Radikalisme, Corona, dan Masa Depan Bangsa

Radikalisme, Corona, dan Masa Depan Bangsa

- in Narasi
2007
3
Radikalisme, Corona, dan Masa Depan Bangsa

Beberapa waktu lalu pemerintah secara resmi sudah memutuskan tidak akan memulangkan WNI yang berstatus foreign terrorist fighter (FTF) yang ada di berbagai negara. Keputusan tersebut sebagaimana disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. Diantara alasan pemerintah tidak memulangan WNI dengan status FTF karena pemerintah ingin melindungi warga negara Indonesia dari pengaruh paham ISIS.

Sikap pemerintah yang tidak mau memulangkan WNI dengan status FTF, rupanya tidak hanya terjadi di Indonesia. Beberapa negara juga bersikap demikian, yakni tidak mau memulangkan warganya yang terindikasi jaringan FTF. Sebagaimana dilaporkan nu online, beberapa negara tersebut antara lain : Inggris, Australia, Amerika Serikat, dan Prancis. Bukan hanya tidak mau memulangkan, beberapa negara tersebut bahkan mencabut hak kewarganegaraan bagi mereka yang terindikasi bergabung dengan ISIS.

Alasan dari negara-negara tersebut, jika ditarik benang merahnya, semua sepakat bahwa memulangkan eks-ISIS dikhawatirkan berpotensi membawa paham radikal tersebut ke negaranya. Disini tentu tidak ada yang bisa menjamin bahwa eks-ISIS benar-benar sudah lepas dari doktrin yang sudah diterimanya selama ini. Apalagi jika warga negara yang dipulangkan jumlahnya banyak, tentu semakin riskan. Potensi radikalisme sangat besar terjadinya.

Corona VS Radikalisme

Petualangan para WNI, juga warga negara lain, yang bergabung dengan ISIS karena doktrin yang dipandang “memukau”, berakhir sudah. Negara khilafah yang mereka cita-citakan, rupanya jauh dari apa yang mereka bayangkan selama ini. Mereka menginginkan perdamaian di bawah panji khilafah ISIS, yang terjadi justru peperangan tiada akhir. Mereka mengidamkan hidup nyaman yang islami, yang ada justru kebrutalan. ISIS pun hancur setelah sekian lama “sesumbar” soal khilafah versi mereka.

Saat ini para kombatan ISIS kebingungan menentukan langkah. Mereka pun hendak kembali ke negara asalnya, namun apa daya ada beberapa negara yang menolak kepulangan mereka. Indonesia menjadi salah satu negara yang menolak dengan alasan agar virus radikalisme tidak menyebar di tanah air. Alasan ini tentu masuk akal, sebab tidak ada yang bisa menjamin bahwa eks-ISIS benar-benar bersih dari pengaruh radikalisme.

Baca Juga : Bergandengan Tangan Melawan Corona

Virus radikalisme yang dibawa oleh eks-ISIS bisa menjadi potensi berbahaya di kemudian hari bagi keberlangsungan bangsa dan negara. Sebagaimana virus corona yang hari ini juga berbahaya karena bisa merenggut nyawa seseorang. Sampai saat ini saja jumlah korban akibat virus corona di Indonesia, sebagaimana dilaporkan CNN Indonesia, telah mencapai 227 kasus, dengan 19 meninggal, dan 11 sembuh.

Virus corona dan virus radikalisme merupakan dua hal yang sama-sama berbahaya. Jika corona menyerang fisik seseorang, maka radikalisme menyerang psikis. Dilihat dari bahaya jangka panjang, justru lebih berbahaya virus radikalisme. Jika virus corona hanya menghilangkan nyawa, sementara virus radikalisme bukan semata menghilangkan nyawa, tetapi juga menyebabkan kekacauan, ketidaktentraman, bahkan sampai peperangan yang berlarut-larut. Hal ini sebagaimana yang terajdi pada ISIS.

Bahaya virus radikalisme dari pada virus corona juga ditegaskan oleh Dr. Halah Zaid, Menteri Kesehatan Suriah : “Yang lebih membahayakan sebuah Negara itu bukan virus corona, tapi runtuhnya akhlak, itu bisa menghancurkan bangsa yang damai dan sejahtera… dan diantara runtuhnya akhlak adalah keringnya jiwa nasionalisme, tidak menghargai jasa para pendiri bangsa dan terkikisnya rasa hubbul wathan, inilah ancaman serius. Maka jangan biarkan virus radikalisme tumbuh sedikitpun, itu adalah embrio terorisme.”

Dari penyataan ini sangat jelas, bahwa virus radikalisme jauh lebih berbahaya dari virus corona. Apalagi kalau sampai virus radikalisme sudah menjelma seperti virus corona, yakni turut membunuh fisik. Habislah bangsa ini baik dari segi jumlah warganya maupun bangunan kebangsaannya. Disinilah bahaya radikalisme yang harus diwaspadai.

Usaha Dini

Salah satu cara mencegah berkembangnya virus radikalisme yakni melakukan pencegahan sejak dini. Dimulai dari keluarga, tanamkan nilai-nilai agama yang benar. Didiklah keluarga untuk mengerti ilmu agama yang benar, tidak cukup hanya ilmu duniawi saja. Kelak jika ada anggota keluarga yang ingin “hijrah” menuju kebaikan, mereka tidak mudah terjebak dengan ekstrimisme agama karena sejak kecil sudah memiliki dasar yang kokoh.

Kegiatan keagamaan di masyarakat juga terus dipupuk dengan mengenalkan Islam yang moderat. Carilah tokoh agama yang benar-benar kredibel agar tidak salah jalan. Carilah mereka yang tidak suka menghasut, tidak mudah mengumbar kebencian, dan tidak pernah membuat fitnah. Dengan begitu, maka kehidupan bermasyarakat akan tertram. Disisi lain, negara juga harus memberi ruang agar orang-orang dengan paham Islam moderat turut berkiprah membangun bangsa. Dari tangan mereka inilah agama dibawa untuk menopang pemerintahan. Antara agama dan pemerintah bersinergi sehingga masa depan bangsa ini akan selamat.

Facebook Comments