Pemuda Harus Cinta Ilmu untuk Melawan Radikalisme!

Pemuda Harus Cinta Ilmu untuk Melawan Radikalisme!

- in Narasi
1829
0

Generasi muda merupakan target untuk direkrut menjadi anggota jaringan radikalisme-teroris. Selain itu, karena memang radikalisme-terorisme sangat dekat sekali dengan generasi muda. Sehingga tidak heran jika mereka dengan mudah meracuni pikiran generasi muda dengan paham radikal. Apalagi generasi muda tersebut adalah mereka yang putus sekolah, buta huruf, miskin, dan juga penganguran. Akhirnya, pemuda mudah terbuai ketika diiming-imingi sejumlah uang dan kegagahan memegang senjata oleh jaringan radikalisme-terosisme. Pemuda-pemuda saat ini perlu pembekalan ilmu yang utuh dalam pemahaman paham.

Peryataan diatas tidak mutlak, yang jatuh ke dalam buaian jaringan radikalisme-terorisme adalah mereka yang tidak berpendidikan dan tidak mampu. Banyak juga generasi muda yang berpendidikan setengah-setengah dan dari kalangan berada yang terbuai dan terlibat aksi terorisme. Biasanya mereka adalah orang yang tergolong idealis, emosional, dan mudah tertipu.

Selain diatas, terdapat juga alasan lain mengapa sampai generasi muda sangat rentang untuk disusupi paham radikalisme-terorisme. Beberapa di antaranya seperti; pemuda membutuhkan perasaan kebersamaan, mencari identitas atau jati diri, mencari sensasi dan ingin di anggap gagah, ingin memperbaiki apa yang mereka anggap sebagai ketidakadilan dan menaruh simpati pada kelompok radikal atau teroris tertentu, yang mana mereka temukan lewat internet. Hal inilah yang mendorong perguruan tinggi untuk melakukan “’Aksi Kebangsaan Perguruan Tinggi Melawan Radikalisme dan akan mendeklarasikan ‘Sumpah Kebangsaan’ di hari sumpah pemuda”.

Menurut informasi Detik News Sabtu, 28 Oktober 2017, menyatakan, “ Gubernur DIY Sri Sultan HB X menyampaikan orasi kebangsaan dihadapan ribuan mahasiswa, dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta memperingati hari Sumpah Pemuda ke 89 di Stadion Mandala Krida. Dengan tema, “Komitmen Bersama Melawan Radikalisme dan Intoleransi”. Sultan HB X menyampaikan tentang kondisi bangsa saat ini yang bertolak belakang dari semangat ikrar sumpah pemuda yang terjadi 89 tahun lalu. Bahkan kini menuju titik api perseteruan”.

Suatu langkah mencari solusi pemberantasan radikalisme-terorisme, bisa dilakukan salah satunya melalui disiplin ilmu komunikasi bisa menjadi pisau analisis yang signifikan jika melihat transfer ideologi sebagai akar persoalan.

Dari sudut pandang ilmu komunikasi maka ada lima unsur yang terlibat dalam transfer ideologi, yakni pengirim informasi, konten informasi, penerima, media, dan konteks sosialnya.

Lima cara yang saat ini dilakukan untuk mencegah proses radikalisasi. Pertama, menetralisasi orang-orang yang berpotensi menjadi sender atau orang yang melakukan perekrutan. Kedua, melemahkan ideologi radikal yang mereka coba sebarkan dengan membuat ideologi tandingan yang bersifat moderat. Ketiga, menyebarkan ideologi tandingan tersebut kepada kelompok masyarakat yang rentan menjadi sasaran radikalisasi. Keempat, dengan mengawasi media yang menjadi sarana penyebaran paham radikalisme. Kelima, memahami konteks sosial dan budaya yang ada di setiap lapisan masyarakat.

Belajar dari Imam Syafii

Imam Syafii adalah salah seorang dari Imam 4 (empat) mahzab. Mahzab Syafii merupakan mahzab yang paling banyak dipakai di Indonesia. Imam Syafii lahir pada bulan Rajab tahun 150 Hijriah. Ayah beliau adalah Idris bin Al Abbas, sedangkan ibu beliau adalah Fathimah Al-Azdiyyah. Beliau diberi nama Muhammad, dan dipanggil Syafii seperti dengan nama salah seorang kakek beliau yaitu Syafii bin Asy-Syaib. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah pada Abdu Manaf. Asy-Syafii menjadi yatim pada usia kurang dari 2 tahun.

Imam Syafii dapat menghafalkan Al Quran dalam usia 7 tahun. Tetapi beliau tidak puas sampai di situ soal ilmu, beliau memutuskan untuk pergi ke Masjidil Haram belajar dengan para ulama disana. Di Makkah Imam Syafii belajar dengan banyak guru diantaranaya: Sofyan bin Uyainah, Muslim bin Khalid, Said bin Salim Al Qaddah, Daud bin Abdurrahman Al Attar dan yang lain. Pada waktu di Madinah beliau juga menuntut ilmu kepada Imam Malik.

Imam Syafii suka melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu dan memberikan pelajaran. Ketika sedang belajar di Makkah, beliau sering pergi ke suku Badui di pedalaman untuk belajar bahasa kepada mereka. Ketika umur beliau memasuki usia 20 tahun, Imam Syafii melakukan perjalan ke Madinah untuk menuntut ilmu kepada Imam Malik. Imam Syafii juga pernah melakukan perjalan ke Iraq. Beliau mendengar bahwa Imam Abu Hanifah telah melahirkan banyak ulama, diantaranya Imam Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan. Asy-Syafii bertekad untuk menemui keduanya dan ulama-ulama lain di Iraq. Imam Syafii juga pernah melakukan perjalanan ke sekitar Persia, Yaman dan Mesir. Banyaknya wawasan beliau mengenai kondisi umat islam dan permasalahannya semakin meningkatkan keilmuan Imam Syafii.

Karya Imam Syafii diantaranya adalah Al Umm, Ar Risalah, Al Imlah As-Shagir, Al Amali Al-Kubra, Mukhtasar Ar-Rabi, Mukhtasar Al-Muzani, Mukhtasar Al Buwaithi, Kitab Al Jizyah dan masih banyak lagi. Para Ulama-Ulama mengakui keimuan Imam Syafii. Berkat kegigihan dalam menuntut ilmu fatwa-fatwa di pakai para Ulama di dunia maupun di Indonesia.

Ahli Hadis Imam Abu Dawud berkata; “Asy-Syafii merupakan sosok yang membawa obor bagi para pembawa dan periwayat hadist, siapa pun yang berpegangn pada keterangan dan pejelasannya, maka ucapannya akan menjadi referensi”.

Inilah menjadi pelajaran para pemuda saat ini perlu pembekalan ilmu yang utuh dalam pemahaman paham. Pesan buat anak muda, jangan mudah puas dengan ilmu yang didapat! Teladan Imam Syafii yang gigih menuntut ilmu menjadi energi besar bagi pemuda untuk terbebas dari radikalisme-terorisme melalui ilmu.

Facebook Comments