Namanya adalah Muhamad Bahrunaim Anggih Tamtomo biasa dipanggil Bahrun Naim, lahir di Pekalongan, Jawa Tengah 1963. Bahrun besar di Solo, belajar teknik informatika di Universitas Negeri Surakarta. Setiap harinya ia berjualan bendera berhiaskan simbol Islam untuk mencari nafkah. Bahrun memiliki dua istri, pertama Rafiqa Hanum dari Sumatra Barat, dan Sri Lestari, mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sekaligus mantan mahasiswi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Mereka hidup di Suriah bersama dengan anaknya.
Di Solo sosok Bahrunaim dikenal sangat radikalis terutama ketika di mesjid-mesjid dan sekolah. Semasih di kampus ia aktif bergabung dalam kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Kesamaan dalam ideologi pan-Islamis Hizbut Tahrir dan “Islamic State (IS)” yang menarik Bahrunaim tertarik untuk bergabung dengan ISIS. Keputusan tersebut mempengaruhi masyarakat Indonesia yang berlatar belakang HTI untuk ikut dalam kelompok ISIS.
Salah satu teman dekat Bahrun dari komunitas radikal adalah Purnama Putra yang biasa dipanggil Usman, mantan teman sekelasnya sendiri. Merupakan tokoh penting dalam Komite Penanggulangan Krisis (KOMPAK/ Committee for Crisis Management), sebuah kelompok yang terlibat aktif dalam memberangkatkan para jihadis untuk memerangi umat Kristen di Ambon dan Poso antara tahun 1999 hingga 2007, bahkan membantu Noordin Top pada 2000-2009 (Muh. Taufiqurrohman, 2016).
Bahrun juga mengenal dan bergabung dalam kelompok radikal Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) ketika didirikan oleh mantan Jemaah Islamiyah (JI), Abu Bakar Bashir pada 2008. Setelah perang masyarakat sipil di Suriah pecah, Bahrun mempertimbangkan untuk pergi ke sana sebagai upaya jihad bersenjata. Ia melakukannya pada tahun 2014, setelah pemimpin JAT Abu Bakar Bashir berjanji kesetiaan kepada IS pada Juli 2014. Karena kepemimpinannya yang cakap Bahrun di Suriah banyak dilirik oleh anggota ISIS yang lain. Hingga pada 17 Agustus 2015 Bahrun menjadi salah satu dalang perencenaan pengeboman di Indonesia (Kotaromulos 2015).
Mengingat kejadian yang pernah dialami oleh Bahrun terlepas dari kegagalannya untuk melakukan serangan bom di Indonesia tepatnya pada kemerdekaan Indonesia, asosiasinya dengan tokoh-tokoh ISIS di Suriah, dorongan dan tekad untuk melakukan serangan akan terus membuat teror dan ancaman bagi keamanan nasional.
Kecakapan Bahrun dalam menggunakan komputer, menghidari pantauan keamanan negara menunjukkan bahwa Bahrun memang benar-benar terdidik sebagai anggota ISIS. Terutama dalam menyebarkan propaganda lewat media atau internet. Untuk menyebarkan propaganda, terdapat beberapa situs web yang dikelola oleh Bahrun Naim. Bahkan dalam situs yang dikelolanya memberikan pelatihan untuk membuat senjata rakitan.
Indonesia dan Penyebaran Radikalisme
Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 245 juta jiwa, 87 persen di antaranya teridentifikasi sebagai Muslim, Indonesia adalah rumah bagi sekitar 215 juta Muslim. Gerakan kelompok-kelompok agama yang bermunculan sangat beragam tumbuh subur di negeri ini. Keberagaman yang tidak bisa dibendung membuat dampak yang negatif untuk perkembangan agama di Indonesia hal itu bermula sejak jatuhnya Soeharto (1998). Ketika perlahan-lahan mulai bermunculan kelompok-kelompok Islam radikalisme yang mengusik kehidupan masyarakat.
Salah satu jaringan Islamis Jihadis yang menjadi Jemaah Islamiyah (JI) telah mempertimbangkan Indonesia untuk dijadikan sebagai Darul Islam. Darul Islam cukup terkenal karena latar belakang pendirinya seperti Sekarmadji Maridjan dan Kartosuwirjo. Ketertarikan seorang Bahrun misalkan tidak bisa lepas dari sebuah doktrin yang diajarkan oleh organisasi semacam ini.
Propaganda, fitnah, dan ideologinya terus disebarkan di Indonesia menggunakan media online atau internet. Semuanya tidak bisa dilepaskan dari pencabutan pembatasan kebebasan media dan hak untuk berorganisasi yang mengarah pada pemberontakan dari kelompok-kelompok radikal dan ekspansi yang sangat dramatis untuk media Islam, termasuk penerbitan surat kabar, majalah, buku, dan situs web yang pernah sempat dilarang mulai saat era reformasi semua kembali berani menerbitkan teks yang sempat dilarang tersebut.
Kebangkitan Islam radikalisme telah berlangsung dua puluh dua tahun lamanya, sebagaimana yang dituturkan oleh Greg Fealy (2004) dalam tulisannya “Islamic Radicalism In Indonesia: The Faltering Revival?” perihal kelompok Islam radikal, ia mendefinisikannya sebagai kelompok yang memiliki beberapa karakteristik yang saling berhubungan. Pertama, mereka percaya bahwa Islam harus diimplementasikan dalam bentuk lengkap dan literal sebagaimana diatur dalam al-Qur’an dan Sunnah. Kedua,para kelompok Islam radikal percaya bahwa Yahudi dan Kristen sebagai ancaman bagi keyakinan mereka dan bertekad untuk menghancurkannya. Sosok Bahrun inilah sebagai representasi di Indonesia yang telah menerapkan kedua definisi yang dikemukakan oleh Greg Fealy. Pemahaman Bahrun tidak tanggung-tanggung, justru ia menulis buku otobiografi “Sebuah Perjalanan Rahasia” setebal 335 halaman. Kecerdasan Bahrun bisa dilihat dari kecakapannya membuat roket, detonator, sabuk peledak, hacking, coding, dan lain sebagainya. Meski sekarang kematian Bahrun lenyap begitu saja, kita tetap harus berhati-hati dan belajar banyak tentang Islam yang ramah, tentang Islam yang membawa rahmah. Wallahua’lam…