NKRI dan Pancasila sebagai Jalan Himayatud Daulah

NKRI dan Pancasila sebagai Jalan Himayatud Daulah

- in Narasi
632
0
NKRI dan Pancasila sebagai Jalan Himayatud Daulah

Masih gencarnya pihak-pihak yang ingin mengganti NKRI dengan bentuk negara yang lain, juga merubah ideologi pancasila dengan ideologi lain, menjadi penegas bahwa NKRI dan pancasila belum bisa diterima sepenuhnya oleh seluruh warga negara Indonesia. Kondisi ini jika dibiarkan tentu tidak kondusif, bahkan bisa menimbulkan aksi destruktif di kemudian hari. Saat ini saja aksi-aksi destruktif sudah terlihat nyata, terlebih setelah organisasi yang menyimpang dari NKRI dan pancasila, seperti HTI, telah resmi dibubarkan pemerintah.

Aksi-aksi penentangan terhadap NKRI dan pancasila bukannya hilang, tetapi terus saja menjalar. Ideologi-ideologi baru selalu didengung-dengungkan untuk mengganti pancasila dan merubah NKRI ke dalam bentuk lain. Bahkan yang lebih ‘sadis’, mereka berani mengklaim bahwa pancasila dan NKRI adalah sistem taghut, demokrasi dinyatakan sebagai sistem syirik, dan dianggap halal darah orang yang menganut pancasila sebagai ideologi negara.

Hal-hal seperti ini tentu menjadi benalu terhadap stabilitas nasional. Karenanya, harus segera diatasi sampai tuntas ke akar-akarnya.

NKRI, Pancasila, dan Himayatud Daulah

Pihak-pihak yang senantiasa lantang meneriakkan ideologi khilafah dan selainnya, yang selalu ingin merubah NKRI dan mengganti pancasila, mereka ini memang generasi yang ‘gagal paham’. Begitu susahnya mereka mengerti dan menyelami bahwa NKRI dan pancasila adalah jalan kemaslahatan bersama dalam berbangsa dan bernegara di Indonesia. NKRI dan pancasila, meminjam bahasa KH. Ma’ruf Amin, adalah upaya himayatud daulah atau menjaga negara.

Perlunya upaya himayatud daulah, lanjut Kiai Ma’ruf, agar semuanya berada di dalam jalur kerangka atau bingkai kesepakatan yang telah diletakkan oleh pendiri bangsa ini. Supaya tetap berada di dalam ittifaqat wathoniyyah atau kesepakatan nasional. Maka segala bentuk negara dan ideologi yang tidak sesuai dengan kesepakatan nasional, otomatis tertolak dari NKRI.

Baca Juga :Radikalisme dan Imunisasi Ideologi Pancasila

Dalam memilih bentuk NKRI pun, para pendiri bangsa ini tidak asal ‘comot’ alias ngawur. Sekalipun dikaji dari berbagai agama yang ada di Indonesia, NKRI tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama. Dikaji dari sisi Islam sebagai agama yang mayoritas di Indonesia, NKRI juga tidak bertentangan. Bahkan NKRI merupakan kristalisasi dari prinsip yang kokoh dalam Islam.

Abdul Mu’in DZ mengulas alasan ulama memilih NKRI adalah berpondasi dari salah satu kaidah ushul fiqh. Dalam ushul fiqh terdapat kaidah, ‘…wa idzat tasa’al amru dhoqo (…jika suatu perkara itu luas, maka hukumnya menjadi sempit)’. Perkara yang luas diqiyaskan dengan luasnya Indonesia, baik dari sisi geografis, budaya, etnik, bahasa, dan lainnya. Karena Indonesia ini luas, maka harus ‘dipersempit’ agar rekat dalam persatuan, yakni melalui wadah bernama NKRI.

Dari keterangan ini semakin jelas, bahwa NKRI memiliki pijakan kokoh dari sisi keislaman. Karena itu, tidak perlu bersusah-payah mencari bentuk negara lain yang belum tentu cocok untuk kondisi Indonesia, juga akan menguras energi yang tidak sedikit. Bangsa ini sudah merdeka, maka sudah tuntas pencariannya mengenai bentuk negara. Tugas yang belum usai adalah mengisi NKRI dengan pembangunan fisik maupun psikis.

Internalisasi Pancasila

Tugas berat selanjutnya dari bangsa ini, adalah bagaimana agar nilai-nilai pancasila terus terinternalisasi kepada setiap generasi bangsa dari masa ke masa. Jika dulu para pendiri bangsa begitu kokoh memegangi falsafah pancasila karena mereka memang merasakan beratnya masa-masa perjuangan, maka generasi hari ini semestinya juga memiliki semangat demikian. Jangan sampai generasi hari ini malah semakin terlena karena sudah makmur. Lalu diam-diam ingin mengganti pancasila dengan ideologi lain yang dipandang lebih ‘wah’ dari pancasila.

Proses internalisasi pancasila bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah updating value (update nilai-nilai). Tentu nilai-nilai yang perlu di-update bukan nilai-nilai pokok pancasila, tetapi nilai-nilai yang aplikatif. Sebagai contoh, bagaimana nilai-nilai pancasila bisa diaplikasikan di era teknologi informasi saat ini. Apalagi sering didengung-dengungkan revolusi industri 4.0, dimana nantinya segala sesuatu dijalankan serba komputer yang sangat canggih dan menggantikan tenaga manusia.

Di era ini, nilai-nilai aplikatif pancasila harus hadir dalam setiap generasi bangsa agar mereka menjadi pribadi yang kuat kecintaannya terhadap tanah air. Mereka juga siap menjadi generasi yang membangun bangsanya, bukan membangun untuk dirinya semata.

Disinilah pentinya update nilai-nilai aplikatif pancasila untuk generasi saat ini. Dan proses update ini akan berjalan lancar manaka generasi hari ini senantiasa menjadikan NKRI dan pancasila sebagai jalan untuk menjaga negara (himayatud daulah).

Facebook Comments