Perbedaan SARA sebagai Nada yang Memperindah Kehidupan

Perbedaan SARA sebagai Nada yang Memperindah Kehidupan

- in Narasi
1543
0

Perbedaan adalah nada dalam kehidupan, adanya perbedaan bukan untuk saling berpecah belah melainkan untuk bersatu menjadi satu kesatuan yang memperindah hidup. Setiap agama menegaskan dalam ajarannya, bahwa, hidup harus saling rukun-merukuni, sayang-menyayangi, dan cinta-mencintai. Bukankah itu penegasan bahwa kita harus menjaga perdamayan di muka bumi. Seperti yang tertuang dalam ayat suci Alqur’an, “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.”(QS Al-Hujarat, ayat 13).

Agama juga menegaskan terutama islam, bahwa, di ciptakannya manusia sebagai (khalifah fil’ard) pemimpin diatas muka bumi, bukan hanya sebagi pemimpin manusia semata, melainan sebagai pemimpin seluruh makhluk, entah itu tumbuhan, hewan, jin, terlebih manusia itu sendiri. “dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”(QS. Al-Anbiya’/21:107)

Jadi, adanya perbedaan suku, ras, agama,dan antar golongan (SARA), bukanlah pemicu untuk saling berpecah belah, melainkan alat untuk penyatu, penguat, memperkokoh pondasi bangsa. Sehingga, apabila badai masalah menghantam bertubi-tubi melanda Indonesia, Indonesia akan tetap aman, damai, tentram, dan sejahtera. Itupun apabila adanya kesadaran secara kolektif untuk membuka rasa toleransi yang besar terhadap perbedaan, sebab, hanya dengan toleransi perbedaan yang ada, entah agama, suku, bangsa, ras, dan lain sebagainya, akan menjadi kesatuan yang kokoh, yang dapat memajukan Indonesia kedepannya menjadi lebih baik.

Makna toleransi yang sebenarnya bukanlah mencampur adukkannya keyakinan spiritual agama lain dengan agama lainnya, melainkan, makna toleran adalah saling menghargai ajaran yang telah diajarkan oleh masing masing agama. Seperti yang tuang dalam Qur’an, “Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah tuhan yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjdi penyembah apa yang kamu sembah,dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah tuhan yang aku sembah, untuk mu agamu dan untuklah agama ku”(QS Al-Kafirun, ayat 2-6).

Jika kita lihat isu tentang (SARA) yang ada dalam dunia maya, sungguh sangat memprihatinkan, dimana mediaya sosial kini telah di penuhi oleh isu-isu sensitive yang menyebabkan terjadinya gesekan di masyarakat, sementara kita tahu bahwa, cara berfikir manyarakat pada umumnya yang mudah terprovokasi, yang dapat memecah belah peradaban umat, terutama yang menyangkut tentang isu-isu (SARA) yang diakibatkan oleh kepetingan politik yang tidak memiliki rasa amanah atau tanggung jawab terhadap kemaslahatan umat, melainkan lebih mementingkan kepentingan kelompoknya.

Adanya isu tersebut, kini telah mengobarkan api permusuhan, api kebencian, sehingga timbul rasa ingin menjatuhkan atar sekelompok orang, hingga tidak jarang disaksikan di media sosial, yang isinya hanya dipenuhi cacian dan hinaan, sehingga orang lainpun terpancing dan menebar luasankan kebencian. Meskipun ada juga orang yang tau akan dakpak atau pengaruh media sosial terhadap cara berfikir masyarakat, sehingga cenderung berhati-hati dalam mengunggah, berkomentar, maupun membagikan sesuatu narasi yang menjadi sorotan dalam media soail. Menurut pengamatan lingkar Madani Indonesia, Memperlihatkan bahayanya isu SARA bahkan melebihi bahaya politik uang. Politik uang berbahaya tetapi efeknya tidak panjang,” kata Ray Rangkuti dalam sebuah acara diskusi di bilangan setia budi, Jakarta selatan, selasa(KOMPAS.com, 26/12/2017).

Mengatasi kontra SARA dalam media sosial

Membangung karakteristik yang kokoh dalam pendirian dan tak mudah terombang ambing dalam isu-isu yang bersifat memecah belah umat, membangun solidaritas yang tinggi, menjaga keutuhan bangsa dan Negara. Memiliki rasa tanggung jawab terhadap pebuatan yang dilakukan saat berintraksi dalam dunia maya, memhami makna manfaat dan kemudaratan segala sesuatu isu yang ada di media sosial, sehingga, cenderung memiliki sifat kehati-hatian, dalam mengunggah, mengomentarin, dan membagikan sesuatu. Penuliis meminjam perkataan Gus Dur bahwa,”tidak penting apapun agama suku mu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah Tanya apa agamamu”(KH.Abdurrahman Wahid).

Sekali lagi penulis menegaskan bahwa, perbedaan Agama, ras, suku, golongan (SARA), adalah fitrah tuhan, tuhan yang mencitakan perbedaan, jadi, perbedaan bukanlah alat untuk perpecahan, melainkan sebagai rahmat, sebagai nada yang memperindah dentingan kehidupan, Jika perbedaan tersebut dilandasi cinta dan kemesraan, maka apapun akan menjadi indah. Juga sebaliknya, jika perbedaan tidak dilandasi rasa cinta dan kemesraan, maka perbedaan tersebut akan menjadi perpecahan. adanya perbedaan bukan untuk saling menyindir, melainkan untuk saling bersandar dan melengkapi kekosongan.

“ Memulyakan manusia, berarti memulyakan peciptanya. Merendahkan dan menistakan manusia berarti merendahkan dan menistakan penciptanya”(KH.Abdurrahman Wahid).

Facebook Comments