Perempuan dan Radikalisme

Perempuan dan Radikalisme

- in Narasi
1857
0
Ketika Perempuan Jadi Teroris

Perempuan dan radikalisme memang tampak menjadi sorotan saya untuk menulis realitas perempuan dan harapan semu yang terselip dari praktik kekerasan berbasis agama, yang kebanyakan perempuan menjadi pengantin bom bunuh diri. Kasus-kasus kekerasan yang mengatasnamakan agama dengan dalih “Hijrah” yang saya kira sebagai jalan pintas untuk memanfaatkan perempuan sebagai umpan di balik pikirannya yang mudah berubah dan gampang menggunakan perasaan tanpa memikirkan kembali efek buruk yang akan terjadi dibalik itu semua.

Saya sempat percaya bahwa sebagian besar perempuan yang bunuh diri adalah mereka yang putus harapan karena korban harapan palsu. Secara kebiasaan yang dimiliki perempuan pada biasanya adalah mudah menaruh harapan atau sesuatu yang belum pasti yang mengakibatkan satu kondisi perempuan sering dikecewakan dan dirugikan karena mudah termakan oleh janji-janji palsu.

Tetapi ini berbanding lurus juga ketika banyaknya perempuan-perempuan di seluruh dunia, utamanya di Indonesia sering kali menjadi target pelaku bom bunuh diri. Dalam situasi yang semacam ini, tentu menjadi alasan penting bahwa keberanian untuk bunuh diri juga hadir dalam kondisi perasaan yang membawa kesenangan dan harapan para kelompok radikalisme yang telah menjanjikan surga dan keindahan.

Apa yang menunjang perempuan untuk mau atau bahkan melakukan tindakan bom bunuh diri ini kadang di samping sedikitnya pemahaman tentang Islam. Juga dilatari oleh keadaan ekonominya yang sangat mendesak untuk melakukan tindakan tersebut dengan bayaran yang mahal. Atau bahkan mereka juga dijanjikan surga dan keindahannya jika melakukan tindakan non-kemanusiaan tersebut.

Perempuan itu tidak lemah. Tetapi tidak bisa terpungkiri ketika perempuan mudah luluh dengan perasaannya. Yang kadanf mudahnya tersubordinasi oleh wabah radikalisme menyebar dan mengkontaminasi banyak perempuan muslim di dunia saat ini. Sebagai target untuk dijadikan bom bunuh diri.

Baca Juga : Strategi Keluar dari Zona Merah Radikalisme

Di satu sisi di antara kebanyakan mereka yang tidak memahami nilai-nilai keagamaan yang kuat. Seperti hakikat agama, relevansi turunnya agama, sejarah dan fungsi secara sosial. Niscaya klaim-klaim “Masyarakat kafir yang wajib dibunuh” akan menjadi kesimpulan pertama bagi mereka untuk rela dan merelakan dirinya membawa Bom dan meledakkan-nya dirinya ke rumah-rumah ibadah atau tempat-tempat keramaian orang.

Menuju Zona Aman Radikalisme di Tengah Rutinitas Online

Di Indonesia, radikalisme bukan hanya sebuah kejahatan-kejahatan kemanusiaan kecil yang cukup hanya aparatur negara untuk mengamankan-nya. Karena ini berkaitan dengan doktrin, paham transendental yang terkebiri dan mentalitas keagamaan yang membenarkan kekerasan sebagai jalan suci untuk menggenangi pikiran umat Islam di Indonesia.

Perempuan dalam hal ini tidak hanya membunuh perasaannya agar tidak mudah terkontaminasi oleh virus kekerasan tersebut. Tetapi layaknya memanfaatkan perasaan dan keteguhan hatinya untuk menjaga dan melindungi generasi bangsa dari paham-paham kekerasan yang mengatasnamakan agama. Buat anak-anak bangsa untuk bisa mengerti tentang perasaan cinta di dalam beragama sebagaimana dirinya selalu menggunakan perasaan dan emosionalitas ketika menjalani kehidupannya.

Dari rumah, menyuruh dan selalu membimbing anak-anak untuk melakukan “jaga jarak” terhadap paham-paham yang berkaitan dengan kekerasan. Utamanya saat ini di tengah wabah covid-19 yang masih menebar dan menjalar. Anak-anak melakukan belajar-mengajar berbasis daring atau online. Maka ini menjadi moment para pembawa ideologi radikalisme akan menyebarkan edukasi-edukasinya tentang pendidikan kekerasan yang dibenarkan.

Maka jadilah perempuan-perempuan hebat untuk mendidik anak-anak dalam keluarga untuk bisa terhindar dari virus radikalisme. Di samping kita bersama-sama melawan dan menjaga imunitas diri dari covid-19. Perempuan-perempuan di Rumah memiliki kewajiban untuk mendidik anak dan mengayomi keluarga untuk ikut serta bersama-sama melawan dan menjaga imunitas sosial agar terhindar dari paham-paham radikalisme. Langkah preventif menuju zona hijau Indonesia dari virus radikalisme adalah benar-benar menempatkan perempuan sebagai teman belajar anak-anak di rumah dan keluarga atau masyarakat umum di masa-masa serba online ini agar terhindar dari provokasinya yang membuat terpecah-belah.

Facebook Comments