Media informasi dan komunikasi saat ini turut berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di Era Revolusi Industri 4.0. Perkembangan ini tentu memberikan banyak dampak baik positif maupun negatif. Segi positifnya dengan adanya internet dan medsos, setiap orang dapat dengan mudah mengakses informasi kapan saja dan dimana saja. Internet dan medsos memudahkan mendapatkan informasi mengenai segala hal. Berbagai sumber informasi dapat dengan mudah diakses secara efektif dan efisien (Subarjo, 2017).
Namun di sisi lain, banyaknya jumlah informasi yang dapat diakses dengan mudahnya di dunia maya berpotensi besar memicu terjadinya ledakan informasi yang tidak terkendali. Begitupun dengan hoax dan ujaran kebencian silih berganti tak ada habisnya merebak di ruang-ruang virtual. Rasa-rasanya perlu adanya Ronda Online guna mengikis hoax dan ujaran kebencian di Medsos.
Perlu kita pahami bersama bahwa virus hoax dan ujaran kebencian yang kita tanamkan dengan bungkus apapun termasuk ambisi politik lambat laun akan menjelma menjadi mesin-mesin pembunuh mengerikan yang menjalar berkeliaran membuat teror di negeri ini. Senjata penghancur berbahaya yang bisa mengancam siapa saja. Bom waktu yang siap meledak kapan saja. Sudah saatnya virus-virus hoax kita ganti dengan berita kebenaran dan ujaran kebencian kita ganti ujaran kasih sayang dalam mewujudkan iklim demokrasi politik yang sejuk dan damai.
Sebenarnya ada banyak regulasi yang tegas melarang hoax. Diantaranya, UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal 27 mengenai larangan penyebaran dengan sengaja informasi yang bermuatan asusila perjudian, penghinaan, pencemaran nama baik, dan pemerasan. Sementara pasal 28 berkaitan dengan larangan penyebaran berita bohong, menyesatkan, menimbulkan kebencian, serta permusuhan berbau SARA. Adapun, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 160 menyebutkan pelanggaran terhadap berita palsu dengan ancaman hukuman enam tahun penjara, dan pasal 311 dengan ancaman empat tahun penjara. Regulasi tersebut tentu dapat dijadikan aparat kepolisian untuk menindak para penebar hoax.
Baca juga :Gerakan Siskamling Medsos: Memantau dan Mereduksi Narasi Kebencian di Media Sosial
Sementara itu terkait ujaran kebencian tertuang pada Pasal 28 ayat 2 UU No.11/2008 (UU ITE) yang memiliki unsur penting yakni “menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA). Kemudian dalam UU No.40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (UU Diskriminasi) khususnya di Pasal 4 dan 16 elemen utamanya yaitu “kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan atau diskriminasi ras dan etnis”. Dapun KUHP umumnya digunakan pasal-pasal penyebar kebencian terhadap golongan/agama 156, 156 a, dan 157.
Merespon berbagai persoalan terkait hoax dan ujaran kebencian maka adanya Ronda online sangatlah penting. Adapun narasi kegiatan Ronda Online diantaranya, masyarakat sebagai konsumen informasi di dunia maya juga perlu dibina literasi medianya. Sosialisasi atau pembinaan terkait antisipasi berita hoax dan ujaran kebencian harus digencarkan kepada seluruh lapisan masyarakat. Literasi media penting bagi masyarakat dalam mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan memproteksi diri dari informasi yang mengundang keresahan bahkan perpecahan masyarakat. Sudah saatnya masyarakat Indonesia mampu menjadi generasi digital native yang cerdas dalam mengakses informasi. Tidak asal share informasi yang belum tentu valid kebenarannya.
Masyarakat harus bisa menjadi kontrol dan filter informasi yang beredar. Bila ada situs atau oknum yang menebar hoax dan/atau ujaran kebencian, harus segera dilaporkan. Dengan adannya Ronda Online serta sinergitas antara pemerintah dengan masyarakat, harapannya hoax akan dapat dikubur dan ujaran kebencian akan cepet dilebur, sehingga tidak menjalar ke mana-mana. Lambat-laun keduanya pun dapat diberantas sampai ke akar-akarnya, semoga.