Merdeka: Bebas dari Tawanan Radikalisme

Merdeka: Bebas dari Tawanan Radikalisme

- in Narasi
1214
0

Dalam peringatan kemerdekaan yang ke-72 ini, mestinya kita harus mulai dapat bersepakat bahwa Indonesia harus bagkit dan mampu keluar sebagai pemenang dari tekanan Intoleransi. Tidak ada kata menyerah terhadap keadaan yang sengaja didesain untuk merepresi nilai luhur bangsa kita. Kita harus mulai bergandengan tangan bersama untuk melawan upaya pengkhianatan terhadap kemerdekaan berbangsa ini. Dukungan optimal segenap elemen bangsa pun sudah sewajibnya diberikan untuk mewujudkan upaya ini.

Ruang demokrasi memang telah menawarkan banyak pernak-pernik kebangsaan Bukan hanya ruang ekspresi untuk menciptakan perdamaian namun juga ruang ekspresi yang mulai mengarah pada suatu pemikiran destruktif terhadap nilai-nilai yang dimiliki bangsa ini. Penyangkalan terhadap realitas ini hanya mungkin terjadi bila orang tersebut memang kurang mendapat informasi atau memang subjek tersebut memiliki sikap apatis-separatis terhadap kebhinekaan kita. Perubuhan banyak patung hingga yang terakhir adalah dipaksanya patung Kongco Kwan Sing Tee Koen di Tuban untuk ditutup dengan kain merupakan kenyataan di mana keberagaman di negara kita terus diancam oleh para separtis yang anti kebhinekaan di Indonesia. Melalui sejumlah alasan yang sengaja dikarang-karang, pemikiran kita dipaksa untuk menerima hal tersebut sebagai suatu hal patut untuk dilakukan.

Upaya penumpulan nalar kritis semacam itu jelas bagian dari langkah sistematis untuk merusak paradigma bertoleransi di negeri ini. Pemikiran setiap individu digiring untuk menganggap bahwa bila nantinya terjadi sikap intoleran seperti di atas maka hal tersebut merupakan sebuah banalitas , sebab tujuannya adalah untuk kebaikan semua pihak. Bila hal demikian terus dibiarkan, maka bukan tidak mungkin penghargaan terhadap perbedaan yang dimiliki tiap individu akan bergeser menjadi pengukuhan terhadap sikap intoleransi. Lambat laun kita akan lebih cepat curiga terhadap yang berbeda dengan kita. Pemikiran di mana perbedaan sebagai keindahan berganti menjadi perbedaan sebagai musuh yang harus disadarkan agar dapat mengikuti jalan yang dianggap benar.

Bila banalitas telah melingkupi pemikiran tatkala melihat hal tersebut, maka setiap individu yang memiliki kekritisan dan berupaya menjaga keberagaman pasti akan dibungkam melalui pendekatan kekuatan. Upayanya bisa lewat verbal, media non-verbal, persekusi bahkan bisa pula melalui bentuk kriminalisasi dengan menginstrumentalisir produk hukum.

Tawanan Pemikiran Radikal

Cara berfikir yang demikian sejatinya merupakan gambaran pemikiran yang tertawan dalam penjara radikalisme. Alih-alih sebagai terobosan yang membebaskan dari penjajahan bangsa asing dan aseng, seperti yang sering dipropagandakan via media sosial, pemikiran ini justru membuat individunya menjadi tahanan dalam sel penjara yang bernama radikalisme. Individu-individu yang ada tertawan karena keenganannya menggunakan nalar kritis dalam melihat segala sesuatu yang beragam dalam diri bangsa ini. Ia tidak memiliki kemampuan untuk keluar dari ruang tersebut. Pihak-pihak yang memiliki pemikiran demikian terus saja menganggap pihak yang berbeda identitas sebagai ancaman yang ingin menjajah dirinya dan mengantarkan dirinya pada sebuah kebinasaan. Baginya tidak ada pilihan lain, semua hal harus berjalan dalam koridor pemikiran seperti yang diyakininya benar.

Ketidakmampuan keluar dari jeratan pemikiran radikal, berpotensi membuat dirinya semakin terlarut dalam tindakan destruktif terhadap kebudayaan dan sistem kearifan yang sebelumnya telah ada. Hal demikian menjadi semakin kronis sebab lamanya meringkuk dalam penjara pemikiran radikalisme membuatnya tidak pernah lagi peduli untuk menggunakan nalar kritis dan mempasrahkan semuanya pada ajaran yang diyakininya benar tadi. Subjek-subjek yang demikian akan rela mempertaruhkan segalanya demi membela apa yang diyakininya benar tadi. Dalam beberapa kesempatan ia tidak akan segan mengorbankan dirinya untuk mati. Contoh nyata dari hal ini bisa kita lihat dalam ucapan sejumlah orang dengan menggunakan media tertentu dalam menggemakan jihad dan pergi ke negara-negara timur tengah. Bahkan lebih konyol lagi ada pula yang mengatakan akan siap membawa konflik yang ada di sana ke wilayah Indonesia ini.

Pemikiran yang tertawan dalam sel radikalisme mesti segera dibebaskan. Sebab selain menggiring pada kebodohan dan pandangan keterjajahan setiap individu, juga hanya mengantarkan kehidupan berbangsa kita pada jurang perselisihan. Ingat, bila akhirnya keterancaman hidup harus terjadi sebagai muara dari sikap intoleran, maka kita sama saja telah mengantarkan anak cucu kita kepada penderitaan sebagai akibat dari konflik, perang dan menjadi pengungsi.

Facebook Comments