Pancasila, Kebhinekaan, dan Islam

Pancasila, Kebhinekaan, dan Islam

- in Narasi
1715
1

Jika saja Tuhan tidak menciptakan keberagaman, Pancasila tak mungkin ada di muka bumi. Pancasila dipilih sebagai ideologi bernegara oleh para founding father bangsa atas perjanjian luhur (modus vivendi/mitsaqan ghalidza) karena kebhinekaan yang tercipta di Indonesia. Mereka yang berlatar belakang sebagai tokoh nasionalis, agamis, bahkan sosialis, telah memusyawarahkannya dengan baik, sehingga disepakati bahwa Pancasila menjadi ideologi bangsa yang paling tepat di Indonesia.

Sebelum Pancasila lahir, apakah para ulama muslim tidak berpikir bahwa Islam memiliki konsep bernegara yang lebih tinggi sehingga bisa diterapkan di Indonesia? Di dalam BPUPKI (Mei-Juni 1945), kelompok nasionalis Islam mengusulkan dasar negara Islam. Namun, karena kelompok lain mengusulkan dasar yang lain, maka Piagam Jakarta menjadi kompromi awal para peserta rapat. Dalam kompromi ini, di dalamnya terkandung dasar negara Pancasila dengan sila pertama ”Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya”.

Dalam perjalanannya, sila pertama ini dirasa tidak pas digunakan untuk seluruh warga negara Indonesia, namun hanya untuk umat Islam, maka dari itu, sila pertama ini diganti dengan kalimat,”Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kelompok Islam pun menerima pergantian ini dengan lapang dada karena tidak bertentangan, bahkan sejalan, dengan dasar agama.

Ke-legowo-an kelompok Islam masa itu ternyata tidak serta merta dapat diikuti oleh kelompok Islam (atau “yang mengaku Islam) setelahnya. Pasalnya, hingga saat ini masih saja ada kelompok (yang mengaku) Islam yang selalu berusaha merong-rong kewibawaan Pancasila. Mereka terus berusaha menumbangkan ideologi bangsa yang sudah berlaku lama untuk selanjutnya diganti dengan ideologi agama. Dalam praktiknya, bukan saja musyawarah yang dikedepankan melainkan berlaku anarkhis, bahkan yang tidak sesuai dengan aturan agama (Islam) serta negara.

Kita mesti belajar kembali akan poin-poin penting dalam Pancasila terkait dengan ajaran agama Islam. Benarkah di dalam kelima sila tersebut berseuaian dengan agama Islam/setidaknya tidak bertentangan, atau justru bertolak belakang dengannya? Sila pertama, “Ketuhanan yang Maha Esa” sejalan dengan firman Allah, “Dan Tuhanmu itu, Tuhan Yang Maha Esa.” (QS Al-Baqarah: 163) dan “Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.” (QS. Al-Ikhlash: 1).

Sila kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” sesuai dengan firman Allah, “Maka janganlah kamu mengikuti hawa, hendaklah kamu jadi manusia yang adil.” (QS. An-Nisaa: 135) dan sabda Rasulullah “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik/adab.” (HR. Bukhari). Sila ketiga, “Persatuan Indonesia” sesuai dengan firman Allah, “Dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.” (QS. Al-Hujrat:13).

Sila keempat, “Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan” sesuai dengan firman Allah, “Dan perkara mereka dimusyawarhkan antara mereka.” (QS. Asy-Syuraa: 38). Sementara, sila kelima, “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” sesuai dengan firman Allah, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan.” (QS. An-Nahl: 90).

Ketika ideologi Pancasila sudah sesuai dengan ajaran agama Islam dan terbukti mampu menjadi dasar negara yang “menyamankan” oleh seluruh rakyatnya, apakah merong-rong kewibawaan Pancasila dapat dibenarkan? Tanpa adanya muatan politik, kiranya tidak mungkin seseorang akan dengan mudah mengatakan kelemahan ideologi Pancasila di tengah keberagaman suku, ras, dan antar golongan yang ada. Wallahu a’lam.

Facebook Comments