjalankan perintah tuhan. Karena itu, Islam menginstruksikan pemeluknya untuk mengikuti semangat keimanan Ibrahim dalam menerima segala ketentuan Allah dengan penuh keikhlasan dan kepatuhan.
Merayakan hari raya Idul Adha berarti menyatakan kesungguhan untuk mengikuti perintah-perintah Allah untuk memberikan manfaat kepada umat manusia sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim As. Idul Adha merupakan sebuah momentum berharga untuk mereflesikan kembali nilai-nilai ajaran Islam yang mengutamakan ketulusan dan keikhlasan untuk mencapai keridhaan Allah, yakni jalan yang menghargai kemanusiaan, bukan jalan yang menjadi malapetaka bagi ummat manusia.
Oleh karena itu, kini tiba saatnya bagi semua ummat Islam khususnya, dan bangsa Indonesia secara umum untuk kembali melakukan refleksi tentang sejauh mana wujud keimanan dan kepatuhan kita terhadap perintah-perintah Allah Swt khususnya dalam mengaktualisasi diri kita masing-masing sebagai ummat yang bermanfaat bagi semua umat manusia sebagaimana yang disebutkan Allah dalam Al Qur’an sebagai berikut.
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّة يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْر وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنْ الْمُنْكَر وَأُولَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ ) أل عمران 104)
Artinya: “dan jadilah diantara lain sebagai ummat yang mengajak kepada kebaikan dan memerintahkan kebajikan serta mencegah kemungkaran, dan mereka itulah orang orang yang beruntung”