Perempuan Kunci Pencegah Terorisme dan Radikalisme

Perempuan Kunci Pencegah Terorisme dan Radikalisme

- in Narasi
1199
1
Perempuan Kunci Pencegah Terorisme dan Radikalisme

Melihat sejarah, salah satu pahlawan nasional Indonesia R.A. Kartini mempelopori perjuangan emansipasi perempuan. Dengan semangat yang tinggi semua perempuan di Indonesia mulai memperjuangkan haknya. Perempuan yang hanya dipandang sebelah mata, mulai menunjukkan kehebatannya kepada negara. Sejak saat itulah, perempuan tidak hanya sebagai penyedia makanan dan pengasuh bayi saja, tapi mulai ada yang menduduki jabatan direktur, guru, bahkan dalam era reformasi ada perempuan yang menjadi presiden. Saat ini perempuan masih melahirkan generasi-generasi muda yang toleran dan menghargai perbedaan. Sekarang perempuan sedang bersatu dalam melawan tindak terorisme dan radikalisme.

Berbagai pengembangan permodelan tindak terorisme sedang berkembang. Kini, penyebaran paham terorisme tindak memandang jenis kelamin, semua orang dapat dijadikan sebagai agen teroris. Tidak hanya menyasar para remaja, tapi juga menyasar anak-anak, bahkan yang lebih mengejutkan menyasar golongan wanita. Tertangkapnya DYN, salah satu pelaku teror bom panci di Bekasi pada akhir tahun 2016 lalu, seolah-olah membuka kedua mata kita bahwa perempuan tidak hanya menjadi korban terorisme, namun perempuan juga bisa menjadi pelaku terorisme.

Dengan fisik yang lemah, selama ini perempuan hanya bisa menangis ketika suaminya melakukan aksi terorisme. Mereka harus mengurusi anak dan keluarganya sendiri. Banyak dari mereka yang harus menjadi janda karena suami mati dalam peristiwa bom bunuh diri. Perempuan korban radikalisme harus menjadi kepala keluarga dan menjadi ibu rumah tangga. Tugasnya tidak hanya mengurusi anak, tetapi harus mencari nafkah untuk dirinya dan anaknya. Dalam keadaan itu, kehidupan perempuan akan semakin sengsara karena terdapat beban tambahan yang harus ditanggungnya.

Oleh karena itu, sudah seharusnya perempuan menjadi pejuang tindakan terorisme dan radikalisme. Dengan berbagai macam persoalan, perempuan harus bersatu dalam menghadapinya. Pada hakikatnya, terorisme bukanlah sebuah permasalahan yang mudah dihadapi. Perlu adanya persatuan untuk menumpahkan paham terorisme yang semakin berkembang. Di era digital, perempuan harus cerdas melakukan gerakan penangkal terorisme. Banyak perempuan yang terpapar ajaran terorisme dan radikalisme dari internet.

Baca juga :Emak-Emak: Dari Afirmasi Hingga Deradikalisasi

Apalagi perempuan yang bekerja sebagai TKW, selain harus berhati-hati terhadap internet, mereka juga harus mewaspadai dan mempelajari gerakan terorisme di negeri mereka bekerja. Oleh karena itu, perempuan harus mempunyai pemahaman yang luas, konsep keberagaman, sehingga ideologinya tidak akan mudah goyah oleh rayuan-rayuan para pelaku terorisme. Selain itu, perempuan juga harus mempelajari skema dialog yang baik, supaya mereka dapat mengenali dan menghadapi pernyataan-pernyataan dari agen teroris yang berusaha mencuci otak mereka.

Dalam ajaran agama, perlu adanya penekanan islam rahmatan lil alamin secara mendalam. Tidak mudah tertipu oleh ayat-ayat yang diselewengkan penafsirannya oleh pelaku teror. Dengan cara ini perempuan tidak hanya mencegah tindak terorisme, tetapi juga membersihkan nama baik agama yang tercoreng akibat adanya teroris. Selama ini mereka selalu berlindung di balik jubah kebesaran islam. Mereka mengubah penafsiran ayat sesuai kehendak mereka, sehingga dengan mengedepankan perasaanya perempuan ikut dalam jaringan terorisme. Dengan adanya pemahaman islam rahmatan lil alamin serta waawasan luas terhadap tafsir ayat Al-Qur’an, perempuan akan melawan pemikiran radikal dengan pemikiran yang lebih moderat.

Setelah memahami pemikiran anti terorisme, maka peran perempuan sebagai ibu rumah tangga harus menularkan prinsip anti terorisme kepada anaknya. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh ibu untuk menjadikan anaknya menjadi lebih moderat. Pertama, hindari paparan terhadap televisi dan sosial media secara berlebihan. Televisi dan media sosial sering kali menampilkan gambar dan adegan yang mengerikan bagi anak, khususnya bagi mereka yang dibawah usia 12 tahun. Sudah seharusnya sebisa mungkin ibu harus menghindari paparan tersebut dari anak. Kedua, seorang ibu harus mengerti apa yang diinginkan oleh anaknya. Sebisa mungkin ibu menjadi teman bercerita terbaik anaknya. Dengan begitu, ibu dapat meluruskan pemahaman anak yang salah.

Jadi mengenal cara penyebaran radikalisme sangatlah penting sebagai benteng perempuan mencegah terorisme. Setelah itu, maka diperlukan adanya jaringan yang kuat diantara banyak perempuan untuk bersama-sama menolak paham radikalisme. Dengan adanya persatuan dan pemahaman yang cukup, perempuan akan lebih mudah dalam menghadapi tindak radikalisme dan mengajarkannya kepada anaknya.

Facebook Comments