Peran Dai Milenial 4.0 Mengeliminasi Kelas-Kelas Online Radikalisme

Peran Dai Milenial 4.0 Mengeliminasi Kelas-Kelas Online Radikalisme

- in Narasi
1371
0
Peran Dai Milenial 4.0 Mengeliminasi Kelas-Kelas Online Radikalisme

Telah kita ketahui bersama bahwa dai milenial sangat identik dengan media sosial. Hal ini tentunya sangat strategis untuk menggebuk kehadiran kelas-kelas online radikalisme di dunia maya. Apalagi, seiring gelombang pandemi Covid-19, pergerakan oknum penebar virus radikalisme dan takfirisme justru kian masif di ruang-ruang virtual.

Karenanya, penting digencarkan berbagai program menanamkan moderasi Islam dan nilai-nilai Pancasila baik oleh elemen instansi kementerian agama, tokoh-tokoh agama, maupun organisasi keagamaan, terlebih dai milenial moderat yang menyasar melalui kanal-kanal digital seperti media sosial (medsos).

Kehadiran moderasi Islam dan penanaman nilai-nilai Pancasila di medsos tersebut sangatlah penting untuk mengimbangi dominasi suara radikalisme dan intoleransi yang selama ini telah menggunakan dunia maya untuk kepentingan mereka. Contoh kasus yang acap kali terjadi dakwah Islam fundamentalisme yang cenderung menabur benih-benih takfirisme demikian marak melakukan narasi radikalnya melalui medsos.

Sebagaimana argument Sukawarsini Djelantik (2019) yang menulis artikel berjudul “Islamic State and the Social Media in Indonesia”. Menurut Djelantik, jaringan Islam radikal mampu menggunakan medsos seperti Facebook, Twitter, dan YouTube secara efektif. Bahkan ketika media sosial mereka telah diblokir oleh pemerintah, kelompok ini masih mampu menggunakan media daring dalam bentuk portal-portal tak bertuan (anonymous sharing portals) untuk mewujudkan agenda mereka yakni menebar virus radikalisme dan takfirisme.

Apalagi selama ini banyak kaum milenial yang terjangkit virus radikalisme akibat tertular dari jaringan Islam radikal tersebut. Sebagaimana survei yang dilakukan oleh UIN Syarif Hidayatullah dan UNDP (2017) seperti dirilis CSIS Commentaries (2019), menyimpulkan bahwa kaum milenial yang menggunakan internet punya pandangan yang lebih intoleran dan radikal, dibandingkan mereka yang jarang berselancar di dunia maaya.

Baca Juga : Ekstremisme Agama, Islam Rahmah dan “Civil Society”

Sebanyak 88.5 persen dari 1.859 responden dalam survei tersebut meyakini bahwa pemerintah harus melarang kelompok-kelompok agama minoritas. Survei ini juga menyebutkan bahwa ada 10 persen dari responden mendukung pendirian Negara Islam dan menyetujui penggunaan kekerasan untuk membela agama. Virus radikalisme seperti ini tentunya sangat berbahaya bagi keutuhan bangsa.

Kecenderungan kalangan milenial yang memilih internet sebagai sumber informasi tentang agama, daripada harus repot belajar secara offlinememperbesar potensi menjalarnya virus radikalisme yang disebar oleh jaringan Islam radikal. Kecenderungan ini bisa menjadi bom waktu yang dapat memecah belah bangsa.

Apalagi, apabila kelompok dai milenial moderat tidak turun gunung dan ramai-ramai menggunakan medsos sebagai sarana menyebarkan dakwah Islam ramah dan toleransinya. Ini jelas akan semakin membuat pergerakan jaringan Islam radikal tersebut leluasa menularkan virus radikalismenya.

Berbagai macam persoalan tersebut menegaskan bahwa radikalisme dan intoleransi di medsos memang benar-benar nyata ada. Bahkan kebanyakan yang terjangkit virus radikalisme adalah kaum milenial yang notabene generasi penerus bangsa. Karenanya, sangatlah mendesak misi mengukuhkan pondasi moderasi Islam dan penanaman nilai-nilai luhur Pancasila bagi generasi milenial. Hal ini tentunya tanggung jawab kita semua untuk menyuarakan narasi-narasi damai di ruang-ruang medsos. Terlebih, bagi para dai milenial 4.0, mulai sekarang harus gencar dakwah Islam yang moderat dan ramahnya melalui media daring (medsos).

Peningkatan intensitas dakwah agama oleh segmen dai milenial moderat ini akan membawa dua harapan sebagaimana disebutkan Dani Muhtada (2020). Pertama, sebagai sumber belajar agama alternatif yang mana berbagai potensi radikalisme dan intoleransi terutama di kalangan generasi milenial diharapkan dapat ditekan. Kaum milenial juga bisa belajar agama dari sumber yang punya otoritas untuk mengajarkannya. Kedua, keterlibatan dai milenial moderat ataupun tokoh-tokoh agama lainnya dalam kajian-kajian Islam di dunia maya ini diharapkan dapat mengembalikan wajah Islam Indonesia yang lebih ramah. Keterlibatan para kiai dan ustadz, dan dai milenial yang berlatar belakang sekolah agama, dalam kajian Islam online melalui medsos bisa memberikan pemahaman yang lebih baik tentang agama. Setidaknya, mereka bisa menunjukkan kepada publik bahwa wajah Islam tidak monolitik. Interpretasi dan pemahaman terhadap teks keagamaan adalah fakta. Harapanya dengan itu semua segala bentuk manuver virus radikalisme dapat kita tangkis, sehingga akan terwujud generasi bangsa yang pro-moderasi agama, toleran, dan anti kekerasan.

Facebook Comments