Dengan tanpa menafikan berbagai elemen gerakan kemerdekaan yang ada, tentu satu aktor penting yang menggelegar istimewa meneriakkan perjuangan adalah sekumpulan anak muda yang belajar di Belanda yang bernama Perhimpunan Indonesia (PI). Jauh sebelum deklarasi Sumpah Pemuda dinyalakan, kumpulan anak muda dari berbagai latar belakang suku bangsa ini tiada henti menggemakan “Indonesia Merdeka” yang disuarakan lantang di negeri penjajah.
PI adalah kumpulan anak muda yang tercerahkan yang mempunyai mimpi saat itu mempunyai negara yang dalam imajinasi kolektif mereka bernama Indonesia. Sebuah negeri yang meramu berbagai keragaman budaya, etnis, bahasa dan agama yang terbebas dari belenggu kolonial. Dorongan semangat itu tertular ke berbagai daerah dengan lahirnya kumpulan organisasi pemuda di tanah air yang melepaskan semangat kedaerahannya membangun impian negeri bernama Indonesia.
Sejarah Kemerdekaan Bangsa Indonesia adalah sejarah gerakan Pemuda dan mimpi membangun sebuah negeri. Mimpi itu bukan angan-angan belaka, pada 17 Agustus 1945 mimpi itu menjadi kenyataan. Tangisan haru menyelimuti batin anak-anak muda yang seakan tidak percaya, pekikan “Indonesia Merdeka” kala itu menjadi kenyataan. Sebuah mimpi menjadi kenyataan yang dilahirkan dari semangat persatuan dan perjuangan tanpa henti.
Perjuangan membangun Indonesia Merdeka tidak berhenti. Para pemuda kembali menguras tenaga untuk memikirkan platform bersama dalam membangun Indonesia yang bisa mengayomi perbedaan. Perbedaan pemikiran bermunculan, tetapi semangat ingin merdeka dan bersatu mengalahkan ego dan kepentingan sektoral. Pancasila disepakati dan ditasbihkan sebagai penengah yang bisa merangkul berbagai identitas, ideologi, pandangan dan pemikiran.
Baca Juga : Ideologi Transnasional, Aktor Non-Negara dan Kedaulatan Bangsa
Lalu, pertanyaannya ke mana semangat anak-anak muda itu diwariskan? Di mana pekikan perjuangan itu direkam secara baik dalam generasi saat ini? Masihkah ada generasi saat ini mengingat secara baik perjuangan dan komitmen yang dibangun oleh geranasi muda masa lalu?
Potret zaman telah berubah. Tantangan kekinian menyajikan pelbagai problematika yang cukup kompleks. Teknologi informasi begitu cepat berkembang yang tidak diikuti secara baik dengan kemampuan penggunanya. Siraman informasi terjadi begitu cepat di ruang maya yang tidak diikuti kemampuan filter yang baik oleh penghuni.
Sejarah masa lalu terlupakan oleh generasi kekinian. Semangat dan pekikan perjuangan itu hanya menjadi bacaan buku sejarah yang tak bermakna. Sementara siraman informasi dan pengetahuan di dunia maya menjadi pegangan penting yang seolah benar adanya. Silau dan terpuka terhadap barang baru, melupakan identitas dan karakter yang sebenarnya diwarisi secara historis tentang Indonesia dan Pancasila.
Fakta secara demografis penghuni dunia maya generasi muda. Namun, jika ditanyakan sejauhmana rasa nasionalisme dan pengetahuan Pancasila mereka miliki tentu akan menjadi berbeda hasilnya. Muncul generasi millennial yang amnesia. Mereka lupa sejarah masa lalunya bahkan terkadang tidak memahami apapun tentang bangsa ini. Lalu, mereka berteriak dengan lantang perubahan : butuh negara dan ideologi baru untuk menyelesaikan masalah bangsa.
Banjiri Narasi Besar Pancasila di Ruang Maya
Dalam kesempatan yang sangat berharga, Presiden Joko Widodo dalam kegiatan Presidential Lecture : Internalisasi dan Pembumian Pancasila (2/12/2019) memberikan pidato yang bagi saya menjadi sangat penting ditegaskan kembali. Berkali-kali Jokowi mengulangi kata “Hati-hati” sebagai bentuk peringatan.
Zaman telah berubah informasi, pengetahuan bahkan nilai yang didapatkan oleh generasi muda semakin mudah dan beragam. Bukan hanya dari lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat dan tempat kerja, tetapi pengetahuan dan nilai itu didapatkan secara mudah melalui dunia maya. Banyak platform media sosial yang menjadi sumber pengetahuan dan nilai yang saat ini justru menjadi pegangan generasi muda.
Siapa tokoh yang mempengaruhi saat ini? Influencer!Generasi millennial menjadi pengikut setia dari informasi, pengetahuan dan nilai yang disebarkan oleh tokoh dan idola baru ini. Bukan menjadi masalah, tetapi akan berbahaya jika sang idola justru menyebarkan nilai dan ideologi yang berseberangan dengan pandangan dan falsafah bernegara.
Informasi, pengetahuan dan nilai yang bertentangan dengan ideologi Pancasila yang berserakan di dunia maya adalah upaya memotong sejarah panjang bangsa kepada generasi millennial. Generasi millennial akan berjalan secara ahistoris dan bahkan amnesia seolah bangsa ini baru lahir dan perlu perubahan mendasar secara ideologis karena sudah tidak mampu menyelesaikan masalah.
Karena itulah, menjadi sangat penting untuk kembali membumikan Pancasila sebagai nilai dan narasi besar di era digital ini. Narasi-narasi besar Pancasila harus membanjiiri dunia maya dalam bentuk yang mudah dipahami dan serap oleh generasi millennial. Jika tidak generasi millennial akan tercerabut dari akar historisnya. Ketika generasi muda yang jumlahnya hampir separuh populasi masyarakat Indonesia tidak memiliki ideologi Pancasila yang kokoh akan sangat berbahaya bagi kelangsungan masa depan bangsa. Tentu saja, “hati-hati” karena target para penyebar ideologi anti-Pancasila adalah generasi muda melalui sebaran informasi, pengetahuan dan nilai di dunia maya.